Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa waktu lalu perusahaan farmasi nasional, PT Kimia Farma berhasil memproduksi obat antriretroviral (ARV) berjenis Efavirenz. Orang dengan HIV-AIDS (ODHA) di Indonesia tidak perlu ragu dengan kualitas obat ARV buatan dalam negeri. Pasalnya, produksi obat ini sudah melalui proses standarisasi yang ketat.
Menurut Samsuridjal Djauzi, ahli HIV-AIDS dari RSCM, produksi obat ARV dalam negeri telah lolos uji Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kandungan obat pun tidak jauh berbeda dengan produk luar negeri.
“Selama hampir 10 tahun menggunakan obat ini kualitasnya sangat memuaskan,” kata dokter berusia 69 tahun yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama RS Dharmais, Jakarta ini kepada CNN Indonesia, Jumat (22/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan diproduksinya Efavirenz, maka jajaran obat ARV lini pertama seluruhnya telah berhasil dibuat di dalam negeri. Selain Efavirenz jenis obat ARV yang sudah di produksi di dalam negeri adalah Lamivudine, Zidovudine dan Nevirapine.
“Kita beruntung bisa memproduksi sendiri,” ujar Samsuridjal. Selama ini, obat ARV yang beredar di masyarakat kebanyakan adalah obat impor dari India. Seringkali obat ini juga tertahan di Bea Cukai sehingga mengganggu proses distribusi ke rumah sakit.
Sebelumnya, produksi obat ARV terkendala masalah hak paten yang hanya dimiliki oleh perusahaan farmasi skala besar. Namun tahun 2001, ada kesepakatan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bahwa obat yang dibutuhkan masyarakat boleh diproduksi sendiri di dalam negeri, terutama di negara-negara berkembang dengan catatan tidak untuk diperdagangkan.