Sebuah penelitian yang dilakukan Arus Pelangi pada Oktober 2015 hingga Februari 2016 di delapan provinsi di Indonesia, sebanyak 56 persen orang LGBT di Indonesia pernah mengalami diskriminasi dan kekerasan.
Data lainnya diungkapkan oleh
Forum LGBT Indonesia pada November lalu. Forum tersebut mengungkapkan sejak Januari hingga Maret 2016, terdapat 142 kasus kekerasan beragam bentuk terhadap komunitas LGBT.
Secara rinci, kekerasan tersebut 27 persen datang dari aparat negara, 27 persen oleh organisasi massa, 22 persen oleh media, 11 persen oleh individual, delapan persen oleh organisasi profesi, satu persen oleh kelompok tertentu dan sisanya datang dari keluarga sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai bentuk kekerasan mengancam komunitas LGBT.
Ino Shean, anggota Gerakan Keberagaman Seksualitas Indonesia (GKSI) mengatakan bahkan keluarga terdekat dapat menjadi 'predator' bagi orang LGBT.
Ia mengatakan, pada 2014 di Jakarta, terdapat seorang perempuan lesbian diperkosa oleh laki-laki dengan restu sang ibunda. Hal ini dilakukan sebagai upaya memaksa sang anak agar menjadi heteroseksual.
"Ketika LGBT alami kekerasan seksual, aparat kepolisian tidak pernah mengusut kasus tersebut sampai tuntas, tapi justru dikembalikan lagi kepada keluarga, padahal yang kami inginkan penegakan hukum," ujar Ino.
 Kelompok LGBT kerap menerima berbagai macam diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari. (CNN Indonesia/Fajrian) |
Lingkaran SetanPosisi komunitas LGBT di Indonesia seperti terombang-ambing. Masih segar dalam ingatan ketika Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi, M Nasir, pada 2016 lalu, mengeluarkan pernyataan melarang keberadaan LGBT di dalam lingkungan kampus.
Pernyataan 'penolakan' tersebut ditanggapi sebagai gambaran bentuk penerimaan Indonesia yang masih rendah terhadap LGBT, seperti yang diungkapkan peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Sri Purwatiningsih.
"Studi-studi yang pernah dilakukan PSKK UGM mencatat hal yang sama tentang LGBT dan akhirnya memunculkan homofobia," kata Sri. Homofobia, atau ketakutan akan homoseksual, ini yang kemudian muncul sebagai bentuk diskriminasi.
Luhut Binsar Pandjaitan yang menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan waktu itu mengatakan orang LGBT juga berhak mendapatkan perlindungan negara.
 Tanggapan pemerintah mengenai kasus LGBT. (CNN Indonesia/Laudy Gracivia) |
"Siapapun dia, apapun pekerjaannya, dia (LGBT) kan WNI, jadi punya hak untuk dilindungi," ujar Luhut.
"Bahwa ada masalah perlu nanti pencerahan agama, pendekatan sosiolog, psikiater dan lain-lain, itu silakan saja, tapi saya masih di posisi tidak setuju kalau ada perbedaan pendapat langsung usir, bunuh, dan lain-lain, saya tidak setuju," katanya.
Namun janji perlindungan tampaknya dipahami berbeda oleh para wakil rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) justru mengagendakan membuat Rancangan Undang-undang Anti LGBT.
RUU ini dianggap sebagai bentuk 'perlindungan' warga negara lain dari masalah orientasi seksual yang berbeda.
"Intinya bagaimana melindungi bangsa dari perilaku yang menyimpang," ujar Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Deding Ishak.
"Ini penting diadakan sehingga bisa memastikan ada payung hukum yang mengawal tentang kebutuhan dari bangsa ini agar lebih baik melakukan ajaran agama dan tidak menyimpang secara seksual yang sebetulnya bertentangan dengan bangsa dan negara," kata Deding.