Orang Berpenyakit 'Vampir' Kini Bisa Terpapar Matahari

Windratie | CNN Indonesia
Kamis, 02 Jul 2015 09:43 WIB
Orang dengan kondisi protoporphyria erythropoietic, rasa sakit terbakar parah pada kulit, kini dapat terpapar sinar matahari berkat sebuah penemuan obat.
Protoporphyria erythropoietic adalah rasa sakit seperti terbakar pada kulit setelah terpapar sinar matahari beberapa menit. (Thinkstock/Alliance)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah obat penggelapan kulit dapat melindungi orang-orang dengan kondisi langka dari rasa sakit serius yang dialami mereka. Kondisi langka itu membuat mereka menghindari sinar matahari, seperti kisah vampir di film-film. Hal tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat.

Kondisi, yang dikenal sebagai protoporphyria erythropoietic tersebut, menyebabkan rasa sakit terbakar parah pada kulit setelah beberapa menit terpapar sinar matahari langsung. Rasa sakit tersebut dapat berlangsung selama berhari-hari.

Kadang menyebabkan kemerahan dan pembengkakan pada kulit. Bahkan sinar terang atau sinar matahari yang masuk melalui jendela bisa memicunya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para korban menyebut diri mereka sebagai 'shadow hoppers' atau orang yang melompat dalam bayangan, kata Manisha Balwani, dokter yang juga peneliti dari Amerika Serikat.

Orang dewasa yang menerima obat yang ditanamkan tersebut melaporkan, mereka bisa menghabiskan secara signifikan lebih banyak waktu di bawah sinar matahari, daripada mereka yang menerima implan plasebo.

Kendati demikian, peningkatan tersebut tak selalu dramatis, karena orang dengan kondisi itu telah mengembangkan penolakan kuat pada sinar matahari yang sulit diatasi.

“Dalam uji coba ini, peningkatan terbesar adalah pada kualitas hidup. Hal ini membuat perbedaan besar,” kata Balwani, peneliti dari Sekolah Kedokteran Icahn di Rumah Sakit Mount Sinai, di New York, seperti dilansir dari laman Reuters.

“Ini adalah kondisi parah dengan fotosensitifitas ekstrem. Dan ini menunjukkan aksi dari zat yang penggelapan kulit yang terukur dan signifikan,” kata David Fisher, kepala dermatologi di Rumah Sakit Umum Massachusetts yang tidak terlibat dalam penelitian.

“Secara statistik perubahannya signifikan, tetapi sederhana.” Obat itu adalah afamelanotide dari perusahaan farmasi Clinuvel Pharmaceutical. Obat dijual di Italia dan Swiss di bawah nama merek Scenesse. Perusahaan farmasi tersebut dibayar untuk penelitian.

Obat implan seukuran gandum tersebut diberikan setiap dua bulan sekali. Obat itu mendorong pertumbuhan pigmen pembawa melanin dalam sel-sel kulit. Meski sudah disetujui, tapi obat tersebut belum dipasarkan di Uni Eropa.

Obat masih menunggu persetujuan di Amerika Serikat. Biayanya saat ini adalah  US$ 36 ribu per tahun atau sekitar Rp 480 juta, menurut juru bicara perusahaan. Belum ada harga pasti yang ditetapkan ketika obat tersebut tersedia di seluruh Eropa, yang mungkin pada akhir tahun ini.

(win/mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER