Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap kota besar di hampir semua negara punya kawasan ‘mesin waktu’ yang bisa melempar pengunjungnya kembali ke masa lalu. Jakarta punya Kota Tua Batavia, di Malaysia ada Melaka dan Singapura punya Kampong Glam.
Menengok kota-kota besar Asia lainnya, Hong Kong menyimpan sejarah di kawasan kota tua di pusat kota. Jepang punya distrik Kanazawa yang merupakan peninggalan dari periode Edo dan Old Delhi di India menjadi saksi perubahan budaya India dulu dan sekarang.
Menyeberang ke Eropa, banyak kota-kota tua yang bisa jadi cerminan sejarah masa lalu seperti Gamla Stan di Stockholm, Swedia, Spandau di Berlin, Jerman, atau Old City di London, Inggris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seluruh kota-kota tersebut punya benang merah, yakni saksi sejarah. Bangunan-bangunan tua berusia ratusan tahun menjadi pirsawan bisu, memandang waktu melaju, membawa arus modernisasi.
Dari kota tua, ada banyak hal yang bisa dipelajari. Tidak hanya sejarah, melainkan juga arsitektur, kearifan lokal, dan budaya. Kisah-kisah lama dari tempat tersebut juga bisa memberikan kedekatan tersendiri.
Sayangnya, tidak semua kota tua mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Kota Tua Batavia, Jakarta, misalnya. Hanya terdapat beberapa bangunan yang masih terawat, sisanya dibiarkan melapuk termakan waktu dan cuaca. Padahal, Kota Tua Batavia adalah cikal bakal Jakarta saat ini dan menyimpan banyak kisah sejarah.
Lain cerita dengan Gamla Stan di Stockholm yang terawat dengan baik. Kawasan kota tua yang juga menjadi lokasi istana lama, Stockholm Royal Palace, itu telah berdiri sejak tahun 1252. Hingga kini, di usianya yang nyaris 800 tahun, Gamla Stan tetap lestari dan jadi favorit para turis yang berkunjung ke Stockholm.
Berikut perbandingan beberapa kota tua di Asia Tenggara dan Eropa yang berhasil dirangkum
CNNIndonesia.com:
Stockholm, yang kini merupakan ibukota paling ramah juga paling hijau di seantero Eropa, bermula di Gamla Stan, sebuah kawasan kota tua dengan sejarah yang bisa ditelusuri hingga tahun 1252. Catatan sejarah pertama kota Stockholm bisa ditemukan di surat yang dikirimkan oleh Birger Jarl dan King Valdemar, penguasa Stockholm pada waktu itu, yang mengundang para pedagang dari Jerman untuk singgah dan bertransaksi dengan mereka.
Gamla Stan, yang awalnya hanya berupa sebuah kota pelabuhan kecil di sisi Danau Malaren, berkembang pesat di abad ke-13 menjadi pusat perdagangan terpenting di Swedia, dan secara de facto menjadikan dirinya sebagai pusat pemerintahan karena Royal Palace of Sweden juga berlokasi di Gamla Stan.
Tidak hanya pusat pemerintahan, Gamla Stan punya sejarah berdarah. Di tahun 1520, penguasa Denmark mengalahkan pemimpin Swedia Sten Sture dan memerintahkan para pengawalnya untuk memenggal seluruh penduduk Gamla Stan, termasuk Sten Sture dan keluarganya. Peristwia itu dalam sejarah dicatat sebagai Stockholm Bloodbath.
Guna mengenang peristiwa tersebut, jendela-jendela bangunan yang mengarah ke lapangan utama Gamla Stan semuanya punya detail warna putih. Hal itu juga menjadi tanda belasungkawa atas peristiwa pembantaian oleh Raja Denmark.
Berusia nyaris 8 abad membuat Gamla Stan punya banyak wajah sekaligus fungsi. Di awal berdirinya, Gamla Stan adalah kota pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan, maka dia pun bersolek dengan dermaga-dermaga kokoh yang kini masih bisa terlihat diantara jembatan dan jalan modern.
Di abad pertengahan, Gamla Stan menunjukkan sisi romantis lewat bangunan-bangunannya. Arsitektur bergaya Eropa lama masih tegak berdiri, menyimpan cerita penduduknya di masa lalu serta menjadi pemandangan apik bagi para turis yang terkagum akan nuansa magis dan sedikit aura mistis yang mengelilingi kota tua tersebut.
Adapun di era modern sekarang ini, Gamla Stan menjadi pengingat kejayaan bangsa Viking juga raja dan ksatria yang berperang demi mempertahankan eksistensi, prinsip, serta daerah kekuasaan. Tidak berhenti sampai disitu, Gamla Stan juga menjadi destinasi utama wisata Stockholm yang menyediakan beragam suvenir dari kaus, permen, coklat, hingga pernak-pernik juga sekelumit cerita akan sejarah ibukota Swedia dari abad ke-13. Mengunjungi India, tidak lengkap rasanya jika tidak menengok sisi lama kota metropolitan tersebut. Ada suasana yang sangat kontras antara New Delhi dan Old Delhi. Di New Delhi, banyak gedung-gedung pencakar langit memenuhi kota, sementara di Old Delhi, bangunannya masih merupakan warisan kerajaan Mughal.
Old Delhi merupakan kawasan yang dikelilingi tembok besar dan didirikan saat masa pemerintahan Kaisar Shahjahan di tahun 1639. Dulu, Old Delhi disebut sebagai Shahjahanabad dan merupakan pusat pemerintahan kerajaan Mughal hingga akhir dinasti.
Di masa kejayaannya, Old Delhi dipadati dengan rumah mewah para bangsawan, taman-taman cantik, serta masjid megah.
Sayangnya kini, kemegahan itu tergerus waktu. Old Delhi yang dulu begitu cantik kini kumuh. Bangunan-bangunan indah berubah lapuk dan terbengkalai.
Hanya tersisa beberapa bangunan bersejarah seperti Jama Masjid, Red Fort, istana Bhagirath, tempat kremasi Mahatma Gandhi Rajgaht serta Old Delhi Ralway Station yang jadi penghubung transportasi ke India utara. Melaka merupakan kota sejarah di Malaysia yang berlokasi di semenanjung Malaysia, bersebrangan dengan Selat Malaka. Melaka berjarak 148 kilometer dari Kuala Lumpur. Kota tersebut telah masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO sejak 7 Juli 2008.
Sejarah Melaka sebagai sebuah kota dimulai pada abad ke-16, tepatnya tahun 1511 ketika Portugis mengalahkan kesultanan Melayu. Sebelumnya, Melaka merupakan kota pelabuhan yang dihuni nelayan Melayu atau Orang Laut.
Sejarah menyebut Orang Laut merupakan sisa-sisa kerajaan Temasek yang dikalahkan Majapahit.
Kisah awal Melaka yang kaya akulturasi budaya masih terus terpelihara hingga kini. Terlihat dari bangunan yang terawat apik, kota yang bersih dan tertata rapi, serta akses yang mudah, baik menggunakan pesawat, perahu, atau melalui jalan darat menggunakan kereta, bus dan mobil pribadi.
Wisatawan yang ingin mengunjungi Melaka bisa mendapatkan paket lengkap, dari wisata sejarah, budaya, kuliner, hingga arsitektur. Kampong Glam berdiri di bawah pemerintahan Sultan Hussein Mohammed Shah di tahun 1823. Pada waktu itu, Sultan Hussein menandatangani pakta yang menyerahkan Singapura pada perusahaan dagang Inggris, East India Company.
Dia kemudian memerintahkan Temenggong Abdul Rahman membangun istana di kawasan bantaran sungai Rochore yang juga merupakan domisili bagi warga Bugis, Arab, Jawa dan Bawean. Dari situlah muncul istilah kampung-kampung baru sesuai etnis penghuninya, seperti Kampung Bugis atau Kampung Arab.
Sir Stamford Raffles, saat berkuasa, mendonasikan dana sebesar 3000 dolar singapura untuk mendirikan masjid agung pada 1924, yang kini dinamakan Masjid Sultan.
Pada 7 Juli 1989, Kampung Glam ditetapkan pemerintah Singapura sebagai daerah konservasi dan kota sejarah Melayu.
Adapun nama Kampung Glam diambil dari awal penghuni kawasan tersebut yakni Orang Laut dari Suku Glam. Sebelumnya, kawasan tersebut dinamakan Seduyong. Punya banyak sebutan dari Kota Tua, Kota Lama, atau Oud Batavia, kawasan bersejarah di perbatasan Jakarta Utara dan Jakarta Barat ini menyimpan banyak kisah.
Sejarah Kota Tua Batavia dimulai pada tahun 1526 saat Fatahillah yang dikirim oleh Kesultanan Demak menyerang Kerajaan Padjajaran dan menguasai Sunda Kelapa. Dia kemudian menamai daerah jajahannya dengan nama Jayakarta.
Sayangnya pada 1619, VOC dibawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen menghancurkan Jayakarta dan membangun kota baru bernama Batavia. Nama Batavia diambil dari Batavieren, leluhur bangsa Belanda.
Tahun 1635, kota kecil ini meluas hingga tepi barat Sungai Ciliwung, di reruntuhan bekas Jayakarta. Kota ini dirancang dengan gaya Belanda Eropa lengkap dengan benteng, dinding kota, dan kanal. Kota ini diatur dalam beberapa blok yang dipisahkan oleh kanal.
Batavia kemudian menjadi pusat administratif Hindia Timur Belanda. Tahun 1942, selama pendudukan Jepang, Batavia berganti nama menjadi Jakarta dan masih berperan sebagai ibu kota Indonesia sampai sekarang.
Tahun 1972, Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, mengeluarkan dekrit yang resmi menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan. Keputusan gubernur ini ditujukan untuk melindungi sejarah arsitektur kota.
Namun sayang, dekrit tersebut terabaikan. Hingga kini, masih banyak bangunan bersejarah di Kota Tua yang terbengkalai hingga lapuk dan nyaris rubuh. Kendati demikian, berbagai pihak termasuk organisasi nirlaba dan perusahaan swasta terus berupaya melakukan perbaikan dan revitalisasi.
Kota Tua juga tengah diajukan masuk dalam daftar Warisan Budaya UNESCO pada 2017 mendatang.