Jakarta, CNN Indonesia -- Baru dua setengah bulan berdiri, Indonesian Fashion Chamber (IFC) sudah merencanakan berbagai kegiatan besar yang terangkum dalam program kerja mereka selama setahun ke depan. Sebagai puncaknya, IFC akan menyelenggarakan IFC Fashion Week pada April 2017.
"Kami yakin dengan jumlah desainer yang ada dan pekan mode yang ada saat ini tidaklah cukup. Biar nanti kelihatan, siapa bermanfaat untuk apa," kata Ali Charisma,
National Chairman IFC saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com dalam acara penyampaian program kerja IFC di Artotel Thamrin, Jakarta, Kamis (25/2).
"Apakah pekan mode saat ini terlalu banyak, saya rasa tidak, karena Indonesia masih mencari bentuk dalam bermode. Dari kami, bentuk etnik kontemporer itu belum tercapai. Dengan adanya IFC Fashion Week, semoga akan terlihat inilah
fashion Indonesia," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IFC merupakan asosiasi perancang mode yang didirikan oleh tujuh desainer yang mengundurkan diri dari Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) pada November lalu. Pengunduran ketujuh desainer tersebut ternyata diikuti 118 lainnya lalu kemudian mendeklarasikan IFC pada 17 Desember 2015.
Setelah kurang lebih dua bulan pasca deklarasi, IFC kemudian memaparkan serangkaian program dan acara yang akan mereka laksanakan selama setahun ke depan. Saat pendeklarasian, mereka mengaku belum siap dengan program kerja dari asosiasi mode paling bontot di Indonesia ini.
Dengan beberapa divisi dan 11 cabang yang disebut chapter, IFC menjadwalkan
Surabaya Fashion Parade pada Maret nanti,
Trend Preview 2017 pada 25 April,
Semarang Weekend Dress Up pada Mei. Sedangkan acara nasional yang akan mereka selenggarakan di antaranya adalah
Muslim Fashion Festival pada Mei 2016,
Jogja Fashion Week pada Agustus,
International Ethnic Etich Fashion, dan berakhir di IFC Fashion Week pada April 2017.
Luas dan KolaboratifAli juga menggambarkan IFC Fashion Week akan menggunakan lima hall yang ada di Jakarta Convention Centre (JCC), termasuk Hall A dan B. Ini diakuinya lebih besar dibandingkan Indonesia Fashion Week (IFW). Di tahun keempatnya pada 2015 kemarin, IFW menggunakan empat hall.
Bukan cuma luasan area pekan mode yang bertambah, Ali juga menyebutkan hampir semua jenis mode ada di dalam IFC Fashion Week, mulai dari
menswear, eveningwear baik muslim ataupun konvensional,
urban mode, beragam tekstil, hingga
kidswear. Bahkan, Ali dan IFC mengalokasikan Hall B untuk kolaborasi mode dengan konser musik.
"Ukuran IFC Fashion Week ini tantangan, kalau besar sekali rasanya tidak. Sebelumnya (IFW) sudah bisa dan kami rasa ini langkah yang pas dengan lima Hall, dan salah satunya untuk konser musik," kata Ali.
"Industri mode sangat dekat dengan industri musik, terutama konser. Musik saja mulai berkolaborasi dengan yang lain, mengapa mode tidak? Mode juga haru berkolaborasi agar ada apresiasi, dengan ini juga memberikan pengetahuan mode kepada yang lain. Ini langkah awal mode siap kolaborasi terhadap industri lain," lanjutnya.
Dalam pelaksanaanya, Ali menjamin bahwa IFC terbuka untuk siapapun yang menginginkan bergabung pada acara mereka. Ia mengakui tidak semua anggota IFC dapat mengikuti semua kegiatan yang sudah dicanangkan, dan ia pun menjamin IFC akan menggandeng rekan pelaksana yang berbeda untuk setiap acara.
Fokus ke EtnikSalah satu 'peninggalan' dari asosiasi sebelumnya yang ditekankan IFC dalam setiap program kerja dan kegiatan adalah penggunaan unsur etnik, dan ini pun terlihat dari salah satu program bernama
International Ethnic Etich Fashion."Ini acara yang memang kami dedikasikan khusus untuk etnik, fokus. Semua yang akan bergabung mengeluarkan karya dengan inspirasi dari etnik, mulai dari bahan hingga terinpirasi budaya," papar Ali.
Keberadaan unsur etnik dalam mode dirasa penting bagi Ali dan IFC karena Indonesia diyakini memliliki kekuatan budaya yang besar. Sejauh ini, masing-masing pusat mode memiliki ciri, seperti Paris dengan
couture dan yang lainnya.
Pun menurut Ali, Indonesia memiliki 'saingan' seperti India dan Thailand yang punya budaya unik hingga menarik perhatian dunia. Kata Ali, India telah mengambil peran mode dengan etnik yang konvensional, dan adalah kesempatan Indonesia mengambil peran di mode dengan etnik kontemporer.
"Nanti untuk asing kami beri kuota, tidak lebih dari 30 persen di acara ini. Kami berusaha dari awal untuk memberikan kesempatan desainer Indonesia guna memanfaatkan semaksimal mungkin," kata Ali.
"Memang kami sadar kalau ditanya perkembangan mode tidak terlalu signifikan. Tapi semua tergantung sudut pandangnya. Kalau ada desainer yang sukses di luar negeri tapi tak ada pengaruhnya kepada Indonesia, ya itu kosong," kata Ali.
"Untuk menghasilkan desainer Indonesia yang sukses di dunia itu butuh waktu usaha panjang, mulai dari tekstil, kualitas, dan tentu mengajak semua orang. Lagipula mode bukan budaya asli Indonesia, sehingga saya rasa sejauh ini wajar. Tapi kami mencoba melakukan yang berbeda supaya tidak dibandingkan."
(les)