Sebelum Diambil Negara, TMII Tak Pernah Setor PNBP

CNN Indonesia
Jumat, 16 Apr 2021 16:43 WIB
DJKN mengungkap pengelola TMII tak pernah menyetor PNBP ke kas negara sebelum diambilalih melalui Kementerian Sekretariat Negara.
DJKN mengungkap pengelola TMII tak pernah menyetor PNBP ke kas negara sebelum diambilalih melalui Kementerian Sekretariat Negara.(ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA).
Jakarta, CNN Indonesia --

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mengungkapkan Yayasan Harapan Kita selaku pengelola Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tak pernah menyetor penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ke kas negara sebelum diambilalih melalui Kementerian Sekretariat Negara.

Padahal, TMII merupakan barang milik negara (BMN) yang seharusnya pengelolaannya membuat pemerintah menerima pemasukan.

"Kalau PNBP memang selama ini belum ada," ujar Direktur Barang Milik Negara DJKN Kemenkeu Encep Sudarwan saat diskusi virtual bersama awak media, Jumat (16/4)..

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati begitu, Encep mengatakan pengelola TMII tetap membayar pajak kepada negara selaku jenis penerimaan negara lain yang wajib dibayarkan. Sayangnya, ia tidak mengungkap besaran pajak yang rutin dibayarkan

"Kalau pajak mereka banyak (bayar) pajak," imbuhnya.

Menurut Encep, alasan pengelola TMII tidak membayar PNBP ke negara karena tidak ada ketentuan khusus dalam aturan terkait pemberian hak kelola ke Yayasan Harapan Kita. Aturan itu berupa Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 tentang Pengelolaan TMII.

"Karena di Keppres 77 tadi memang tidak ada, maklum mungkin saat itu yang Keppres 51/77 itu di sana belum mengatur mengenai bagaimana PNBP-nya," ucapnya.

Kendati begitu, Encep memastikan pengelolaan TMII setelah diambilalih oleh Kementerian Sekretariat Negara akan membuat negara menerima PNBP ke depan. Nantinya, pemerintah akan mengeluarkan aturan terkait besaran PNBP yang harus diberikan.

Hal ini sesuai dengan perhitungan kelayakan pembagian hasil (profit sharing). Nantinya, perhitungan akan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan berapa sebenarnya penerimaan dan pengeluaran operasional TMII selama ini.

"Nanti baru potensinya kita ketahui kalau (data) sudah masuk. Kita lihat dulu asetnya berapa, tanahnya berapa, nilainya berapa. Ini sekarang dikaji dulu, tunggu tiga bulan lagi," tuturnya.

Sejauh ini, Encep mencatat nilai yang baru muncul adalah aset sebesar Rp20,5 triliun berupa tanah. Tapi, aset ini bukan cuma dalam bentuk BMN, melainkan juga aset daerah dan pihak lain yang bekerja sama dengan Badan Pelaksana Pengelolaan dan Pengusahaan TMII (BP3 TMII).

Encep menambahkan ketentuan soal pembayaran PNBP ini perlu karena TMII berstatus BMN, di mana kehadirannya turut diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan sejalan dengan ketentuan perundang-undangan.

"Jadi ini bukan semata-mata untuk penerimaan negara, tapi kami ingin layanan kepada masyarakat agar lebih baik dan tertib administrasi, serta penerimaannya juga disetor ke kas negara," jelasnya.

Namun memang diakuinya, harapan penerimaan negara cukup besar karena pemerintah membutuhkan pemasukan untuk membiayai berbagai belanja, termasuk rencana pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan Timur. Hanya saja, pengelolaan ke pihak lain bukan berarti membuat negara kehilangan haknya atas BMN tersebut.

"Kita mencari pemanfaatan BMN ini untuk dukung sumber pendanaan, termasuk untuk ibu kota baru, itu pentingnya BMN," katanya.

Di sisi lain, Encep mengatakan pemerintah pun tak pernah memberi suntikan dana APBN ke pengelola TMII selama ini. "Karena mereka harusnya memang mandiri, jadi selama ini penerimaan mereka sendiri digunakan untuk operasional. Jadi tidak ada support APBN memang benar karena mereka diminta mandiri," terangnya.

Rencana ke Depan

Lebih lanjut, Encep mengatakan nantinya TMII akan dikelola oleh BUMN, di mana kemungkinan terbesar akan diberikan ke PT Taman Wisata Candi Borobodur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWC).

Namun, sejauh ini masih ada juga opsi pengelolaan diberikan ke PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).

"Kementerian Sekretariat Negara bukan ahli di bidang pariwisata untuk mengelola TMII, sehingga akan melakukan kerja sama dengan BUMN. Nanti akan kita lihat, tapi kemungkinan TWC," ujar Encep.

Kendati begitu, sejauh ini belum ada keputusan resmi. Begitu juga proposal pengajuan rencana pengelolaan TMII oleh kedua belah pihak.

Tak cuma berpindah tangan pengelolaan, nantinya pemerintah juga berencana mendaftarkan asuransi untuk TMII selaku BMN. Tujuannya, agar perbaikan ke depan bisa mendapat pembiayaan yang pasti.

"Prinsipnya semua BMN harus di asuransikan, nilainya belum kita ketahui, karena kami ingin tahun ini semua BMN diasuransikan," ungkapnya.

Nasib Aset Soeharto yang Lain

Bersamaan dengan pengambilalihan pengelolaan TMII, lanjut Encep, beberapa aset yang sebelumnya dikelola oleh yayasan keluarga Presiden ke-2 Indonesia Soeharto juga berpotensi dikelola oleh pemerintah.

Misalnya, Gedung Granadi di Jakarta Selatan dan aset di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Pasalnya, keduanya berstatus BMN, sehingga perlu dikelola oleh pemerintah melalui DJKN Kemenkeu.

"Gedung Granadi dan aset di Megamendung, sepanjang itu BMN dikelola DJKN. Sepanjang BMN apapun juga ada pengelolanya, jadi pasti dikelola DJKN," kata Encep.

Sebelumnya, kedua aset itu disita oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keduanya pernah tercatat sebagai aset Yayasan Supersemar.

[Gambas:Video CNN]



(uli/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER