Jakarta, CNN Indonesia -- Gagasan yang mengatakan, Anda harus tetap terhidrasi telah mendarah daging sejak kecil. Bagi para atlet saran tersebut diterjemahkan menjadi, minum yang banyak dan minum yang sering ketika berolahraga.
Namun, pertemuan para ahli menyimpulkan, praktik meminum air seperti itu tidak hanya ketinggalan zaman, tapi juga berbahaya. Dilansir dari laman
Washington Post, sebuah kelompok yang mewakili dokter olahraga, ahli fisiologi, dan pelatih, mengeluarkan pedoman baru.
Mereka menyarankan agar orang-orang berhenti minum secara berlebihan selama aktivitas fisik. Singkatnya, Anda hanya harus minum ketika sedang haus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menulis dalam Jurnal Klinik Kedokteran Olahraga, para ahli mengatakan, minum yang agresif untuk mencegah dehidrasi adalah tidak perlu dan membawa risiko lebih besar.
Rekomendasi untuk asupan cairan menyarankan, “Atlet harus mulai meminum cairan sebelum timbulnya sensasi rasa haus ketika berolaraga, dalam situasi di mana tingkat keringat yang tinggi dan dehidrasi bisa berkembang pesat,” kata mereka.
Sayangnya, saran tersebut diikuti kesalahpahaman bahwa haus adalah tanda untuk penggantian cairan. “Kami percaya bahwa keyakinan tersebut membuat individu secara tidak sengaja minum berlebihan.”
Bahaya minum berlebihan bisa serius. Dari pusing, mual, sampai edema serebral, di mana otak membengkak karena kelebihan air.
Setidaknya 14 atlet, termasuk seorang perempuan yang meninggal dunia dua hari setelah menyelesaikan maraton Korps Marinir pada 2002, diyakini meninggal karena minum berlebihan selama latihan. Mereka diketahui mengalami kondisi hiponatremia atau EAH.
Ketika cairan berlebihan masuk ke dalam tubuh, konsentrasi natrium dapat turun drastis sehingga ginjal menjadi kelebihan beban dan tidak dapat mengekskresi beban air.
Sel-sel di tubuh mulai menyerap air. Hal tersebut dapat menyebabkan pembengkakan di seluruh tubuh, yang paling serius di otak karena dapat menyebabkan kejang, koma, bahkan kematian.
Efek tersebut dijelaskan dalam artikel di jurnal
Medicine & Science in Sports & Exercise, Universitas Oakland, oleh peneliti Tamara Hew-Butler. Batler merupakan anggota dari panel yang membuat rekomendasi baru ini.
Dari sekitar 669 atlet yang sampai garis akhir, 18,5 persen mengalami dehidrasi dan 34,9 mengalami hidrasi berlebihan. Panel ahli itu merekomendasikan pengobatan kondisi EAH dengan memberikan larutan garam, yang tiga kali lebih pekat dari larutan garam yang normal, kepada pasien untuk rehidrasi.
(win/mer)