Jakarta, CNN Indonesia --
Nelangsa, begitulah pancaran raut muka yang nampak dari Arif. Mengenakan kaus berkerah biru, ia merapikan tumpukan barang, mulai dari celana hingga baju lengan buntung di tokonya.
Saat itu sudah pukul 17.12 WITA. Tapi, toko milik saudara Arief di kawasan Seminyak, Bali itu tampak sepi.
Belum ada satu pun produk yang terjual hari itu. Hanya beberapa pengunjung yang datang untuk sekadar melihat-lihat. Itu pun tak sampai 10 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arief yang mendapatkan kepercayaan untuk menjaga toko oleh saudaranya tersebut memilih untuk menyibukkan diri dengan 'beres-beres'.
Toko itu menjual berbagai pernak-pernik untuk pria dan wanita, mulai dari celana, kaus, dress, tas, ikat pinggang, hingga sepatu.
Dulu sebelum pandemi, toko milik Saudara Arief terbilang ramai. Maklum, Seminyak kerap menjadi tujuan favorit bagi turis, baik lokal dan asing untuk berbelanja atau sekadar 'cuci mata'.
Saat pandemi merebak di Indonesia pada Maret 2020 lalu, saudara Arief memilih untuk menutup tokonya hingga lebih dari satu tahun. Arief bercerita toko itu baru dibuka pada Juni 2021 lalu.
"Toko ditutup (awal-awal pandemi), mulai buka lagi bukan keenam tahun ini, akhir Juni," ungkap Arief saat ditemui CNNIndonesia.com, Kamis (28/10) lalu.
[Gambas:Video CNN]
Saat itu, kasus penularan covid-19 sedang tinggi-tingginya karena penyebaran varian delta. Satu bulan setelah toko dibuka, pemerintah menetapkan PPKM darurat untuk Jawa-Bali.
Pemerintah melarang mal hingga toko yang tak menjual barang kebutuhan sehari-hari buka saat penerapan PPKM darurat. Kegiatan ekonomi hampir mati karena mayoritas masyarakat tinggal di rumah.
"Saat PPKM darurat tapi toko tetap dibuka agar barang tidak rusak. Jadi dapat atau tidak dapat konsumen ya sudah," ujar Arief.
Sejak dibuka, pria berumur 22 tahun itu mengaku toko masih sepi. Hanya ada satu atau dua orang yang lewat dan mampir ke toko.
Beruntung, kasus covid-19 berangsur turun. Pemerintah pun melonggarkan kebijakan PPKM dan menurunkan Bali ke PPKM level 2 saat ini.
Jumlah kapasitas pesawat juga naik menjadi lebih dari 70 persen atau bahkan mencapai 100 persen.
Alhasil, turis lokal mulai kembali berwisata ke Bali. Hanya saja, jumlahnya belum seberapa jika dibandingkan dengan sebelum pandemi.
Maklum, pemerintah mewajibkan seluruh masyarakat yang pergi ke Bali untuk melakukan RT-PCR test terlebih dahulu. Sebelumnya, pemerintah memberikan dua pilihan, rapid test antigen dan PCR test.
Harga untuk melakukan RT-PCR test lebih mahal dibandingkan rapid test antigen. Terakhir, pemerintah mematok harga RT-PCR test maksimal Rp275 ribu untuk di Jawa-Bali dan Rp300 ribu di luar Jawa-Bali.
Sementara, harga maksimal untuk rapid test antigen sebesar Rp99 ribu di Jawa-Bali, sedangkan luar Jawa-Bali sebesar Rp109 ribu.
Saat ini, Arief menyebut sudah ada pengunjung yang datang ke toko. Namun, jumlahnya bisa dihitung pakai jari.
"Ada, satu hari sempat 10 orang," imbuh Arief.
Namun, dari 10 orang yang datang, rata-rata barang yang terjual hanya dua. Itu pun tidak setiap hari.
"Masih tidak menentu sebenarnya, satu hari ada 10 orang, tapi kadang tiga sampai empat hari kosong," kata Arief sambil tersenyum pasrah.
Situasi ini berbeda 180 derajat dengan sebelum pandemi. Dulu, jumlah barang yang terjual mencapai ratusan per harinya.
"Yang beli ratusan ada, jumlah barang yang keluar juga lebih dari 100," jelas Arief.
Sementara, Arief mengaku saudaranya tak bisa menutup toko secara permanen begitu saja. Pasalnya, saudara Arief telah menyewa tempat selama lima tahun.
"Baru sewa 2019. Tidak bisa dikembalikan begitu saja, karena sewa lima tahun," ujarnya.
Dalam setahun, biaya sewa sekitar Rp350 juta-Rp450 juta. Jadi, total biaya sewa selama lima tahun kurang lebih Rp1,75 miliar-Rp2,25 miliar.
Dengan situasi ini, kecil kemungkinan saudara Arief bisa balik modal. Rasanya, barang di toko habis saja sudah Alhamdulillah.
"Kalau masalah laku tidak laku ya sudah, ini dibuka agar barang tidak rusak," terang Arief.
Tak jauh dari toko Arief ada kedai es krim yang cukup hits bernama Mad Pops. Sebelum pandemi, jumlah konsumen yang datang dan beli mencapai lebih dari 100 orang.
