Brisbane, CNN Indonesia -- Sebagai seseorang yang takut ketinggian, berada di tempat tinggi tentu menjadi pengalaman yang sangat menegangkan. Keringat dingin, kaki gemetar, dan putih pucat rasanya jadi gejala wajar yang akan dialami.
Meski tak sampai mengidap
acrophobia akut, seumur hidup saya tak mau ambil risiko melakukan kegiatan ekstrem dengan ketinggian. Sebut saja panjat tebing, naik gunung, atau sekadar mencoba roller coaster di taman bermain.
Namun saat berkunjung ke Gold Coast, salah satu kota di Queensland, Australia pada akhir November kemarin, saya akhirnya mematahkan rekor takut ketinggian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas undangan dari Singapore Airlines dan Tourism & Events Queensland, mau tak mau saya harus mencoba melakukan kegiatan dengan ketinggian.
Bukan hanya satu, melainkan ada empat kegiatan dengan ketinggian yang harus saya lakukan!
Naik Balon Udara di Gold CoastAktivitas yang pertama saya lakukan adalah naik balon udara di Gold Coast. Saya harus bangun pukul 03.00 dini hari lantaran naik balon udara harus dilakukan di waktu yang sangat pagi. Jika terlalu siang, udara sudah terlalu terik dan sulit mengendalikan arah balon udara.
Saya dan rombongan jurnalis Indonesia dan Malaysia dijemput petugas dari Hot Air Balloon Gold Coast pukul 04.00 pagi di apartemen Ruby Collection yang menjadi tempat saya menginap. Dengan baju yang dibalut jaket tipis rasanya cukup untuk melawan udara dingin pagi itu.
Perjalanan menuju tempat balon udara di kawasan Canungra membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Uniknya naik balon udara adalah kami tak pernah tahu akan berangkat dari titik mana. Sebab, lokasi pemberangkatan dan pemberhentian balon udara akan selalu berpindah mengikuti arah angin.
Seperti pagi itu, kami berangkat dari titik di Jimboomba. Sebelum terbang, kami diminta untuk meninggalkan tas dalam kotak besar yang ditinggal di daratan. Kami hanya boleh membawa perlengkapan seperlunya seperti ponsel atau kamera.
Satu keranjang balon udara mampu menampung 15 hingga 20 orang. Terdapat dua sisi keranjang, satu keranjang diisi rombongan serta pemandu kami, Kate Fulton. Sementara di sisi keranjang satunya diisi sejumlah wisatawan dari India. Sedangkan Ben, si pengendali berada di tengah keranjang untuk mengatur laju balon udara.
Ben beberapa kali menyulut bahan bakar berisi gas hidrogen yang berfungsi mengangkat balon udara. Sesekali terdengar bunyi kobaran api yang cukup keras.
Saya yang duduk tak jauh di bawah alat berisi bahan bakar itu merasakan panas di sekitar wajah tiap kali api dinyalakan. Namun Ben memastikan bahwa itu tak berbahaya.
Sebelum terbang, Ben meminta semua penumpang berdiri dengan rapi. Ia juga mengajari kami cara berdiri yang benar ketika balon udara akan mendarat.
Saking senangnya, saya hampir tak merasakan ketika balon udara itu mulai bergerak. Perasaan takut sebelum terbang, hilang begitu saja ketika melihat balon udara mulai naik ke atas pada pukul 05.45.
Tak ada guncangan, atau gerakan yang membuat saya bergidik ngeri di dalam keranjang balon udara. Dengan kendali Ben yang telah bersertifikat, balon udara itu terbang dengan sempurna.
Dari atas ketinggian, saya menikmati pemandangan kawasan pedalaman Gold Coast yang sangat hijau. Sejumlah kanguru dan sapi khas Australia bahkan terlihat sedang asyik merumput. Mereka terlihat seperti mainan.
Rasa-rasanya waktu berhenti ketika saya berada di keranjang balon udara. Tak berlebihan rasanya jika saya menyebut ini sebagai momen menegangkan seumur hidup.
Gold Coast terlihat begitu luas dari ketinggian. Beberapa gedung di pusat kota bahkan juga terlihat dari kejauhan. Balon udara itu terus bergerak sesuai arah angin dan mampu terbang hingga 2.700 kaki.
Selama di dalam keranjang, Ben membebaskan kami untuk bergerak. Udara yang semula dingin pun berangsur menghangat.
Saya melirik jarum jam, tak terasa sudah 30 menit kami berada di udara. Ben mengatakan, sebelum pukul 07.00 kami sudah harus turun karena udara akan semakin bertambah panas.
