Di Asia, ia membeli Star TV, saluran tv kabel berbayar yang punya basis di Hong Kong. Hal itu ia lakukan untuk memuluskan rencana membangun kerajaan media global.
Pada 2005, ia membeli perusahaan internet Intermix media yang menaungi Myspace.com. Selang dua tahun, ia mengumumkan telah membeli Dow Jones & Company, penerbit The Wall Street Journal, seharga US$5 miliar.
Ekspansi bisnis Murdoch tak selamanya berjalan mulus. Tumpukan utang yang berujung penjualan media mau tak mau dilakukannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Misalnya, pada akhir 1980an, ia sempat menjual The Star dan The New York Post usai berhasil melipatgandakan nilai perusahaan. Namun, pada 1993, ia kembali membeli The New York Post.
Kemudian, pada 2011, ia juga tercatat menjual sahamnya pada Intermix Media karena pengguna MySpace banyak yang beralih ke Facebook. Ia disebut rugi ratusan juta dolar karena harga penjualannya jauh di bawah pembeliannya.
Pada 2013, News Corporation memisahkan lini usaha media cetak dan media televisi. Untuk cetak, bisnisnya tetap dinaungi oleh New Corporation.
Sementara, lini bisnis televisi dan media lainnya yang jauh lebih menguntungkan dinaungi oleh 21st Century Fox.
Lihat Juga : |
Pada 2015, ia mewariskan kursi CEO 21st Century Fox pada anaknya James Murdoch. Namun, ia tetap menjadi chairman.
Selanjutnya, pada 2017, ia menjual sebagian besar saham 21st Century Fox ke Disney senilai US$71 miliar. Kendati demikian, ia tetap mempertahankan Fox News dan sejumlah saluran televisi di bawah Fox Corporation.
"Jika Anda berada di media, terutama surat kabar, Anda berada di tengah-tengah semua hal menarik yang terjadi di komunitas, dan saya tidak dapat membayangkan kehidupan lain yang ingin seseorang dedikasikan," ujarnya seperti dikutip dari Biography.com.
Banyaknya media yang dimiliki membuat Murdoch menjadi sosok yang berpengaruh. Di sisi lain, hal itu juga membawa masalah seperti tersangkut skandal terkait operasional media yang dinaunginya.
Salah satu yang terkenal adalah tindakan tidak etis yang dilakukan salah satu media di bawahnya, News of The World. Pada July 2011, jurnalis media yang berbasis di London itu diduga melakukan tindakan ilegal dan tidak etis yakni meretas telepon selebriti, korban pembunuhan, hingga pejabat tinggi Inggris.
Murdoch tak lama menutup surat kabar itu. Namun, dampak dari terkuaknya skandal tersebut cukup besar mengingat ada sejumlah nama tokoh penting di dalamnya, termasuk PM Inggris kala itu, David Cameron.
Dikutip dari Rolling Stone, Murdoch sendiri menegaskan tindakan peretasan itu "berlawanan dengan apapun yang ia yakini" saat bersaksi di depan parlemen Inggris.
Di AS, salah satu anak usaha News Corp, News America Marketing, juga sempat dituding melakukan aksi peretasan ilegal sistem komputer kompetitor pada periode 2003-2004.
Tak hanya itu, Fox News menjadi perhatian karena dianggap terlalu bias dalam mendukung Partai Republik AS dengan banyak memberitakan hal-hal negatif terkait Partai Demokrat AS. Hal itu diduga berperan dalam membawa kemenangan Donald Trump sebagai presiden AS. Namun, hal ini dibantah oleh Fox.