Jakarta, CNN Indonesia -- Ada banyak jenis penyakit rematik. Salah satu yang populer di Indonesia adalah rematik gout alias asam urat. Sementara itu, salah satu jenis rematik yang tergolong kronis yaitu artritis rematoid (AR) atau dalam bahasa ilmiah disebut rheumatoid arthritis masih kurang dikenal.
"Padahal, walaupun dampak kematian hampir tidak ada. AR merupakan peradangan kronik yang paling destruktif. Dia bisa menyebabkan peradangan sendi dan kecacatan," kata Sumariyono, dokter ahli rematologi sekaligus Ketua Indonesian Rheumatism Associations (IRA) di Hotel Borobudur, Jakarta.
Lebih lanjut, Bambang Setiyohadi, dokter rematologi yang juga Penasihat IRA menjelaskan AR adalah penyakit gangguan imunitas (autoimun) yang mengakibatkan peradangan sendi dalam waktu lama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyakit ini menyerang sendi diartrosis atau sendi yang dapat bergerak dan menimbulkan rasa nyeri serta kaku pada sistem muskuloskeletal yang terdiri dari sendi, tulang, otot, dan jaringan ikat.
"Selain itu, AR merupakan penyakit kronis yang artinya menahun dan sistemis, artinya menyerang seluruh tubuh. Walaupun hanya sendi yang sakit, dia bisa menyerang organ lain misalnya darah, pada kasus yang berat dia bisa menyerang pembuluh darah dan jantung," kata Bambang.
AR menjangkiti sebanyak 0,3-1 persen penduduk dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Di Indonesia, dari 198 studi pada 2014 ditemukan rata-rata prevalensi AR adalah 0,24 persen dari total penduduk.
"AR bisa kena semua ras. Tapi perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1:3. Jadi memang lebih banyak menyerang perempuan pada umur 20-45 tahun," ujar Bambang memaparkan data.
Ia lanjut mengatakan, "Sampai saat ini belum diketahui mengapa perempuan lebih rentan. Penyakit rematik memang aneh, AR ini banyak menyerang perempuan, sedangkan asam urat lebih banyak laki laki. Perempuan hampir tidak pernah kena rematik gout kecuali ada genetik."
Meski belum ada studi yang menemukan secara pasti penyebab AR, penderita penyakit ini dapat didiagnosis melalui beberapa gejala atau keluhan.
Di antaranya, kaku pada pagi hari lebih dari satu jam dan menetap selama enam minggu, terdapat minimal tiga sendi yang mengalami peradangan, kelelahan dan kesulitan beraktivitas, dan gejala yang dialami biasanya bersifat simetris atau dirasakan pada kedua sisi tubuh.
"AR dapat menyerang hampir semua sendi tapi terutama pada pergelangan tangan, buku-buku jari, lutut, dan pergelangan kaki," ujar Bambang.
Sendi yang terkena AR akan mengalami pembengkakan seperti kanker, namun bukan kanker, yang sangat destruktif. Ia akan menggerogoti tulang dan tulang rawan di sekitarnya sehingga terjadi kerusakan sendi.
Bambang menuturkan, "Karena kerusakan itu akhirnya ada deformitas pada sendi. Pada tangan misalnya menjadi melengkung sehingga akhirnya tidak bisa memegang apa-apa dan terpaksa menggunakan alat bantu."
Dalam jangka panjang, AR dapat berdampak pada terjadinya inflamasi sendi atau keterbatasan gerak, disabilitas (cacat) fisik, dan harapan hidup yang menurun.
"Harapan hidup menurun itu bukan karena AR-nya tetapi karena komplikasinya. Sering ketika terjadi infeksi pada penderita AR, tidak mudah mengobatinya," kata Bambang.
(win/utw)