Saking ramainya, konsumen harus mengantre untuk membeli es krim tersebut. Antrean bahkan mengular hingga 7 meter-10 meter di luar kedai.
Kini, situasinya berbanding terbalik. Tak ada antrean sedikit pun di depan kedai Mad Pops.
Saat itu, hanya terlihat dua perempuan masuk untuk membeli es krim. Tak lama kemudian, ada dua konsumen lagi yang datang untuk membeli es krim.
Salah satu staf Mad Pops Denny Sektiawan menjelaskan rata-rata jumlah konsumen hanya 15 orang per hari saat ini. Jumlahnya turun drastis jika dibandingkan dengan sebelum pandemi.
[Gambas:Video CNN]
"Normal tidak pandemi, jumlah pembeli bisa ratusan. Kalau sekarang kurang lebih 15 yang datang. Ada juga yang sekadar hanya 'numpang' foto," cerita Denny.
Ia mengatakan Mad Pops sempat tutup pada masa awal pandemi, yakni Maret hingga pertengahan Mei 2020. Lalu, manajemen Mad Pops memutuskan untuk kembali beroperasi pada akhir Mei 2020 hingga sekarang.
"Kami buka lagi akhir Mei 2020, itu kosong. Agustus 2020 mulai ada yang datang tapi sepi," terang Denny.
Kejadian itu terus berlangsung sampai Juli 2021. Menurut Denny, penjualan mulai membaik pada pertengahan tahun ini.
"Sebenarnya dari Juli 2021 dari volume (penjualan) sudah lebih baik dari tahun lalu, tapi tidak ramai juga, tapi secara volume sudah terlihat bahwa sudah mulai ada aktivitas," ujar Denny.
Meski mulai ada konsumen datang, jumlahnya belum seberapa. Ia bersama staf lain terkadang masih suka 'bengong' menunggu konsumen.
Kebijakan pemerintah yang kembali membuka pintu bagi turis asing per 14 Oktober 2021 kemarin juga tak memberikan dampak signifikan untuk Mad Pops. Pasalnya, kewajiban karantina selama lima hari membuat turis asing masih 'mikir-mikir' untuk ke Bali.
Tak ayal, Denny rindu dengan situasi sebelum pandemi. Ketika itu, pengunjung tak berhenti datang meski sudah masuk jam istirahat.
"Jujur kangen banget (suasana dulu), semoga lekas membaik, meskipun tidak instan normal lagi, tapi semoga pariwisata Bali bisa pulih," kata Denny.
Ia juga menyayangkan kebijakan pemerintah yang mewajibkan masyarakat melakukan RT-PCR test terlebih dahulu untuk bepergian ke Bali. Pasalnya, hal itu berpotensi membuat masyarakat membatalkan rencananya untuk berlibur ke Bali.
"Tapi kemarin pemerintah mengurangi harga PCR test, semoga itu sedikit mengurangi kekhawatiran orang mau ke Bali, tapi saya dengar ada yang mau cancel dulu ke Bali karena harus PCR," ucap Denny.
Ia mengatakan stok es krim yang disajikan di kedai pun dikurangi karena situasi belum normal. Kalau dulu satu keranjang es krim yang disediakan di kedai berisi 1 liter, kini jumlahnya sedikit dikurangi.
"Satu keranjang es krim 1 liter, sekarang display nya tidak sampai 1 liter. Harga semua tetap sama, pasokan yang berubah," jelas Denny.
Bali memang menjadi salah satu daerah yang paling terpukul akibat covid-19. Ekonomi Bali bahkan sempat minus hingga 9,85 persen pada kuartal I 2021.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali minus 99,99 persen pada kuartal I 2021. Sementara, kedatangan penumpang domestik juga turun 69,36 persen.
Tak heran, tingkat penghunian kamar (TPK) atau tingkat okupansi kamar hotel berbintang anjlok 76,75 persen pada kuartal I 2021.
Kemudian, ekonomi Bali mulai bangkit (rebound) pada kuartal II 2021, yakni tumbuh 2,83 persen. Hal ini didorong oleh sektor pariwisata yang juga mulai pulih.
Program work from Bali yang pernah dilakukan sejumlah kementerian menaikkan tingkat okupansi kamar hotel di kawasan Nusa Dua, Sanur, dan Ubud. Rata-rata tingkat okupansi hotel berbintang sebesar 12,37 persen pada kuartal II 2021.
Angka itu lebih tinggi dari tingkat okupansi pada kuartal I 2021, yakni 10,13 persen dan kuartal II 2020 yang hanya 2,45 persen.
Secara keseluruhan, ekonomi nasional tumbuh 7,07 persen pada kuartal II 2021. Realisasi ini lebih tinggi dari kuartal I 2021 yang masih minus 0,74 persen dan minus 5,32 persen pada kuartal II 2020.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,7 persen sampai 4,5 persen sepanjang 2021. Target ini sudah direvisi beberapa kali oleh pemerintah.
Semula, target pertumbuhan ekonomi tahun ini mencapai 4,5 persen sampai 5,5 persen. Lalu, pemerintah merevisi target ekonomi menjadi 4,5 persen sampai 5,3 persen.
Terakhir, pemerintah memasang target ekonomi mentok di level 4,5 persen tahun ini.