Ketika ditanya makanan khas Biak, Erwin hanya menjawab papeda. Ia kebingungan merekomendasikan makanan khas Biak kepada kami. Tapi, dia bilang, di Biak banyak tempat makan ikan bakar.
Kami pun akhirnya memutuskan untuk makan ikan bakar. berharap ikan yang kami coba di Biak berbeda dengan yang ada di Jakarta.
Di sebuah warung makan sederhana yang tak seberapa besar dan terbuat dari bambu, bernama warung salim, kami memesan cukup banyak ikan. Sayangnya saat itu jenis ikan yang ditawarkan hanya ada dua, ikan baronang dan ikan bobara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah menunggu sekitar 15 menit, ikan yang kami pesan mendarat di meja. Aromanya begitu menggugah selera. Satu porsi ikan disajikan dengan nasi dan tiga sambal sekaligus.
Ada sambal colo colo, sambal terasi, dan sambal cabai. Sambal colo colo warung ini terbuat dari irisan tomat hijau, bawang merah, dan cabai rawit yang dicampur dengan garam dan jeruk nipis. Rasa pedas dan asam dari sambal ini cocok sekali disantap dengan ikan bakar yang gurih.
Sambal terasi pun tak kalah enaknya. Takaran pedas dan terasinya terasa pas di lidah. Hasilnya, hampir semua sambal terasi yang disajikan pada piring kecil ludes dilahap.
Rasa berbeda ditawarkan oleh sambal cabai. Dibuat dari cabai rawit merah, jahe, bawang putih, bawang merah dan sedikit tomat, rasa sambal ini cenderung asam. Rasa pedasnya juga lebih nyelekit dibandingkan kedua sambal lainnya.
Warung ikan bakar ini bisa ditemukan di dekat Nirmala Hotel di pusat kota Biak. Harganya cukup terjangkau, sembilan ekor ikan lengkap dengan nasi, sambal, dan minum tak sampai Rp700 ribu.