Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi Anda yang ingin punya keluarga dengan anak-anak yang bisa tumbuh sehat, mungkin Anda bisa memilih untuk tinggal di Jepang. Seandainya tidak bisa, cara para orang tua Jepang mendidik anak-anak mereka bisa dicontoh.
Karena faktanya saat ini Jepang menjadi negara dengan tingkat kesehatan masyarakatnya termasuk yang tertinggi di dunia.
Mengutip Today, jurnal kesehatan Tha Lancet mencatat negara tersebut sebagai tempat di dunia dengan usia harapan hidup tertinggi. Rata-rata pria dan wanita di negeri Sakura itu bisa hidup sampai usia 73 tahun tanpa sakit yang parah atau disabilitas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan Amerika Serikat saja tak bisa menyamai Jepang. Tidak masuk dalam 10 besar negara yang tersehat. Anak lelaki Amerika rata-rata bisa hidup hingga 76 tahun, namun sebenarnya hanya bisa menikmati hidup yang sehat hingga usia 65 tahun saja.
Lalu apa sebenarnya rahasia orang Jepang dalam hal kesehatan ini? Penulis buku
Secrets of the World's Healthiest Children: Why Japanese Children Have the Longest, Healthiest Lives — And How Yours Can Too, Naomi Mariyama dan suaminya William Doyle menemukan kunci utama kesehatan Jepang.
“Cara orang Jepang makan dan bergerak jadi kunci utama kesehatan dan resep panjang umur mereka,” Moriyama yang tumbuh besar di Jepang tapi kini tinggal di New York mengungkapkan.
“Dibandingkan dengan negara maju lain, orang Jepang makan lebih sedikit kalori per harinya. Dan polanya sangat sehat: lebih banyak ikan, banyak sayur, kurangi daging dan susu dan makanan penutup yang lebih kecil. Ukuran porsinya secara keseluruhan sangat masuk akal,” kata Moriyama.
Berikut enam pelajaran penting dari keluarga Jepang untuk hidup yang lebih sehat dan panjang umur.
Menu makanan orang Jepang biasanya sebagai berikut: semangkuk kecil nasi, semangkuk sup miso, tiga jenis lauk dalam piring atau mangkuk kecil, seporsi kecil ikan, daging atau tahu dan dua jenis sayuran.
Moriyama menganjurkan memang Anda tak harus langsung memasak ala Jepang seperti itu. Tapi ambil inspirasinya: makan lebih banyak buah, sayur, serat dan ikan, yang minim kepadatan kalorinya. Hindari makanan olahan dengan kalori tambahan atau penambahan gula.
Artinya, orang Jepang jarang yang menganggap makanan tertentu sebagai makhluk jahat yang harus diperangi. Anak-anak tetap diizinkan makan cemilan dan yang manis-manis, namun dengan porsi dan frekuensi yang tepat.
“Makanan disajikan dalam piring yang kecil, porsinya juga lebih kecil lagi. Kami percaya pada pantangan yang fleksibel akan makanan yang tak sehat. Ini sudah jadi budaya Jepang,” kata Moriyama.
“Jadi silakan nikmati pizza, es krim, kue atau keripik bersama keluarga di rumah. Tapi ingat porsinya.”
Untuk menjaga kedisiplinan jangan tergoda menyimpan di rumah dalam porsi besar makanan seperti keripik kentang atau es krim.
“Anda mungkin sering mendengar bahwa nasi itu punya indeks glikemik yang tinggi, menaikkan kadar gula darah atau menambah berat badan. Faktanya para ahli tidak setuju jika kemudian memantang nasi untuk orang yang tidak diabetik,” kata Moriyama,
“Sushi misalnya, kadar indeks glikemiknya tidak tinggi karena dicampur dengan bahan lain, mulai dari ikan, sayuran hingga rumput laut,” kata Moriyama. “Buktinya orang Jepang tidak semua jadi mengidap diabetes. “
Namun Moriyama dan Doyle sepakat dengan para ahli yang mengatakan nasi merah jauh lebih baik dan kaya akan nutrisi.
Aktivitas fisik orang Jepang terlatih sejak usia sangat dini. Lebih dari 98 persen anak-anak Jepang berangkat ke sekolah berjalan kaki atau naik sepeda menurut data Badan Kesehatan Dunia, WHO.
Maknanya anak-anak Jepang telah memenuhi rekomendasi untuk anak-anak berjalan selama 60 tiap hari hanya dari berangkat dan pulang sekolah. “Kebiasaan ini akan terbawa hingga mereka dewasa,” kata Moriyama.
Jika tidak menggunakan kendaraan bermotor tidak realistis untuk anak, Moriyama punya solusi lain. “Matikan semua gawai Anda satu jam saja tiap malam, tanpa terkecuali, dan gunakan waktu itu untuk jalan-jalan bersama keluarga,” kata Moriyama.
“Efek kesehatannya untuk anak-anak … akan sangat luar biasa.” Hasil penelusuran Moriyama menunjukkan bahwa pemilihan makanan dan kegembiraan saat kumpul bersama keluarga menjadi komponen tentang gaya hidup sehat anak di masa depan.
Orang tua di Jepang menginspirasi anak sejak bayi untuk menjajal berbagai makanan yang berbeda. Termasuk sayur dan buah. Makan bersama orang tua adalah ritual keluarga yang penting.
Bukan sekadar jadi orang tua otoriter yang melarang anak makan manis, saat berkumpul orang tua bisa memberi pesan pada anak. “Seperti habiskan makananmu atau kau tak bisa mendapat es krim. Namun orang tua Jepang juga tak akan terlalu reaktif jika anak menolak makanan baru, atau tidak mampu menghabiskan makanan di piring mereka,” kata Moriyama. Sekolah-sekolah di Jepang menjadikan momen makan siang sebagai pendidikan tentang makanan sehat bagi anak-anak, kata Moriyama.
Mulai dari sekolah dasar, saat makan siang anak-anak sudah disuguhi dengan makanan sehat yang seringkali berasal dari bahan makanan lokal yang ditanam dan diolah di sekolah juga.
Jika anak-anak tak suka makan siang, mereka rugi. Karena makanan yang tak sehat tidak tersedia. “Cara ini, percayalah, membuat mereka belajar tentang makanan sehat, makanan nikmat disuguhkan pada mereka,” Moriyama menegaskan.
Ada saatnya anak-anak bertugas menyiapkan makan siang mereka sendiri. Pendidikan tentang makanan adalah bagian dari kurikulum.
Tak hanya itu, mereka bahkan sesekali berkunjung ke pertanian, belajar tentang nutrisi, memasak, menata meja dan berbagai keterampilan sosial lainnya. Ini akan membuat anak memiliki kebiasaan makan makanan yang sehat.
“Bagi mereka yang berada di luar Jepang, inspirasinya adalah jika Anda tak bisa mempengaruhi anak tentang makan siang mereka, beri petunjuk saat sarapan dan makan malam,” Moriyama menambahkan.