Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang perempuan melakukan upaya bunuh diri setelah dia berjuang melawan gangguan mengelupas kulit kompulsif. Gangguan perilaku tersebut mengakibatkan tubuhnya ditutupi banyak bekas luka. Namun, berkat terapi, perempuan itu kini mengalami pemulihan luar biasa.
Angela Hartlin akan menghabiskan waktu hingga delapan jam sehari untuk mengelupas kulit wajah, lengan, dan dadanya. Dia melakukan itu karena gangguan dermatillomania, gangguan kontrol impuls di mana seseorang tidak mampu berhenti menggaruk kulitnya.
Para dokter bingung dengan kondisi Hartlin, dan berkata perempuan 29 tahun itu tak akan mampu pulih. Hartlin pun terguncang dan mengalami depresi. Dia bahkan mencoba untuk menghabisi nyawanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhirnya dia memutuskan keluar dari universitas, dan menolak terlihat di depan umum. Dia menjadi tahanan di rumahnya sendiri. Namun berkat terapi, Hartlin mengalami pemulihan yang luar biasa, kulitnya kini sudah benar-benar sembuh.
Untuk menyebarkan kesadaran akan kondisi yang pernah dialaminya, dia membuat sebuah film dokumenter tentang gangguan tersebut. Hartlin, dari Nova Scotia, Kanada tersebut mengatakan, “Saya mengelupaskan (kulit) sampai delapan jam sehari. Saya benci penampilan saya, tapi ada rasa lega ketika melakukannya.”
Hartlin mengatakan bahwa hal tersebut terjadi sangat otomatis. Dia tidak mengerti mengapa dia melakukannya atau apa yang memicunya pada saat itu. “Saya berkata pada diri sendiri bahwa saya aneh.”
Ketika remaja, luka itu sangat jelas, kata Hartlin. “Saya tidak memberitahu satu orang pun, berpura-pura luka itu adalah jerawat.” Saat pelajaran olahraga, Hartlin akan mengganti baju di kamar mandi. “Saya tidak akan menunjukkan kaki saya dan saya tidak pernah berkencan.”
Titik terendah Hartlin adalah saat dia memutuskan berhenti kuliah. Dia mengatakan, “Saat usia 18 tahun, saya mencoba mengakhiri hidup saya. Saya di kampus dan merasa sangat terisolasi dengan gangguan ini.”
Hartlin yang putus asa berupaya melakukan terapi, dan pada 2014 dia membuat video dokumenter berjudul Scars of Shames untuk meningkatkan kepedulian terhadap penderita dermatillomania. Hidupnya berubah saat seorang ahli psikoterapi menghubunginya.
Menjalani 12 minggu konseling, Hartlin dan terapisnya mampu mengatasi beberapa masalah mendasar yang membautnya tidak berhenti mengelupas kulit. “Saya menggunakan teknik-teknik berbeda untuk memblokir kebiasaan tersebut. Terapis saya memberikan cara untuk berbicara kepada diri sendiri, dan mengidentifikasi pemicu yang berbeda.”
Psikoterapis membantunya menyadari perasaan terpukul yang dia rasakan sejak ayahnya menderita aneurisma otak saat usianya masih muda.
Menurut laman anxiety.uk, dermatillomania adalah gangguan berupa keinginan berlebihan untuk 'membubuti' kulitnya sendiri. Beberapa penderita mengalami kondisi yang begitu parah sampai merusak kulit mereka.
Mereka yang mengidap kondisi ini biasanya memulai dengan mencabut kulit di wajah mereka sebelum akhirnya pindah ke bagian tubuh lain. Kondisi ini dikategorikan sebagai gangguan obsesif kompulsif (OCD). Gangguan ini bisa menyebabkan perdarahan, memar, dan infeksi kulit.
(win/win)