Meski begitu, Andri bisa dibilang lebih beruntung jika dibandingkan dengan Candra (25). Upah yang didapat buruh pabrik di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat itu selalu sama seperti UMK.
Alhasil, keputusan mengenai kenaikan UMK sangat dinanti-nanti oleh Candra. Namun sayang, hal itu hanya berakhir jadi mimpi semata.
UMK di Kabupaten Bandung Barat tak tak naik tahun depan. Dengan demikian, upah Candra juga tak berubah, yakni masih Rp3.272.688.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upah yang didapatkan selama bekerja tujuh tahun itu tak sebanding dengan biaya hidup keluarga sehari-hari.
"Soalnya biaya jadi tidak hanya untuk sendiri, tapi untuk keluarga juga. Kebutuhan saat sendiri dengan sudah berkeluarga pasti beda," ungkap Candra.
Nahasnya lagi, perusahaan tempat Candra bekerja tak transparan dalam memberikan uang lembur. Buruh tak pernah tahu berapa tambahan uang lembur setiap jamnya.
"Di pabrik ini transparansi itu hampir tidak ada, Jadi membingungkan. Kami menghitung pas gajian. Oh, ada lebih, berarti itu dari uang lembur," katanya.
Setiap meminta penjelasan kepada manajemen, Candra dan rekan-rekan seperjuangan tak pernah mendapatkan jawaban yang pasti.
"Kalau ditanya jawabnya tidak tahu, tidak pernah jelas," imbuh Candra.
Upah yang tak pernah cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari membuat Candra menjual cincin pernikahannya pada 2020 atau beberapa bulan setelah menikah.
Setelah kejadian itu, Candra dan istri memutuskan untuk membuka usaha kecil-kecilan agar ada pemasukan tambahan. Ia berjualan jajanan di depan teras rumah.
"Sekarang mau memberanikan diri karena masih muda, masih punya tenaga. Kalau nanti makin tua tenaga juga berkurang," ujar Candra.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau Kang Emil sebelumnya telah menetapkan UMK di 27 daerah di Jawa Barat. Keputusan itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/ Kep.732-Kesra/ 2021 tanggal 30 November 2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022.
Penetapan tersebut juga tak lepas dari beberapa dasar peraturan, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan surat Menteri Ketenagakerjaan.
Selain itu, penetapan juga dilakukan berdasarkan rekomendasi besaran penyesuaian nilai UMK dari 27 bupati dan wali kota seluruh Jawa Barat, juga berita acara dewan pengupahan.
Dari hasil penetapan tersebut, besaran UMK 2022 untuk daerah domisili Andri dan Candra yakni Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bandung Barat tak naik dari tahun sebelumnya.
Dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 dijelaskan bahwa penetapan UMK dapat dilakukan oleh gubernur. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Pertama, rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang bersangkutan selama tiga tahun terakhir dari data yang tersedia lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi.
Kedua, nilai pertumbuhan ekonomi dikurangi inflasi kabupaten/kota yang bersangkutan selama tiga terakhir selalu positif dan lebih tinggi dari nilai provinsi.
UMK akan diputuskan setelah penetapan upah minimum provinsi (UMP). Dengan demikian, besaran UMP akan selalu mempengaruhi naik atau tidaknya UMK di kabupaten/kota.
Sementara, Kementerian Ketenagakerjaan mengatakan rata-rata UMP hanya naik 1,09 persen tahun depan. UMP tertinggi berada di DKI Jakarta sebesar Rp4.641.854 atau naik 5,1 persen.
Lalu, daerah dengan UMP terendah berada di Jawa Tengah. Upah buruh ditetapkan hanya naik 0,78 persen atau Rp13.956 menjadi Rp1.812.935.
Hal ini masih mengundang polemik antara buruh dan pemerintah. Pasalnya, harga barang konsumen terus meningkat dan kegiatan ekonomi mulai berjalan normal.
Sejauh ini, hanya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang berani merevisi kenaikan UMP 2022 dari 0,8 persen menjadi 5,1 persen. Anies mengacu pada proyeksi pertumbuhan ekonomi versi Bank Indonesia (BI) tahun depan yang sebesar 4,7 persen sampai 5,5 persen dan inflasi terkendali pada posisi 3 persen (2-4 persen).
Sementara, Kang Emil mengisyaratkan tak akan mengubah UMP dan UMK pada 2022. Hal ini karena pemerintah daerah (pemda) tak memiliki wewenang untuk mengubah formula perhitungan upah minimum.
Kang Emil menjelaskan kewenangan perubahan formula upah minimum ada di pemerintah pusat. Jika formula tak diubah, maka jumlah UMP dan UMK 2022 yang telah ditetapkan juga tak bisa direvisi.
(mrh/aud)