Kejadian Bunuh Diri Tak Dianggap Serius di Indonesia

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Kamis, 23 Jun 2016 12:52 WIB
Aksi bunuh diri kerap jadi berita sensasional. Kendati demikian, nyatanya bunuh diri tidak pernah menjadi perhatian khusus di Indonesia.
Di Indonesia, fenomena bunuh diri tidak mendapat perhatian khusus dari pemerintah. (lofilolo/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi bunuh diri kerap jadi berita sensasional. Kendati demikian, nyatanya bunuh diri tidak pernah menjadi perhatian khusus di Indonesia.

"Dalam BPJS, bila terjadi kecelakaan akibat aksi bunuh diri yang gagal itu tidak ditanggung," kata Nurmiati Amir, spesialis kesehatan jiwa Departemen Kesehatan Jiwa FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo saat ditemui CNNIndonesia.com, dalam acara 'Gangguan Bipolar vs Fenomena Bunuh Diri' di InterContinental Hotel MidPlaza, sudirman, Jakarta, Rabu (22/6).

"Logikanya, berarti bunuh diri itu tidak tergolong penyakit, padahal yang bunuh diri itu terganggu jiwanya. Ketika orang yang selamat dari bunuh diri dan terluka, pengobatannya haruslah ditanggung," lanjut Nurmiati.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merujuk Perpres 111 Tahun 2013, terdapat beberapa pelayanan kesehatan yang tidak mendapatkan jaminan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), beberapa diantaranya adalah tindakan tujuan estetika, infertilitas, ortodonsi, ketergantungan obat, dan menyakiti diri sendiri atau membahayakan diri sendiri.

Menurut Nurhayati, keputusan ini menandakan bahwa gangguan mental yang menyebabkan perilaku bunuh diri, tidak termasuk dalam 155 penyakit yang ditanggung BPJS sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.5 Tahun 2014.

Padahal, Nurmiati menyebut, tidak ada orang sehat yang ingin melukai dirinya sendiri. Selain itu, karena biaya sakit karena upaya bunuh diri tersebut tidak ditanggung BPJS, hal itu menyebabkan rumah sakit dan dokter ‘terpaksa’ berbohong.

”Misal ada orang upaya bunuh diri dengan racun serangga. Ketika diobati dan selamat, maka akan digolongkan sebagai kecelakaan seperti keracunan makanan. Masalah jiwanya tidak tertangani," papar Nurmiati.

Belum adanya perhatian serius terhadap mereka yang memiliki gangguan jiwa ini juga terlihat dari pendataan jumlah bunuh diri di Indonesia. Indonesia sama sekali tidak memiliki jumlah kejadian bunuh diri dan penyebabnya.

Padahal, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka bunuh diri di Indonesia pada 2010 adalah 1,8 per 100 ribu atau terjadi lima ribu kasus per tahun. Pada 2012, angka tersebut meningkat menjadi 4,3 per 100 ribu atau 10 ribu kasus bunuh diri per tahun.

Di skala global, angka bunuh diri di Indonesia adalah 1,2 persen dari angka bunuh diri di dunia. WHO mencatat ada 800 ribu kejadian bunuh diri terjadi setiap tahunnya. Tidak hanya itu, bunuh diri menjadi penyebab ke-5 kematian tertinggi di dunia.

"Angka pasti tidak pernah ada, namun kalau lihat di berita banyak orang saat ini yang depresi. Kalau pengalaman saya di RSCM sepertinya selalu ada kejadian ini. Kalau bunuh dirinya berhasil meninggal, akan langsung dikubur sehingga tidak ketahuan berapa orang," kata Nurmiati.

Tidak Tertangani Secara Dini

Selain dari masalah jaminan kesehatan yang tak menanggung kejadian bunuh diri, ternyata banyak pelaku bunuh diri yang tak tertangani secara dini. Padahal, gejala atau keinginan bunuh diri tersebut memiliki rentang waktu dengan aksi bunuh diri.

Menurut hasil penelitian pada 2002 dan 2005 yang dikemukakan oleh Nurmiati, sebanyak 45 persen orang yang meninggal karena bunuh diri, sebenarnya sudah mengontak dokter di fasilitas kesehatan primer seperti Puskesmas satu bulan sebelum kematiannya. Dan rentang antara menghubungi dokter Puskesmas dengan aksi bunuh diri sebanyak 77 persen terjadi dalam waktu satu tahun.

"Permasalahannya, dokter Puskesmas tidak memiliki keahlian untuk mendeteksi gejala dini yang mengarah aksi bunuh diri. Dan masyarakat lebih banyak datang ke Puskesmas dibandingkan datang ke psikiater," kata Nurmiati.

Gagalnya deteksi dini atau terlambatnya waktu konsultasi dengan psikiater membuat penanganan menjadi lebih rumit karena gangguan yang terjadi di otak penderita semakin berat.

Maka dari itu, Nurmiati sangat merekomendasikan bagi masyarakat yang mulai merasakan atau melihat tanda-tanda depresi pada seseorang untuk membawanya ke psikiater. Menurutnya, bunuh diri harus menjadi isu kesehatan masyarakat dan dengan edukasi yang tepat dapat menurunkan angka bunuh diri. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER