Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba-tiba berlagak jadi 'pahlawan' ketika menemui massa buruh yang menuntut kenaikan UMP 2022 di depan Balai Kota, Senin (29/11) lalu.
Kepada buruh, Anies mengaku memang tak sepakat dengan formula perhitungan upah yang diatur pemerintah melalui PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Menurut Anies, aturan itu tak bisa diterapkan di ibu kota. Pasalnya, akibat formula itu, kenaikan upah buruh di ibu kota menjadi lebih rendah dari inflasi yang mencapai 1,14 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, penetapan UMP tahun depan juga merugikan pekerja di sektor industri yang justru membukukan keuntungan berkali-kali lipat selama pandemi covid-19. Dengan keuntungan yang meningkat, sudah sewajarnya perusahaan memberikan upah yang lebih besar kepada pekerja.
Beberapa industri yang dimaksud, seperti pergudangan, informasi dan komunikasi, jasa keuangan, jasa kesehatan, dan kegiatan sosial.
Kenaikan upah pada 2022 juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 8 persen. Untuk menyuarakan keberatan itu, ia mengirim surat kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk meninjau kembali formula penetapan upah minimum yang didasarkan pada batas atas dan batas bawah.
"Berkenaan dengan itu, dengan hormat kami mengusulkan dan mengharapkan ibu menteri meninjau kembali formula penetapan UMP," jelas Anies.
Orang nomor satu di DKI Jakarta itu memang sudah menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang besaran upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada 2022. Isi SK, menaikkan UMP DKI Jakarta 2022 sebesar Rp37.749 atau 0,85 persen menjadi Rp4,45 juta per bulan.
Tapi, Anies berdalih menerbitkan SK tentang UMP 2022 karena terpaksa. Pasalnya, jika itu tidak ia lakukan, daerahnya akan dianggap melanggar aturan dan terkena sanksi dari pemerintah pusat.
"Kami terpaksa keluarkan keputusan gubernur ini karena bila tidak dikeluarkan kami dianggap melanggar," ungkap Anies.
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Sabda Pranawa Djati menanyakan keseriusan Anies dalam memperjuangkan hak buruh. Pasalnya, PP Nomor 36 Tahun 2020 adalah alat kuat bagi pemerintah dalam mengatur upah buruh.
"Pak Anies apakah serius nih? Karena dia sudah tahu PP Nomor 36 Tahun 2021 adalah aturan yang saat ini digunakan pemerintah," kata Sabda kepada CNNIndonesia.com.
Ia berpendapat upaya Anies seperti memberikan harapan semu kepada buruh. Artinya, hampir mustahil UMP di Jakarta akan direvisi.
"Kami menilai upaya itu hanya sekadar 'ngadem-ngadem' aksi buruh saja. Apa yang dilakukan Anies sesungguhnya hanya memberikan harapan semu," tutur Sabda.
Meski begitu, ia tetap mengapresiasi ikhtiar yang dilakukan oleh Anies. Kini, tinggal bagaimana pemerintah pusat, baik Kementerian Ketenagakerjaan dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons permintaan Anies.
"Ada usulan dari pemerintah daerah (pemda), harusnya direspons oleh pemerintah pusat," jelas Sabda.
Buruh, sambung Sabda, meminta aturan pengupahan kembali pada aturan lama, yakni seperti di PP Nomor 78 Tahun 2015. Dalam beleid itu, formula upah ditentukan oleh inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Sementara, dalam PP Nomor 36 Tahun 2021, pemerintah provinsi perlu menentukan dulu batas atas dan batas bawah upah. Batas atas upah minimum bisa didapatkan dari formula rata-rata konsumsi per kapita dikali rata-rata banyaknya anggota rumah tangga (ART), lalu dibagi rata-rata banyaknya ART yang bekerja pada setiap rumah tangga.
Kemudian, batas bawah bisa didapat dengan formula batas atas dikali 50 persen. Lalu, untuk formula upah minimum tahun depan adalah upah minimum tahun berjalan ditambah pertumbuhan ekonomi atau inflasi dikali batas atas dikurangi upah minimum tahun berjalan.
Hasilnya dibagi batas atas, dikurangi batas bawah, kemudian dikali dengan upah minimum tahun berjalan.
"Sampai kapan pun, selama PP Nomor 36 Tahun 2021 digunakan, maka kenaikan UMP tidak bisa lebih besar daripada inflasi," jelas Sabda.
Di sisi lain, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah meminta buruh waspada terhadap langkah yang dilakukan Anies. Pasalnya, ia menilai apa yang dilakukan Anies tidak tulus.
Ia mencium, apa yang dilakukan Anies bermotif politik. Dengan kata lain, ada tujuan terselubung di balik usulan Anies kepada Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengubah formula upah buruh.
"Saya lihat ini murni politik, bahwa di masa jabatan dia (Anies) yang injury time. Jadi itu politis," terang Trubus.
Ia menambahkan jika Anies memang tulus, sedari awal seharusnya dia tidak akan ikut menetapkan UMP 2022 apapun konsekuensinya.
"Harusnya kalau Pak Anies pro buruh saya rasa sejak awal tidak tanda tangan. Itu jauh lebih cantik," terang Trubus.
Trubus menambahkan upaya yang dilakukan Anies sekarang ini juga percuma. Pasalnya, mustahil pemerintah pusat mau merevisi PP Nomor 36 Tahun 2021 atau membatalkan pp tersebut dalam waktu singkat, dan kembali pada aturan lama seperti yang diinginkan buruh dan diusulkannya.
"Kan tidak semudah membalikkan tangan, harus konsultasikan dengan pemerintah pusat. Tidak mungkin berubah aturannya, pembahasannya alot, tidak mudah," imbuh Trubus.