Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan mode besar asal Italia, Gucci diperiksa polisi terkait dugaan penghindaran pajak. Kabar ini dikonfirmasi lewat laporan media setempat, La Stampa seperti dilansir dari AFP pada Senin (4/12).
Jaksa Penuntut Umum Milan dikabarkan mendakwa Gucci atas penghindaran pajak selama beberapa tahun dalam penjualan di Swiss. Label busana ini disebut menghemat hingga 1,3 miliar euro atau setara US$1,5 miliar atau Rp22,5 triliun dalam pembayaran pajak.
Investigasi akan dugaan kasus pajak ini bermula dari laporan mantan pekerja senior Gucci yang sudah tak lagi bekerja di sana. La Stampa melaporkan, sejumlah petugas pajak selama tiga hari terakhir melakukan pengusutan di kantor pusat Gucci di Milan dan Florence.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Respons GucciTerkait dugaan kasus penghindaran pajak ini, pihak Gucci pun kemudian menyampaikan tanggapannya.
"Sehubungan dengan artikel terkait audit polisi pajak setempat yang dilakukan di kantor Gucci di Florence dan Milan yang terbit di surat kabar harian Italia, Gucci mengonfirmasi akan bekerjasama dengan otoritas terkait dan yakin akan kebenaran dan transparansinya," tulis Gucci dalam pernyataan resmi.
Dalam laporan keuangannya, pada kuartal ketiga tahun ini, Gucci menunjukkan kinerja yang baik dengan pertumbuhan hingga 49,4 persen dan penjualan mencapai 1,5 miliar euro.
Kasus terkait pajak di Italia ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, empat tahun lalu, produsen fesyen Italia lainnya, Prada harus membayar sekitar 470 juta euro kepada otoritas pajak Italia setelah mendeklarasikan pendapatan penjualan di luar Italia selama 10 tahun.
Selain itu, otoritas pajak juga membidik raksasa teknologi seperti Apple yang punya pendapatan 318 juta euro, dan Google sebanyak 306 juta euro. Disamping itu, mereka juga sedang dalam penyelidikan terhadap dua perusahaan lainnya, yakni Amazon dan Facebook.
Mengutip Reuters, Gucci merupakan salah satu perusahaan di bawah grup mewah asal Perancis, Kering (PRTP.PA) dan menjadi penyumbang pendapatan terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Dihubungi oleh Reuters, juru bicara Kering belum memberi tanggapan terkait dugaan ini.
(rah)