ANALISIS

Pinjol, Antara Manfaat Cepat Dapat Utang dan Segala Risikonya

Ulfa Arieza | CNN Indonesia
Rabu, 19 Mei 2021 07:33 WIB
Di balik keberadaan pinjol yang memberikan manfaat berbentuk kecepatan mendapatkan utang, ada risiko yang harus diperhatikan. Berikut ulasannya.
Keberadaan pinjol sebenarnya diakui memberikan manfaat bagi pengembangan usaha wong cilik. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Bhima menuturkan pinjol legal juga berpotensi mendorong usaha mikro yang masuk kategori unbankable. Apalagi porsi penyaluran kredit kepada UMKM di Indonesia baru sebesar 19 persen dari total penyaluran kredit perbankan, berdasarkan data Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan (OECD) pada 2018 lalu.

Meski bertambah, namun perkiraan realisasinya kini belum beranjak jauh dari angka tersebut.

Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menyebutkan ada 23 juta pelaku UMKM belum mendapatkan akses pembiayaan dari lembaga keuangan, bank maupun nonbank lantaran belum memenuhi syarat. Karenanya, lewat akses, proses, dan syarat yang lebih mudah, Bhima meyakini pinjol bisa merangkul usaha mikro yang belum terjangkau oleh bank tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi yang penting tidak hanya fintech memberikan pinjaman, tapi fintech memberikan edukasi. Misalnya, ada fintech yang memberikan pinjaman kepada ibu-ibu, tapi juga ibu-ibu tersebut diberikan edukasi tentang usahanya," ucapnya.

Guna mengoptimalkan penyaluran pinjol ke sektor produktif, ia mengatakan ada tiga hal yang harus dilakukan oleh OJK. Pasalnya, alokasi penyaluran pinjaman pinjol yang mengalir ke sektor produktif masih kurang dari 40 persen.

Pertama, OJK hendaknya membatasi jumlah fintech yang bermain di sektor konsumtif dan mendorong pendaftaran dan perizinan untuk sektor produktif.

Kedua, OJK bekerja sama dengan pemerintah memberikan insentif bagi pinjol yang bergerak di sektor produktif, misalnya keringanan perpajakan. Ketiga, pinjol produktif diberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan program pemerintah, misalnya pemberdayaan di sektor pertanian, industri manufaktur kecil, dan sebagainya.

Selain itu, OJK juga hendaknya memperketat regulasi pinjol guna menekan jumlah pinjol ilegal.

"Dimulai dari perlindungan data pribadi, siapa yang bisa gunakan data pribadi, untuk tujuan apa, lalu atas persetujuan nasabah. Kemudian regulasi bunga yang wajar, itu masih belum spesifik mengatur, lalu denda keterlambatan pinjaman, dan cara penagihan bagaimana caranya tidak gunakan debt collector yang mengancam," tuturnya.

Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mengamini gagasan mendorong pinjol pada sektor produktif. Caranya, kata dia, dengan membuat peraturan yang meringankan bagi penyaluran pinjaman ke sektor produktif.

"Selain itu bangun database pelaku usaha dan freelancer yang memiliki risiko rendah dan menguntungkan bagi lender. Pasti akan lender yang tertarik," ujarnya.

Namun, ia mengaku tidak sepakat apabila dana pinjol digunakan untuk investasi. Sebab, dana investasi sebaiknya merupakan modal yang disisihkan dari pendapatan bukan dari utang. Sebab, debitur wajib melunasi pokok dan bunga, sedangkan investasi belum tentu menuai untung.

"Selain itu ada yang namanya net interest margin (NIM) yang menunjukkan selisih antara bunga pinjaman dengan bunga investasi. NIM di Indonesia relatif tinggi jadi duit utang tidak cocok untuk digunakan sebagai investasi," katanya.

(agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER