Setahun Pemerintahan: KDMP, Mesin Penggerak Menuju Swasembada Desa
Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menandai babak baru pembangunan desa. Jika pada periode sebelumnya fokus utama adalah pemenuhan infrastruktur dasar melalui dana desa, kini arah kebijakan bergeser ke menggerakkan roda ekonomi desa.
Mesin penggeraknya adalah Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih), sebuah kelembagaan ekonomi baru yang dirancang hadir di setiap desa. Tujuannya agar setiap desa bisa mencapai kemandirian dan swasembada.
Direktur Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa (Kemendes), Samsul Widodo, menjelaskan bahwa Kopdes Merah Putih dirancang sebagai kelembagaan ekonomi yang hadir di setiap desa dan kelurahan.
Melalui koperasi ini, pemerintah ingin mengintegrasikan berbagai kelompok usaha desa, mulai dari badan usaha milik desa (BUMDes), kelompok tani, kelompok sadar wisata, hingga koperasi perikanan dan pertambangan kecil.
"Kopdes Merah Putih menjadi mesin untuk menggerakkan aktivitas ekonomi di level desa. Ini bukan sekadar koperasi simpan pinjam, tapi wadah ekonomi produktif lintas sektor," ujarnya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) NgobrolINdonesia yang mengangkat tema 'Potret Swasembada Pangan Pedesaan dan Target Desa Mandiri', Jumat (24/10).
Selama 25 tahun berkecimpung dalam penanganan desa dan daerah tertinggal, Samsul mengaku belum pernah melihat koordinasi antar-kementerian sesinkron sekarang. Sebelumnya, setiap kementerian memiliki kelembagaan ekonomi sendiri.
Ia pun memberikan contoh Kementerian Pertanian punya kelompok tani, Kementerian Pariwisata mengelola Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), dan Kementerian Desa memiliki BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Kini, melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025, semua sektor bergerak menggunakan 'satu kendaraan yang sama', yaitu Kopdes Merah Putih.
"Semua kementerian bergerak dan menggunakan satu kendaraan yang sama dan tujuan yang sama. Kementerian Kelautan dan Perikanan menggunakan Kopdes Merah Putih, Kementerian Desa juga, bahkan Kementerian Pariwisata untuk pengelolaan desa wisata," jelas dia.
Yang lebih menarik, Kopdes Merah Putih bahkan diberi kewenangan mengelola tambang hingga luasan 2.500 hektar, menunjukkan besarnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan kelembagaan ekonomi di tingkat akar rumput.
Desa, kata Samsul, sejatinya merupakan masa depan pangan dan energi Indonesia. Melalui koperasi yang kuat, desa dapat mengelola produksi pertanian, peternakan, dan perikanan secara terintegrasi serta memiliki akses pasar yang lebih pasti.
Membangun Pasar dan Regenerasi Petani
Samsul menegaskan, Kopdes Merah Putih harus dipahami sebagai mesin penggerak aktivitas ekonomi, bukan sekadar koperasi konvensional yang hanya mengurusi simpan pinjam.
"Jangan berpikir simpan pinjam. Ini mesin untuk menggerakkan aktivitas ekonomi di level desa," tegasnya.
Kopdes Merah Putih juga dirancang untuk berperan holistik dalam rantai ekonomi desa, yakni sebagai off-taker (penampung produk pertanian), melakukan hilirisasi produk lokal, hingga mengelola gudang penyimpanan.
Menurutnya, kehadiran program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah menjadi pasar baru bagi hasil produksi desa. Menurut Samsul, program ini mendorong peningkatan kebutuhan bahan pangan seperti ayam, ikan, telur, hingga sayuran.
Terlebih, saat ini sekitar 70 persen penerima manfaat MBG berada di desa, yang berarti peningkatan produksi dan penyerapan tenaga kerja akan banyak terjadi di wilayah pedesaan.
"Program MBG menciptakan pasar baru senilai ratusan triliun rupiah per tahun. Dengan adanya pasar yang jelas, petani muda akan kembali tertarik bertani. Ini juga membuka peluang regenerasi petani," tutur Samsul.
Ia melanjutkan, selain memperkuat pasar, pemerintah juga memastikan dukungan pendanaan melalui dana desa. Sejak diberlakukan pada 2015, total transfer dana desa telah mencapai lebih dari Rp680 triliun.
Di era pemerintahan saat ini, minimal 20 persen dana desa dialokasikan untuk ketahanan pangan, dengan nilai rata-rata mencapai Rp14 triliun per tahun.
"Dana desa menjadi revolusi besar dalam pembangunan. Pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah desa, dari dan untuk masyarakat desa," kata Samsul.
Kemandirian Desa dan Sinergi Lintas Sektor
Kemendes sendiri menargetkan 115.000 desa di seluruh Indonesia berstatus mandiri pada 2026. Upaya ini didukung dengan 12 aksi prioritas 'Bangun Desa, Bangun Indonesia', termasuk pembangunan infrastruktur dasar, penguatan akses internet dan listrik pedesaan, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Samsul menekankan pentingnya kolaborasi lintas kementerian dan lembaga untuk mencapai target tersebut. Ia menyebut, kementerian lain seperti Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, dan Kementerian Komdigi kini turut berperan aktif memperluas akses layanan di desa.
"Kita tidak bisa bekerja sendiri. Jalan, irigasi, listrik, dan internet di desa harus dikerjakan bersama. Prinsipnya gotong royong antar kementerian untuk kesejahteraan desa," ujarnya.
Kopdes Merah Putih juga diharapkan menjadi jembatan antara petani dan pasar modern melalui model kerja sama seperti kontrak farming. Dengan kepastian pasar, petani dapat meningkatkan produksi secara berkelanjutan sekaligus memperkuat posisi tawar mereka di rantai pasok nasional.
Samsul menegaskan bahwa masa depan Indonesia berada di desa. Ia mengingatkan pentingnya mencegah urbanisasi ke kota besar secara berlebihan dan lebih baik menciptakan lapangan kerja yang layak di wilayah pedesaan.
"Masa depan pangan dan energi kita ada di desa. Karena itu, kita harus membangun ekosistem yang membuat masyarakat nyaman tinggal dan bekerja di desa, tapi dengan penghasilan setara kota," pungkas dia.
Melalui Kopdes Merah Putih, dana desa, serta integrasi program lintas kementerian seperti MBG, pemerintah optimistis mampu mempercepat terwujudnya desa mandiri dan swasembada pangan. Desa bukan lagi sekadar penerima program, tetapi menjadi pelaku utama pembangunan dan kemandirian ekonomi nasional.
(ory/ory)