PEDULI SKIZOFRENIA

Nasib Pengidap Skizofrenia di Indonesia

Karina Armandani | CNN Indonesia
Senin, 13 Okt 2014 14:04 WIB
Indonesia, negara dengan kepercayaan tinggi akan hal mistis membuat para pengidap skizofrenia dianggap terkutuk atau kerasukan makhluk gaib.
Ilustrasi pengidap skizofrenia (Getty Images/Scott Griessel)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia, negara dengan kepercayaan tinggi akan hal mistis membuat para pengidap skizofrenia dianggap terkutuk atau kerasukan makhluk gaib. Tak banyak dari mereka yang mendapatkan penanganan medis, bahkan dipasung oleh keluarga sendiri.

Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa berat. Pengidapnya disebut dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Yang menyedihkan, penyakit ini kurang mendapat perhatian di masyarakat. Banyaknya stigma negatif membuat mereka menjadi makhluk terasing.

Kondisi tersebut diperparah dengan minimnya tenaga ahli dan fasilitas medis di Indonesia. Di negara dengan populasi terbesar ke-3 di dunia, jumlah psikiater di Indonesia tidak sampai 800 orang, dengan psikolog klinis sekitar 400 orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kurangnya sosialisasi dan fasilitas membuat kasus pemasungan semakin tinggi. Sampai tahun 2013, terdapat 56 ribu pengidap skizofrenia yang masih dipasung oleh keluarganya sendiri.

“Di tahun 2009, saya kira terdapat 18 ribu pengidap skizofrenia yang dipasung, ternyata berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013 terdapat 56 ribu yang dipasung,” kata mantan anggota DPR Komisi IX periode 2009-2014, Nova Riyanti Yusuf. Namun jumlah ini diperkirakan hanya fenomena gunung es. Masih banyak pengidap lainnya yang belum diketahui.

Noriyu, sapaan akrabnya, menceritakan pengalamannya saat membebaskan para pengidap skizofrenia di Alor. Banyak dari mereka yang sudah dikurung selama 14 tahun. Kaki mereka bahkan sudah mengecil karena tidak digunakan selama bertahun-tahun.

“Tidak hanya dipasung, beberapa wanita pengidap skizofrenia dimasukkan ke kandang, bahkan juga diperkosa. Setelah diperkosa, dimasukkan lagi ke kandang, setiap hari seperti itu,” kata Noriyu bercerita tentang perlakuan yang didapatkan para pengidap skizofernia di Indonesia.

Ironisnya, perlakuan yang diterima ODGJ ini tidak sekadar dipasung atau dikandangkan. Berada di Rumah Sakit Jiwa atau di klinik-klinik kesehatan jiwa pun tidak menjamin mereka mendapatkan perlakuan yang layak.

Sebanyak 181 dari 644 yang dirawat oleh tenaga medis meninggal karena diare dan kurang gizi di panti-panti jiwa di Indonesia. Angka ini sempat membuat Indonesia menjadi sampul depan beberapa majalah, salah satunya TIME yang menyebutkan Indonesia sebagai pelanggar HAM dan juga negara dengan fasilitas kesehatan jiwa terburuk di Asia.

Layanan-layanan di luar obat-obatan masih sangat minim, sedangkan para pengidap skizofrenia sendiri membutuhkan dukungan dari keluarga dan juga dari masyarakat. Hal ini diungkapkan pendiri Komunitas Pengidap Skizofrenia Indonesia (KPSI), Bagus Utomo.

“Obat memang sangat membantu, tetapi dibutuhkan juga dukungan sosial karena mereka ingin diperlakukan seperti orang biasa,” katanya.

Kondisi pengidap skizofrenia di negara lain

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak lebih dari 20 juta jiwa mengidap skizofrenia di seluruh dunia. Artinya ini telah menjadi masalah global bukan lagi nasional. Namun masing-masing negara memiliki cara sendiri untuk menangani para pengidap skizofrenia.

Untuk negara seperti Australia yang lebih siap, dibangun klinik-klinik komunitas, di mana pengidapnya dapat berkumpul bersama tanpa adanya stigma buruk. Klinik komunitas ini juga tidak terlihat seperti rumah sakit, namun tetap ditangani oleh psikiater atau dokter spesialis kesehatan jiwa.

Selain itu, di sana terdapat hotline khusus bagi para pengidap untuk bercerita atau curhat pada dokter-dokter ahli yang tersedia selama 24 jam.

Indonesia pernah mencoba metode serupa. Namun menurut Noriyu, implementasinya tidak berjalan dengan baik. Hanya terdapat sedikit dokter jiwa yang bertugas membantu pengidap sehingga mereka kewalahan.

Sama seperti di Australia, Amerika Serikat juga memiliki penanganan yang serupa. Jika di Indonesia terdapat KPSI, di Amerika terdapat beberapa organisasi seperti National Alliance on Mental Illnes (NAMI), American Foundation for Suicide Prevention, Treatment Advocacy Center, Treatment Before Tragedy, dan Balanced Mind Parent Network untuk menangani pengidap dan juga dukungan bagi keluarganya.

Organisasi NAMI menyediakan program-program untuk menyusun strategi pemulihan ODGJ. Organisasi ini juga menyediakan grup-grup dukungan yang dapat membantu para pengidapnya. Sedangkan untuk Balanced Mind Parent Network, lebih berfokus untuk memberikan dampingan dan dukungan pada anggota keluarga dengan pengidap gangguan jiwa di dalam keluarganya.

Namun masih ada juga yang menganggap skizofrenia adalah penyakit 'gaib' seperti Indonesia, yaitu Bangladesh. Banyak dari masyarakat Bangladesh yang pergi ke dukun, bahkan mencoba mengobatinya dengan air suci, dan ritual lainnya.

Sisanya di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, penanganan skizofrenia sendiri masih sulit untuk ditangani. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah orang yang bunuh diri di sana.

(mer/mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER