Jakarta, CNN Indonesia -- Selama sepuluh tahun Indonesia jalan di tempat dalam melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Penyebabnya karena tidak ada dukungan operasional yang memadai dari pemerintah setempat.
Hal tersebut diketahui dalam acara peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia 2014 di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (30/9).
Menurut Kepala BKKBN Fasli Jalal, hal tersebut karena tidak terkoordinasikannya lagi kader-kader BKKBN di tingkat desa, sub desa, serta tidak ada dukungan operasional yang memadai dari sebagian besar daerah otonom.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena memang mereka belum menganggap program kependudukan itu prioritas. Dalam pemilu daerah yang diadakan sekali lima tahun biasanya yang dijanjikan dan dibiayai dalam program-program pemda adalah program jangka pendek yang mudah dibuktikan seperti sarana jembatan, sekolah, jalan," kata Fasli.
Sementara, lanjutnya, menjanjikan sarana kependudukan dan keluarga berencana dinilai sulit dibuktikan.
Akibatnya, diam-diam terjadilah pengurangan fokus dan konsentrasi serta dukungan terhadap program kependudukan dan keluarga berencana. "Baru kita sadar setelah membandingkan dua sensus ternyata apa yang kita harapkan tidak tercapai," ucapnya.
Di antara negara-negara Asia lain seperti Thailand, Indonesia bisa dikatakan tertinggal dalam memberikan edukasi tentang kontrasepsi.
Fasli mengatakan bahwa kesuksesan Thailand dalam memberikan pendidikan kontrasepsi karena edukasi yang merakyat. Selain itu, ada norma-norma agama dan budaya yang tidak sama dengan di Tanah Air.
"Kalau di Thailand kondom itu memang dimana-mana disediakan, di sekolah dan di pasar. Kondom juga menjadi iklan bagi siapapun baik itu berpasangan atau tidak. Itu tidak terlalu cocok dengan kita," katanya.
Di Indonesia sendiri undang-undang tentang pelayanan keluarga berencana hanya diberikan kepada pasangan.
Alasan hambatan edukasi keluarga berencana kedua adalah ketersediaan sarana dan prasarana ke daerah-daerah. Walaupun telah ada bidan di desa, tetapi ada jarak yang besar apalagi desa yang terletak di pulau-pulau.
"Dulu sebelum ada JKN, mereka masih membayar. Kalau membayar untuk hidup saja mereka masih berat apalagi membayar untuk pelayanan KB," kata Fasli.
Beberapa kombinasi itulah yang menyebabkan cakupan ber-KB di Indonesia tidak naik, dan akibatnya adalah angka fertilitas total.
"Jadi kesuburan perempuan berpasangan kita dalam jumlah anak yang dilahirkan mereka tidak berubah dari tahun 2002 sampai tahun 2014," ungkapnya.
MDG's AwardMillenium Development Goals 5 adalah tentang kesehatan ibu. Fasli mengatakan, kesehatan Ibu di Indonesia tampaknya tidak mencapai sasaran MDG.
"Karena yang harusnya pada 2015 Indonesia mencapai angka 102 per 100 ribu kelahiran, yaitu 102 orang ibu meninggal per 100 ribu kelahiran, ternyata naik menjadi 359, yang berarti tidak tercapai," ucap Safli.
Sub komponen dari lima sasaran itu adalah akses universal untuk kesehatan reproduksi termasuk keluarga berencana. Jadi dilakukan ulasan terhadap daerah-daerah yang sangat baik dalam meningkatkan akses keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
Hal tersebut dapat dilihat dari data tingkat kesuburan atau TFR (Total Fertility Rate), dibuktikan lewat cakupan ber-KB, jumlah SDM pelayanan, jumlah dana yang diberikan, dan lintas pelayanan.
"Maka dipilihlah beberapa provinsi dan beberapa kabupaten kota yang memang terbukti dari fakta-fakta itu ternyata mereka merupakan contoh yang berhasil dalam memberikan akses universal kesehatan reproduksi agar bisa dilakukan di daerah mereka," ucap Fasli.
"Diantara provinsi yang berprestasi adalah Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, yang menarik Papua Barat ternyata menunjukkan prestasi yang cukup menonjol, dan Sulawesi Tenggara."
Sementara di Jawa Barat ternyata pernikahan usia mudanya masih tinggi, juga cakupan ber-KB-nya belum sebaik yang kita harapkan. Dengan didukung oleh bidan dan berbagai tenaga di puskesmas Fasli berharap bisa mengejar apa yang selama lima belas tahun ini belum berhasil.
"MDGs sudah lima belas tahun dari tahun 2000 sampai 2015 belum berhasil mudah-mudashan untuk lima belas tahun berikutnya untu post MDG yg sekrang disebut Social Development Goals itu bisa kita buktikan."