Jakarta, CNN Indonesia -- Mata sering disebut sebagai jendela jiwa. Ternyata bukan hanya itu. Karena lewat mata juga kadar kesehatan seseorang bisa diterka. Bahkan ada sebuah cabang ilmu yang secara khusus mendeteksi kesehatan organ dalam tubuh manusia melalui bentuk iris di mata, yakni iridologi.
Kini para ahli menemukan hal lain yang baru. Sebuah penelitian menemukan bahwa orang dengan warna bila mata yang lebih cerah cenderung berisiko lebih tinggi kecanduan alkohol dibanding mereka yang punya bola mata lebih gelap. Semisal warna coklat atau hitam.
Dalam penelitan ilmiah itu 1.263 orang Amerika keturunan Eropa dilibatkan termasuk di dalamnya 992 orang yang telah didiagnosa dengan masalah ketergantungan alkohol dan 271 orang yang tidak mengalami masalah dengan ketergantungan alkohol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti menemukan bahwa tingkat ketergantugan pada alkohol 54 persen lebih tinggi pada orang-orang dengan bola mata yang lebih terang — termasuk di dalamnya biru, hijau, abu-abu, dan coklat muda — dibanding mereka yang berwarna lebih gelap.
“Ini menunjukkan sesuatu yang agak menarik — bahwa warna mata bisa digunakan di klinik-klinik ketergantungan alkohol sebagai alat diagnosis,” kata Arvis Sulovari, salah seorang penulis penelitian dan ahli di bidang biologi selular dan molekular di University of Vermont seperti dikutip Huffington Post.
Prevalensi atau angka kejadian ketergantungan akan alkohol tercatat paling tinggi pada orang dengan mata biru — jumlahnya lebih tinggi 80 persen dibanding orang dengan bola mata warna yang lain, berdasarkan studi itu.
Lebih jauh hubungan antara warna bola mata dan peningkatan risiko dari ketergantungan alkohol dikonfirmasi dengan hasil dari analisis yang menunjukkan hubungan yang bermakna antara komponen genetik yang bertanggung jawab akan pembentukan warna bola mata dan penelitian tentang hubungan risiko orang kecanduan alkohol.
Namun, para peneliti masih belum memahami apa dasar hubungan tersebut. “Sehingga penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan,” kata Dawei Li, penulis penelitian lain yang juga asisten profesor di University of Vermont.
Namun penelitian ini ada kekurangannya, kata Gil Atzmon, profesor kedokteran dan geneti di Albert Einstein College of Medicine, New York, yang tak terlibat dengan penelitian itu.
Sebagai contoh, meski peneliti juga mempertimbangkan jenis kelamin dan usia untuk melihat apakah semua faktor itu punya peran dalam risiko jadi ketergantungan akan alkohol, mereka tidak meneliti faktor lain yang juga mempengaruhi risiko ketergantungan akan alkohol. “Seperti tingkat pendapatkan atau kesehatan mental, “ kata Atzmon.
Sayangnya peneliti tidak melihat apakah orang yang mengikuti penelitian itu sedang mengalami depresi atau tidak. “Seperti diketahui depresi adalah salah satu kondisi yang mungkin berkaitan dengan kecenderungan untuk minum alkohol lebih banyak,” kata Atzmon.
Penelitian terbaru itu dipublikasikan di American Journal of Medical Genetics: Neuropsychiatric Genetics Part B edisi bulan Juli.
(utw/utw)