Bahaya Gaya Selebriti yang Picu Obsesi Remaja Jadi Langsing

Rahmi Suci Ramadhani | CNN Indonesia
Kamis, 19 Mar 2015 09:38 WIB
Tara memaparkan, saat ini paparan media membuat remaja berekspektasi memiliki tubuh yang kurus seperti model-model catwalk dan artis Korea Selatan.
Ilustrasi pola makan. (Thinkstock/BananaStock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam tiga tahun ke belakang, jumlah remaja di Indonesia yang kelebihan berat badan dan obesitas terus mengalami peningkatan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan 10,3 persen remaja mengalami kelebihan berat badan dan obesitas.

Angka tersebut meningkat tajam dari tahun 2010 di mana hanya 1,4 persen remaja mengalami masalah tersebut. Tara Adhisti de Thouars, psikolog klinis yang banyak menangani masalah berat badan pada remaja, mengungkapkan tekanan-tekanan dari lingkungan berperan penting dalam kasus ini.

"Masalah psikologis akhirnya bisa menyebabkan remaja punya masalah pola makan dan sebaliknya kalau ada masalah pola makan ada dampak psikologis juga," kata Tara dalam acara Peluncuran Buku Cara Fun & Smart Diet Remaja di Klinik lightHOUSE, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/3) sore.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tara memaparkan, saat ini paparan media membuat remaja berekspektasi memiliki tubuh yang kurus seperti model-model catwalk dan artis Korea Selatan yang tergambar di media massa. Dalam persepsi mereka, cantik adalah punya tubuh yang kurus.

Namun, realitas yang dihadapi remaja tak sesuai dengan yang mereka inginkan. Menurut Tara, lingkungan keluarga kian membiasakan remaja banyak memakan makanan kurang sehat, khususnya di luar rumah. Selain keluarga, gaya hidup juga menyebabkan remaja bertambah gemuk.

"Remaja saat ini aktivitasnya lebih terbatas, lebih banyak di depan televisi dan internet. Sementara aktivitas berkurang, makan justru bertambah banyak terutama ngemil," kata Tara.

Belum lagi, Tara menambahkan, kebiasaan makan dengan teman sebaya setelah bermain atau jalan-jalan. Apalagi, media sosial seperti Instagram pun kerap menampilkan gambar-gambar makanan menggugah selera.

Di sisi lain, ada kerancuan di mana orang tua, teman sebaya, dan media menuntut remaja untuk memiliki tubuh yang kurus. Tarikan-tarikan di lingkungan sekeliling remaja itu membuat mereka memiliki kebiasaan makan yang salah, bahkan melakukan diet ketat yang tidak sehat.

"Tubuh sebenarnya sudah diprogram ada mekanisme ilmiahnya untuk tahu kapan waktunya lapar dan harus makan, juga kapan kenyang sehingga harus berhenti makan. Tekanan-tekanan dari luar itu yang membuat program tersebut jadi kacau," ujar Tara.

Ia menjelaskan, remaja cenderung rentan mengalami masalah makan dan berat badan karena masih dalam proses membentuk identitas diri dan tidak stabil secara emosional. Remaja masih amat bergantung pada apa yang dikatakan oleh orang tua dan teman-temannya tentang diri mereka.

"Akhirnya, remaja bukan mendapatkan tubuh yang sehat tapi malah terjebak pada siklus diet yang salah," kata Tara.

Selain itu, bukannya bertambah kepercayaan diri, diet justu membuat remaja semakin tidak percaya diri. Seharusnya bertambah kurus karena berdiet malah semakin berat karena pada akhirnya makan lebih banyak.

"Ini juga membuat remaja berfokus pada hal yang kurang penting sehingga tumbuh kembang fisik dan mentalnya juga akan terganggu," ucap Tara.

Pada akhirnya, bagaimana remaja mampu menumbuhkan percaya diri dari badan yang sehat berkorelasi dengan penerimaan diri. Dasarnya, remaja perlu dipahamkan bahwa ada beberapa hal yang dapat diubah dan ada pula yang harus diterima.

Di samping itu, orang tua juga memeran peran penting dalam mengajarkan anak makan sehat.

"Banyak sekali kasus obesitas yang kalau kita mau gali, itu muncul dari kecil. Dan bagaimana orang tua menanamkan perilaku makan akan terbawa hingga anaknya dewasa kelak," katanya, (utw/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER