ANALISIS

Jangan Senang Dulu, Mal Buka Tak Serta Merta Pulihkan Ritel

Ulfa Arieza | CNN Indonesia
Selasa, 10 Agu 2021 07:17 WIB
Ekonom menilai kebijakan pemerintah membuka mal di era PPKM Level 4 tidak serta mendongkrak bisnis dan memulihkan sektor ritel.
Ekonom menilai kebijakan pemerintah membuka mal di era PPKM Level 4 tidak serta mendongkrak bisnis dan memulihkan sektor ritel. (CNN Indonesia/Michael Josua Stefanus).
Jakarta, CNN Indonesia --

Setelah tutup lebih dari sebulan, pusat perbelanjaan atau mal di empat kota besar, yakni DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang akan segera dibuka. Namun, kapasitas pengunjung dibatasi hanya 25 persen di tengah penerapan PPKM Level 4.

"Uji coba pembukaan pusat perbelanjaan akan dilakukan di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang dengan kapasitas 25 persen selama sepekan ke depan dengan protokol kesehatan ketat," imbuh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan dalam konferensi pers Evaluasi dan Penerapan PPKM, Senin (9/8).

Selain pembatasan kapasitas, pemerintah juga mewajibkan masyarakat yang masuk ke mal, baik pekerja maupun pengunjung, telah divaksin. Sedangkan, anak usia di bawah 12 tahun dan orang tua di atas 70 tahun dilarang masuk mal sementara waktu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah seolah mendengar teriakan pengelola mal yang meminta pelonggaran selama PPKM darurat dan level 4. Mereka mengaku kondisi keuangan berdarah-darah, dana cadangan terkuras habis hingga ada ancaman 84 ribu karyawan PHK serta dirumahkan jika mal terus tutup.

Namun, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut pelonggaran itu tak serta merta menolong sektor ritel ini bangkit dari keterpurukannya.

"Kebijakan ini menurut saya belum bisa memulihkan ritel, karena pembatasan 25 persen kapasitas itu berarti yang bisa dilayani hanya sedikit," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (9/8).

Menurutnya, pembatasan kapasitas pengunjung tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan oleh pengelola maupun penyewa gerai (tenant). Sementara itu, mereka dalam kondisi mengencangkan ikat pinggang, sehingga sangat memperhitungkan pengeluarannya.

"Tenant nantinya akan berpikir, apakah akan tetap buka atau lebih baik tutup dulu, dibandingkan dengan pendapatan tidak masuk perhitungan dan biaya operasional," tutur Bhima.

Belum lagi, syarat wajib vaksin covid-19 semakin membatasi jumlah pengunjung mal. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan jumlah penduduk yang menerima vaksin covid-19 dosis kedua baru 24,88 juta orang per Senin (9/8) pukul 18.00 WIB. Jumlah itu, baru menjangkau 11,95 persen dari target sasaran vaksinasi 208,26 juta orang.

Melihat kondisi itu, dia memandang pemerintah perlu memberikan subsidi sewa gerai di mal. Menurut dia, fasilitas gratis pajak pertambahan nilai (PPN) sewa toko selama Agustus-Oktober 2021 dari pemerintah belum cukup membantu para pedagang.

Pasalnya, rata-rata penyewa gerai di mal memiliki kontrak jangka menengah 2-3 tahun.

Dari sisi harga pun, berdasarkan survei konsultan properti Colliers International Indonesia, rata-rata tarif sewa gerai di mal sebesar Rp470.337 ribu per meter persegi setiap bulan pada kuartal I 2021.

Sedangkan, mal-mal baru mematok tarif lebih tinggi, yakni Rp567 ribu per meter persegi. Jadi, bisa dibayangkan berapa banyak biaya operasional yang harus dirogoh tenant untuk menutupi biaya sewa, sementara mereka tidak mengantongi pendapatan yang cukup.

Lalu, dapat dibayangkan pula berapa besar kehilangan pemasukan yang dirasakan pengelola mal lantaran tenant tidak bisa melunasi sewa tepat waktu karena tak ada pengunjung.

"Yang dibutuhkan sekarang bantuan subsidi biaya tenant per bulan, sehingga kalau ada misalnya Rp5 juta per bulan yang harus dikeluarkan untuk sewa, setidaknya pemerintah bisa membantu, misalnya 40 persen untuk sewa tenant," ujarnya.

Tanpa sokongan dana dari pemerintah, ia memprediksi banyak tenant memilih tetap tutup selama pelonggaran era PPKM Level 4.

Imbasnya, pengelola mal terseok-seok, dan ancaman PHK maupun kebijakan karyawan dirumahkan tidak bisa dielakkan.

"Ada dua skenario. Pertama, tenant akan memaksa buka dengan mengurangi jumlah karyawan. Kedua, bukanya menunggu pelonggaran ditambah, implikasinya tenaga kerja masih banyak yang dirumahkan dan tidak sedikit tenant yang mengurangi jumlah karyawannya," katanya.

Tak Banyak Menolong

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER