Biak, CNN Indonesia -- Sajian kuliner bukan hanya menjadi pemanja lidah semata. Di berbagai daerah, kuliner yang tersaji juga bias menggambarkan budaya maupun kehidupan masyarakat di daerah itu sendiri.
Biak, Papua, memang tidak memiliki makanan khas tersendiri. Sama seperti wilayah Papua lainnya, papeda menjadi makanan khas di sini. Tapi, bukan berarti tidak bisa mencicipi makanan lainnya.
Ada juga makanan yang sudah tidak asing lagi tapi patut dicoba ketika bertandang ke Biak. Misalnya saja ikan bakar dan mi ayam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkunjung ke tanah Papua tak lengkap rasanya jika belum mencicipi papeda. Makanan yang terbuat dari sagu itu sudah selalu di buru wisatawan yang berkunjung ke Papua. "Kalau orang Papua justru jarang makan papeda," kata Erwin. Tapi bukan berarti mereka meninggalkan makanan itu sama sekali.
Salah satu restoran yang menjual papeda lengkap dengan ikan kuah kuningnya di Biak adalah restoran Furama. Kami pun langsung memesan seporsi papeda beserta ikan kuah kuningnya. Kami sengaja memesan tak terlalu banyak karena mau icip-icip saja.
Tadinya kami mengira seporsi papeda disajikan dalam satu piring saja. Tapi ternyata, seporsi papeda disajikan semangkuk besar. Mangkuknya seperti yang biasa digunakan untuk menampung nasi buat beberapa orang. Ikan yang disajikan pun porsinya sama. Semangkuk besar ikan merah dipotong lima, menjadi teman makan papeda kami malam itu.
"Kalau makan papeda, ambil kuah ikannya dulu. Biar papedanya tidak lengket di piring," ujar Erwin menegur kami yang mengambil papedanya terlebih dulu. Maklum ini kali pertama kami makan papeda, jadi tak tahu caranya.
Rasa ikan kuah kuningnya begitu segar dan gurih. Apalagi kuahnya masih hangat, menambah kenikmatan tersendiri. Daging ikannya juga lembut.
Setelah menyendok kuah ikan, saatnya menambahkan papeda. Erwin terlihat tersenyum-senyum melihat cara kami memindahkan papeda dari mangkuk besar itu ke piring memakai sebuah garpu yang tak kunjung berhasil.
Dia pun langsung mengambil alih. Kedua tangannya langsung menggenggam garpu dan menyendokkan papeda dengan lihainya. "Harus diputar-putar seperti ini biar tidak putus.
Benar saja, piring kecil kami langsung penuh papeda dan siap disantap. Tekstur kenyal papeda berpadu dengan kuah segar dan daging ikan yang lembut bercampur dalam satu suapan. Sungguh pengalaman kuliner yang menarik. Ketika ditanya makanan khas Biak, Erwin hanya menjawab papeda. Ia kebingungan merekomendasikan makanan khas Biak kepada kami. Tapi, dia bilang, di Biak banyak tempat makan ikan bakar.
Kami pun akhirnya memutuskan untuk makan ikan bakar. berharap ikan yang kami coba di Biak berbeda dengan yang ada di Jakarta.
Di sebuah warung makan sederhana yang tak seberapa besar dan terbuat dari bambu, bernama warung salim, kami memesan cukup banyak ikan. Sayangnya saat itu jenis ikan yang ditawarkan hanya ada dua, ikan baronang dan ikan bobara.
Setelah menunggu sekitar 15 menit, ikan yang kami pesan mendarat di meja. Aromanya begitu menggugah selera. Satu porsi ikan disajikan dengan nasi dan tiga sambal sekaligus.
Ada sambal colo colo, sambal terasi, dan sambal cabai. Sambal colo colo warung ini terbuat dari irisan tomat hijau, bawang merah, dan cabai rawit yang dicampur dengan garam dan jeruk nipis. Rasa pedas dan asam dari sambal ini cocok sekali disantap dengan ikan bakar yang gurih.
Sambal terasi pun tak kalah enaknya. Takaran pedas dan terasinya terasa pas di lidah. Hasilnya, hampir semua sambal terasi yang disajikan pada piring kecil ludes dilahap.
Rasa berbeda ditawarkan oleh sambal cabai. Dibuat dari cabai rawit merah, jahe, bawang putih, bawang merah dan sedikit tomat, rasa sambal ini cenderung asam. Rasa pedasnya juga lebih nyelekit dibandingkan kedua sambal lainnya.
Warung ikan bakar ini bisa ditemukan di dekat Nirmala Hotel di pusat kota Biak. Harganya cukup terjangkau, sembilan ekor ikan lengkap dengan nasi, sambal, dan minum tak sampai Rp700 ribu. Satu lagi kuliner yang patut di coba ketika Anda pergi ke Biak adalah mi ayam. Mungkin bagi beberapa orang mi ayam sudah terlalu biasa untuk diicip. Tapi tidak dengan mi ayam satu ini. Warung tenda mi ayam yang terletak di seberang Lembaga Kesejahteraan dan Sosial Anak ini kabarnya menyajikan mi ayam terenak se-kota Biak.
Saat kami menginjakkan kaki di warung sederhana yang terletak di teras samping sebuah bangunan itu, warungnya terlihat penuh pengunjung. Setidaknya pemandangan ini semakin menguatkan kalau mi ayam di sini benar-benar enak. Tak seperti mi ayam kebanyakan, di sini mi ayam disajikan dengan kuah melimpah dan potongan ayam yang besar. Dari tampilannya saja sudah menggugah selera.
Mi yang disajikan begitu lembut dengan kuah yang begitu gurih. Darmin, sang pembuat mi ayam mengatakan, ia membuat mi sendiri di rumah. Ia juga menambahkan bumbu sendiri sehingga rasa gurih mi ayamnya berbeda. "Pakai bumbu bawang merah, bawang putih, sama jahe," ujarnya kepada CNN Indonesia.
Satu lagi yang membuat berbeda adalah, pengunjung bisa menambahkan air jeruk nipis pada mi ayamnya. Beberapa tetes jeruk nipis ternyata cukup mengubah cita rasa mi ayam ini. Kuahnya jadi terasa lebih segar, seperti ketika menyantap soto. Anda juga dapat menambahkan telur rebus yang sudah disediakan di atas meja, di samping potongan jeruk nipis dalam mangkuk.
Harga seporsi mi ayam milik pak Darmin ini dibanderol Rp13 ribu. Harga yang cocok untuk ukuran porsi yang cukup besar dengan potongan ayam yang banyak.