HUT DKI JAKARTA KE-494

Potret Modernisasi Transportasi DKI di Usia ke-494 Tahun

CNN Indonesia
Selasa, 22 Jun 2021 14:47 WIB
Ibarat mengurai benang kusut, menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta memang sulit, tapi bukan berarti mustahil.(ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ibarat mengurai benang kusut, menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta memang sulit, tapi bukan berarti mustahil. Terbukti, dari tahun ke tahun, kepadatan kendaraan di jalan-jalan utama Jakarta mulai beringsut seiring dengan berkembangnya sarana dan prasarana transportasi umum yang disediakan pemerintah.

Hal ini juga terlihat dari turunnya peringkat Jakarta sebagai kota termacet di dunia berdasarkan TomTom Traffic Index. Empat tahun silam, Jakarta masih menempati posisi ke-4 dari 416 kota yang disurvei.

Pengguna kendaraan ibu kota, menurut survei Tom Tom, menyia-nyiakan waktu 200 jam akibat kemacetan sepanjang 2017. Tapi peringkat buruk itu terus turun menjadi ke-7 pada 2018, ke-10 pada 2019 dan terakhir menduduki posisi ke-31 di tahun lalu.

Tentu pekerjaan pemerintah dalam menata transportasi masih jauh dari kata selesai. Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies (RCUS) Elisa Sutanudjaja mengatakan pekerjaan rumah yang harus dirampungkan Jakarta di umurnya yang menjelang 494 tahun ini adalah integrasi.

Jika tak dilakukan, pembenahan yang telah dilakukan mulai dari penambahan rute dan armada TransJakarta, pengembangan angkutan berbasis rel seperti KRL, MRT dan LRT, hingga alokasi triliunan rupiah dari APBD untuk subsidi angkutan umum akan sia-sia.

"Catatan penting itu integrasi. Terutama integrasi moda, fasilitas dan pembayaran. Ini yang menjadi titik balik penambahan penumpang secara signifikan terutama TransJakarta, setidaknya dimulai dari 2018," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Sebelumnya, menurut Elisa, transportasi publik di Jakarta memang seperti berjalan sendiri-sendiri. Misalnya, tak ada bus pengumpan yang dapat membawa penumpang dari rumah atau kantornya menuju halte TransJakarta. "Istilahnya first mile/last mile," kata dia.

Memang kerja sama antara BUMD dan BUMN untuk mengintegrasikan fasilitas transportasi yang ada seperti halte busway dan stasiun KRL telah dilakukan sejak 2019. Misalnya, revitalisasi stasiun seperti Tanah Abang, Manggarai hingga Juanda.

Tapi menurutnya, hal itu pun belum cukup memberikan kemudahan bagi penumpang untuk transit dari satu moda ke moda lainnya.

"Revitalisasi stasiun Juanda, ternyata perpindahan penumpang TransJakarta dan KRL masih sulit dan lewat JPO yang buruk kondisinya. Padahal bisa dibuat lebih mudah via pelican crossing. Selagi integrasi fasilitasnya masih naik turun tangga dan jalan mutar-mutar, ya itu cuma integrasi di bibir saja," ujarnya.

Terlepas dari itu semua, dibandingkan kota-kota besar di Asia Tenggara, Elisa menilai transportasi di Jakarta sudah lebih maju dan modern. "Kalau kita keluarkan Singapura, (di Asia Tenggara) ya Jakarta sudah lebih maju," tuturnya.

Lantas apa saja sarana dan prasarana transportasi yang telah mengalami modernisasi hingga berhasil meredupkan teriakan knalpot dan adu keras klakson di jalan-jalan Jakarta?

Pelanggan sudah bisa menggunakan halte Bundaran HI sudah bisa langsung mengakses ke halte. Sebelumnya untuk mengakses halte, harus menggunakan tangga bawah tanah dari stasiun MRT.(CNN Indonesia/Andry Novelino).

TransJakarta

Kategori 'maju' yang disebut Elisa juga tak lepas dari berkembangnya TransJakarta sejak beroperasi pertama kali pada 15 Januari 2004 hingga sekarang. Sejak era Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama menjabat di Jakarta, integrasi moda antara TransJakarta dengan bus-bus lain seperti kopaja dan metromini dimulai, salah satunya dengan melakukan penataan rute.

Di era Anies Baswedan, upaya integrasi dilanjutkan dengan jangkauan yang lebih luas hingga ke pemukiman warga. Angkutan umum seperti mikrolet diajak bergabung dengan TransJakarta sebagai pengumpan. Kini angkutan-angkutan itu dikenal dengan MikroTrans atau JakLingko.

Hingga Januari lalu, TransJakarta tercatat sudah mengoperasikan 72 rute MikroTrans di berbagai wilayah. Jumlah penumpang harian TransJakarta pun terus mengalami tren peningkatan dalam lima tahun terakhir.

Rata-rata penumpang harian TransJakarta sebanyak 297 ribu orang per hari pada 2016 meningkat hampir dua kali lipat menjadi 500 ribu orang per hari pada 2018. Sementara pada Februari 2020, atau sebelum pandemi, jumlahnya sudah menyentuh 1 juta penumpang dalam sehari.

"Sayang ada pandemi. Kalau tidak ada pandemi, saya duga kita bisa melihat capaian 1,5 juta penumpang per hari di TransJakarta. Kalau mau lebih maju lagi ke depannya, Jakarta harus memperbanyak jalur steril bus supaya makin singkat durasi perjalanan," ucap Elisa.



Transportasi Daring hingga MRT Jakarta


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :