Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim tantangan perubahan iklim akan sama seperti pandemi covid-19. Hal ini akan mengancam iklim di seluruh dunia.
"Ini akan menyebabkan fenomena permukaan laut dan perubahan iklim semakin sulit ditebak," ujar Ani, sapaan akrabnya, dalam Webinar: Pendanaan Publik Perubahan Iklim di Tingkat Nasional dan Daerah untuk Pendanaan NDC, Selasa (30/3).
Ia menjelaskan perubahan iklim dapat menyebabkan cuaca ekstrem dan bencana alam. Salah satu bentuknya adalah longsor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Frekuensi cuaca ekstrem ini korbannya manusia dan korban harta benda," imbuh dia.
Karena itu, pemerintah harus mengantisipasi perubahan iklim dan dampaknya terhadap masyarakat.
Ani menyatakan rata-rata alokasi belanja kementerian/lembaga (k/l) terkait perubahan iklim sebesar Rp86,7 triliun dalam lima tahun terakhir.
"Di mana 88,1 persen belanjanya untuk infrastruktur hijau," katanya.
Pemerintah daerah juga memiliki alokasi tersendiri untuk mengantisipasi perubahan iklim. Kemudian, pemerintah juga menganggarkan dana untuk perubahan iklim lewat dana alokasi khusus non fisik (DAK-non fisik).
"(Contohnya) bantuan penyediaan layanan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah agar lebih sustainable (berkelanjutan) dan friendly (ramah)," jelas Ani.
Ia menambahkan perusahaan pelat merah di bawah Kementerian Keuangan, seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI juga menyalurkan pembiayaan untuk proyek yang berkaitan dengan perubahan iklim.
Contohnya, proyek air bersih, pengelolaan sampah, dan energi baru terbarukan. "Ini yang terus dikembangkan bagi Indonesia mencari pembiayaan-pembiayaan yang bisa mendukung proyek tersebut (berkaitan dengan perubahan iklim)," pungkasnya.