Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menggelar Forum Discussion Group (FGD) di Hotel Akmani, 25-27 April 2017. Pada FGD kali ini dirumuskan Penyusunan Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program di 10 Destinasi Prioritas.
“Kami ingin mencari solusi
problem bottlenecking Bidang Promosi Budaya di 10 destinasi prioritas. Tahun 2017 ini harus
clear semuanya,” ujar Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar Esthy Reko Astuti, Rabu (26/4/2017).
Menurut Esthy faktor budaya penting, mengingat 60 persen wisman yang datang ke Indonesia terpikat oleh budaya. Sementara 35 persen wisman terpikat karena alam atau
nature, sisanya 5 persen
man made, seperti MICE, sport tourism, showbiz, dan buatan manusia yang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi ragam busaya di Indonesia sangat kaya. Setidaknya ada 1.340 suku bangsa yang bisa dieksplorasi di lebih dari 17.000 pulau, 34 propinsi, 416 kabupaten dan 98 kota di Indonesia.
Ribuan suku tadi juga menyimpan 583 bahasa dan dialek yang berbeda-beda. Ditambah lagi, 8 world heritage sites by UNESCO ada di sini. “Kalau dari sisi atraksi, maka budaya kita sudah sangat kuat,” ujar Esthy.
Di forum ini, semua
stakeholder yang terkait budaya dan destinasi prioritas pun diajak berdiskusi dan membagi informasi. “
Benchmarking-nya bisa melihat Thailand dan Malaysia. Mereka sangat serius menggarap budaya. Hasilnya ternyata sangat dahsyat,” ujar PIC Kota Tua dan Kepulauan Seribu Kemenpar, Dodi Riadi.
Untuk urusan ini, Dodi memilih referensi dari Sukhothai Old City di Thailand yang sudah ditetapkan sebagai UNESCO Heritage Site. Dodi menilai Thailand menggarap destinasi itu dengan serius dan berstandar dunia. Hasilnya di tahun 2014, destinasi budaya di Thailand itu telah dikunjungi 1 juta wisman.
Begitu juga dengan Kota Malaka dan Georgetown Penang di Malaysia. Keduanya merupakan UNESCO Heritage Site yang telah dikunjungi 3,9 juta wisman pada 2014 silam.
Raihannya sangat kontras bila dibanding dengan capaian Kota Tua Jakarta di tahun yang sama. Sebagai The Most Unique Historical Site yang menjadi UNESCO nominee, kawasan Kota Tua Jakarta hanya mampu menyedot 116.461 wisman per tahun.
“Kita kurang kreatif. Tak punya
calender of event. Setiap destinasi pariwisata, sejarah, religi, seni dan tradisi di Indonesia harus memanfaatkan
unique resources of culture in Indonesia melalui
destination management. Tata kelola destinasi wisata sejarah, religi dan seni budaya agar mampu bersaing di internasional dan mencapai
value terbaik," ujar Dodi.
Usaha memajukan destinasi wisata dari budaya tersebut tidak bisa berjalan sendiri. Oleh karena itu,
penta helix pun lain pun ikut diajak bergotong royong menuntaskan masalah ini. Istilahnya Indonesia Incorporated.
"Caranya bisa melalui
partnership antara pemerintah daerah dengan pelaku industri pariwisata budaya. Harus ada
total collaboration dengan semua lini,” ujar Dodi.
Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya, ikut menyimak FGD ini. Menurutnya, budaya sangat penting untuk membangun sebuah kawasan pariwisata.
“Sejak mendesain awal, kami melihat sisi budaya sebagai sebuah kekuatan. Semakin suatu budaya dilestarikan, maka akan semakin menyejahterakan masyarakatnya. Ini dapat dikaitkan dengan komersialisasi budaya yang bisa menarik orang dan membuat mereka mau membayar,” ucap Arief Yahya.
Cara menjadi pemenang yang terbaik, tercepat dan paling cerdas adalah
benchmark. Menempatkan rival atau pesaing sebagai tolak ukur. Kemudian melihat apa yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh lawan.
“
Benchmarking dengan Thailand dan Malaysia sudah tepat. Acara pertunjukan budaya dalam bentuk festival atau apapun bentuknya, yang melibatkan banyak penonton, sangat diperlukan. Ini akan membuat daerah menerima pendapatan. Jadi, semakin banyak festival maka akan semakin sejahtera, dengan syarat
cultural event itu harus punya
comercial value,” katanya.
Contoh riilnya sudah ada. Di Indonesia, ada Bali dan Kepri yang memiliki pendapatan per kapita tertinggi di Indonesia. Begitu juga Banyuwangi dan Solo.
“Bali, Kepri, Solo dan Banyuwangi mampu memanfaatkan potensi budaya dan alam mereka menjadi barang komersial yang menyejahterakan dalam bidang ekonomi,” ucap Menteri asal Banyuwangi itu.
Selain menyejahterakan dalam bidang ekonomi, komersialisasi budaya dan potensi alam juga bisa membuat masyarakatnya bahagia.
“Bali juga termasuk daerah dengan indeks kebahagiaan tertinggi. Nilai perekonomian dan kebahagiaan itu yang menyejahterakan,” pungkasnya.
(odh/odh)