Bagaimana latar belakang kehidupan Anda dulu? Bagaimana bisa kemudian menjadi pengusaha?
Arsjad ini lahir di Jakarta dari seorang ayah yang berasal dari Rasuan ataupun Komering Ulu, di Ogan Komering Ulu di Sumatera Selatan.
Ayah waktu itu ceritanya ingin bersekolah karena ingin lebih maju. Tapi waktu itu satu-satunya yang paling murah dan paling gampang katanya jadi tentara. Akhirnya berangkatlah ayah saya dari Sumatra Selatan masuk tentara dan akhirnya, to make the story short, bertemu sama ibu saya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibu itu orang Cimahi, lahir di Bogor. Ayah dan ibu bertemu di Cimahi karena Cimahi itu Kota Tentara, tempat belajarnya tentara.
Akhirnya ya, dari dua yang saya katakan manusia yang beautiful, lahirlah Arsjad. Waktu, saya lahir katanya itu masih tentara, kenapa? Waktu itu ayah saya masih tentara.
Namun, pas adik sudah tidak lagi tentara. Kenapa? Dia udah swasta. Jadi, saya anak tentara, adik saya anak swasta. Itu cerita keluarga saya.
Nah, dari situ Arsjad kecil, waktu sampai umur 9 tahun 10 tahun ayah bilang "Cad (Sjad), kamu sudah mesti sekolah." Tapi dia maunya saya sekolah di luar (negeri).
(Kemudian) Saya dikirim ke Singapura, dititipkan pada seorang sebuah keluarga Arab pada waktu itu. Namanya keluarga Muhammad Haj.
Saya tinggal sama mereka di situ, diberi kamar kecil.
Lihat Juga : |
Bagaimana perasaan waktu itu, kan masih kecil?
Ngeri juga sih pertama kali, karena kan negara baru, keluarga baru. Umur 9 tahun. Jadi kadang-kadang waktu pas saya punya anak kalau 9 tahun sama ibunya. (Kalau dipisah) "Aduh bu, tega banget sih dengan umur 9-10 tahun gini."
Tapi ya itu, akhirnya dari sana saya dikirim lagi. Katanya harus lebih dewasa lebih besar lagi. Akhirnya disuruh mencari sekolah.
Pada waktu itu belum ada internet. Jadi kalau mencari enggak bisa langsung Google sekolah. Akhirnya harus datang ke kedutaan, mencari ini dan itu segala macam.
Akhirnya, ambillah beberapa sekolah. Kemudian saya datang bicara dengan ibu dan ayah. "Ibu saya udah research ada ini."
Tapi akhirnya, ada satu sekolah yang di mana waktu itu di Amerika, dipilih sama ayah saya yang sekolah militer.
Jadi akhirnya dari sana berangkatlah saya waktu itu SMP, dikirim ke Amerika, masuk asrama sekolah akademi. Dan, di situ juga suatu proses perubahan kenapa dari Singapura di mana saya baru melihat di sekolah tuh ada dari etnis China, dari India. Eh, pas ke Amerika lebih lagi, ada Mexico, ada ini hehehe.
Tapi ya itu, akhirnya Alhamdulillah bisa menyelesaikan high school di sana di academy. Akhirnya Alhamdulillah juga saya diterima waktu itu di University of Southern California.
Lihat Juga : |
Apa yang ada dalam pikiran Anda sehingga waktu itu menurut saja dengan arahan orang tua?
Kebetulan pada waktu itu ayah selalu bilang, "Cad, kalau mau nyari duit, mau dapet punya duit, mau harus kerja."
Kayak jadi asumsi dapat jadi insinyur. Akhirnya itulah yang saya ambil. Saya masuk sekolah akhirnya di USA saya ambil engineering school.
Pada waktu itu, electrical engineering, ada sub-nya. Saya khusus computer engineering.
Wah, itu masih hype dan wow gitu kan. Alhamdulillah masuk sana, terus akhirnya setelah engineering itu saya berpikir, kalau engineering, jadi insinyur saja entar bagaimana mengerti bisnis.
Akhirnya ngobrol sama ayah, "Yah, Bu, ini kan saya mau pindah nih."
Akhirnya masuk ke bisnis. Habis itu, ingin lagi sekolah S2. Tapi, unfortunately keadaannya ayah sakit. Ayah sakit, akhirnya saya pulang.
Sejak itu pulang, mulai nyari kerjaan, menikah, ya akhirnya punya anak.
Lihat Juga : |
Apakah sebelumnya tidak didorong-dorong jadi tentara?
Betul saya juga awalnya takut. Saya pikir ayah dorong-dorong jadi tentara. Tapi ternyata enggak. Justru saya didorong menjadi insinyur.
Kenapa?
Pada waktu itu ia bilang kalau mau dapat gaji besar dan segala macam mesti masuk jadi insinyur. Tapi kebetulan ketertarikan bisnis waktu itu adalah sering ngobrol sama teman-teman di sana, kita lihat teman-teman yang ambil bisnis dan lain-lain terus wow, interesting.
Akhirnya waktu itu saya pikir, wah ini kayaknya kurang nih, kalau hanya mengerti engineering, tapi nggak ngerti bisnis.
Akhirnya saya ngobrol sama ayah, "Yah, apakah emang mesti harus insinyur sih?".
Terus akhirnya ayah bilang terserah kamu, akhirnya ini adalah kehidupan kamu. Jadi sekarang harus membangun kehidupan kamu. Nah, kalau emang kamu itu keputusan kamu, itu kamu putuskan.
Nah, jadi itulah tidak tahu bagaimana akhirnya akhirnya masuk ke bisnis.
Lihat Juga : |
Tapi sudah pernah kerja?
Pas mulai awal tuh masih kerja. Tapi walau kerja, cuman gatal lagi nih. Pas kerja inginnya jadi bos sendiri. Ingin jadi pengusaha gitu.
Waktu itu ada teman saya masih ini awal 1990-an, teman saya ngajakin bisnis. Cuma saya mikir sudah kerja, enak dapat gaji bulanan. Saya juga sudah menikah, dan Alhamdulillah mendapatkan anak saya yang pertama. Tiba-tiba kalau berbisnis, ini (gaji bulanan) bisa hilang.
Tapi akhirnya saya putuskan (bisnis) karena ingin bisnis. Tapi ini saya bilang sama teman saya, saya taruh deh uang itu di situ. Akhirnya kasih uang sedikit, taruh di sana tabungan. Saya bilang saya tetap kerja.
Apa yang terjadi setelah itu? Ya, namanya usaha kadang-kadang berhasil, kadang-kadang fail. Yang ini teman saya failed, ya duit saya habis.
Nah, akhirnya saya belajar di situ. Kalau mau bisnis dalam konteks awal, jalanin sendiri. Jangan cuma taruh, terus sudahlah kasih ke orang yang menjalankan itu.
Karena awalnya karena dua hal berbeda sebagai seorang investor saja atau sebagai pengusaha yang menjalankan bisnisnya.
Jadi akhirnya, gatal lagi masih nyari lagi bisnis. Akhirnya waktu itu setelah saya bekerja berapa lama ya, tiga tahunan, gatal ingin buka usaha.
Lihat Juga : |
Usaha apa yang Anda buka?
Saya suka komputer dan segala macem. Jadi bisnis yang saya cari yang real itu terlalu komputer tadi.
Akhirnya ada barang. Dua hal waktu itu namanya POS, Point of Sales, yang buat credit card. Nah, waktu itu baru ada kredit kredit kayak kartu gitu.
Dulu masih magnet nih belakangnya. Ini ada kartu baru keluar. Di situnya ada chip-nya. Namanya smart card.
Kalau sekarang, sekarang sih udah mungkin dari yang sepatu gedenya jadi kecil. Sekarang kalau di handphone tuh yang buat sim card gitu, kan.
Kalau dulu masih canggih gitu orang-orang masih pakai magnet yang belum itu. Akhirnya dua itu kita coba jual.
Penjualan kemana? ke bank. Nah, ini kan teknologi baru gitu. Nah itulah mulai bisnis saya, bisnis di komputer yang di namanya POS, Point of Sales dan juga credit card.
Siapa yang menjadi inspirasi Anda dalam berbisnis?
Jadi gini. Saya sih suka majalah, saya suka baca majalah; Newsweek, Forbes segala macamnya. Itu menjadi inspirasi. Wow, gila perusahaannya bisa jadi gede begini. Bisa suka gitu baca berita seru. Kan kalau dengar cerita pengalaman hidup seseorang itu kan seru.
Tapi kalau ditanya inspirasi, saya merasa malah datangnya dari ayah dan ibu saya.
Lihat Juga : |
Kenapa?
Leadership. Saya merasa kuncinya daripada usaha itu leadership. Kunci daripada juga bekerja leadership. Saya merasa bahwa ayah (insiprasi).
Contohnya, saat ayah selalu bilang sama saya gini, "Cad, kalau kamu kerja dan segala macam atau kamu punya ini yang paling penting itu, anak buah kamu tuh harus kamu perhatikan. Pastikan sebisanya punya atap, ada rumah. Dapur ngebul terus. Jadi masih bisa buat hidup."
Minimal dua ini. Di situlah baru seseorang punya ketenangan. Nah, di situlah (dari apa yang diajarkan ayah saya) mulai bagaimana saya mulai mencintai human cap itu.
Ternyata (ajaran ayah) itu terpakai dalam proses kehidupan saya dari mulai kerja dan sampai bisnis.
Sejak saat itu, saya yang dulunya paling saya nggak suka di sekolah itu satu subjek namanya OB, Organizational Behavior, behavior-nya organisasi menjadi suka.
Dari situ saya merasa ternyata ya menurut saya bisnis atau bekerja itu kuncinya tuh gimana betul manusianya is how to manage manusia.
Saat proses menjadi pengusaha, pernah menemui kesulitan?
Ya, hidup itu nggak pernah mulus. Itu yang harus kita sadari. Kalau lihat film itu kan imajinasi. Akhirnya kelihatannya wow, hidup itu sempurna, perfect.
Begitu juga bisnis. Nah, kalo dibilang pebisnis enggak pernah jatuh, hmm, saya enggak merasa enggak deh. Pasti pernah (jatuh). Kenapa? Up and down itu adalah suatu proses.
Ngomongnya sih gampang, bicara kalau bicara teori emang gampang itu selalu. Tapi kalau menjalankannya, nah itu beda. Contohnya tadi. Pertama saja, baru mau berbisnis, saya taruh duit sama teman sudah jebol. Uangnya habis.
Habis itu coba usaha. Nah usaha tuh. Tadi kan cerita saya tentang menjual kartu, smart card. Sama apa juga menjual POS, Point of Sales.
Kita berjuang dapat kontrak waktu itu. Kita tanda tangan sama satu bank yang besar dan punya kartu ini. Terus waktu itu, menjualnya sampai berapa ya, puluhan ribu lah dapat kontrak ini untuk kartu.
Bangga banget kita. Wah, ada kartu pertama dulu. Susah juga loh, enggak gampang. Akhirnya tapi pas sudah tanda tangan kontrak, ternyata apa yang terjadi. Banknya tutup. Itu namanya waktu itu pas krisis, Asian financial crisis.
Enggak pernah ada yang tahu tiba-tiba tuh bank tutup. Ya Allah, ya Tuhanku, sudah dapat, sudah tanda tangan kontrak tapi enggak dapat, banknya tutup. Akhirnya gone, that's life gitu.
Lihat Juga : |
Bagaimana saat itu Anda mengatur semua?
Jadi memang, proses kehidupan itu pasti up and down. Tapi bagaimana to manage dan belajar dari kesalahan ataupun kegagalan yang kita lewati. Itu yang penting. Kalau enggak belajar-belajar mah, susah itu.
Nah, jadi balik ke sarana. Yang kedua adalah mungkin gampang juga mengatakannya tapi memang berat. Itu saya mengatakan bersyukur sih, karena kalau kita enggak ada bersyukur kayaknya nggak pernah selesai, enggak pernah habis- habisnya.
Nah, untuk itu saya selalu mengatakan pada diri saya "Cad, apa yang ada, Alhamdulillah, bersyukurlah." Itu selalu di saya dan itu selalu diingatkan oleh ibu sih.
Ibu bilang, "Cad, kamu harus apa yang kamu ada itu sudah Alhamdulillah. Tuhan sudah memberikan ini."
Nah, jadi akhirnya tadi saya bilang bersyukur hanya fokus dalam pekerjaan dan saya percaya satu hal; kalau kita fokus kita melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh, nawaitu kita dan kerja keras, apapun kelihatannya apalagi down, ada saja jawaban dari Tuhan.
Lihat Juga : |
Kalau nanti setelah pemilihan 2024, presiden terpilih mengajak Anda menjadi menteri, mau?
Pertama belum ditawarkan, ha ha ha. Tapi begini. Ini semua itu pengabdian. Apapun itu.
Pengabdian, itu tidak perlu mempunyai suatu jabatan. Buat saya adalah dengan sebagai ketua umum Kadin sekarang ini pun, semua sudah banyak dampak yang saya bisa berikan. Jadi kita bisa berada di manapun untuk mengabdi.
Saya tidak memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Tapi yang penting, di mana pun saya berada, di situ yang penting saya bisa memberikan dampak bagi bangsa termasuk secara sosial, secara lingkungan, dan juga lain-lainnya.
Jadi, buat saya jabatan itu hal yang kedua. Yang penting memberikan dampak, itu yang paling penting.