Cara turun dari balon udara ternyata juga cukup unik. Balon udara tak mendarat begitu saja. Kami diminta berpegangan erat pada tali yang berada di sisi tengah keranjang.
Tanpa basa-basi, Ben mendadak menggulingkan keranjang hingga posisi kami berubah berbaring. Di situlah kami sontak berteriak. Keranjang yang semula tegak perlahan mulai miring.
Saat digulingkan, rasanya seperti akan jatuh. Kami tertawa terbahak karena ternyata tak seseram yang dibayangkan.
Dari tempat pemberhentian balon udara di Beaudesert, kami dijemput dengan mobil menuju kebun anggur O'Reilly di lembah Canungra untuk sarapan. Benar juga, sejak dini hari tadi perut kami belum terisi makanan.
Sebuah bangunan rumah kayu minimalis beratap merah menjadi tempat kami sarapan. Di depannya terbentang kebun anggur yang sangat luas. Udaranya terasa sangat bersih hingga membuat saya terdiam sejenak untuk menikmati.
Menu sarapan pagi itu adalah telur urak-arik, daging sapi, jamur, kentang, lengkap dengan buah dan jus jeruk yang dibuat sendiri. Saya juga sempat mencicip white wine khas OíReilly yang menjadi welcome drink begitu rombongan kami tiba di sana.
Selain tempat sarapan dan kebun anggur, OíReilly juga memiliki lahan hijau cukup luas yang bersisian dengan Sungai Canungra. Saya yakin siapapun betah berlama-lama menghabiskan waktu di sana meski hanya sekadar duduk.
Biaya untuk naik balon udara dipatok sebesar 280 AUD atau sekitar Rp2,9 juta. Biaya itu sudah sepaket dengan sarapan di OíReilly dan sertifikat naik balon udara.
Pengalaman saya menjajal wisata ketinggian di Queensland masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Mendaki Sky Point ClimbJantung saya berdebar kencang ketika melihat sejumlah foto yang memamerkan orang-orang menaiki Sky Point Climb. Konon gedung setinggi 270 meter itu menjadi salah satu tempat favorit wisatawan yang gemar dengan kegiatan memacu adrenalin.
Berlokasi di gedung Q1, kawasan Surfers Paradise, Gold Coast, saya bersama rombongan mendatangi lokasi Sky Point Climb untuk menjajalnya.
Jantung saya makin berdegup ketika membaca daftar pertanyaan yang harus diisi dalam formulir sebelum naik ke Sky Point Climb. Pertanyaan itu memastikan kita tak memiliki phobia ketinggian, tak mengidap penyakit sesak napas, jantung, atau vertigo.
Mendadak saya merasa mengidap semua penyakit yang ada dalam formulir tersebut. Namun kepalang tanggung, sudah jauh-jauh berkunjung rasanya rugi jika tak ikut mencoba. Saya akhirnya mencoret semua isian pertanyaan dalam formulir dengan jawaban tidak.
Setelah mengisi formulir, kami melakukan tes kadar alkohol untuk memastikan dalam keadaan sadar ketika naik ke Sky Point Climb. Jika kadar alkohol lebih dari 0,05 persen, kami tidak diizinkan untuk naik. Syukurlah, tak ada rombongan kami yang kadar alkoholnya melewati batas.
Kami kemudian diminta berganti baju ala montir, mengenakan topi, dan melepas semua aksesoris yang melekat di badan seperti jam tangan atau perhiasan. Kami juga harus meninggalkan tas dalam loker dan tidak diperkenankan membawa ponsel maupun kamera.
Namun tenang saja, bagi yang menggunakan kacamata tak perlu dilepas karena akan dikaitkan menggunakan tali.
Untuk menuju ke puncak Sky Point Climb, kami harus naik lift menuju lantai 77. Meski sangat tinggi, tak perlu waktu lama karena lift itu memiliki kecepatan sekitar 40 detik.
Begitu tiba, tali pengaman yang telah dipasang pada baju kami dikaitkan ke sisi besi yang menjadi pegangan saat naik ke atas. Dengan tali itu, posisi kami akan tetap terikat meski melakukan gerakan apapun.
Tangan saya mulai berkeringat melihat tangga curam berbentuk huruf V dari balik kaca. Jarak antar tangga cukup sempit dan tinggi. Belum lagi udara saat itu cukup berangin. Sungguh permainan yang sangat memacu adrenalin.
 Proses menuju puncak Sky Point Climb. (Dok. Sky Point Climb) |
Ketika pemandu meminta untuk mulai, kami berbaris dengan rapi dan satu per satu mulai menaiki tangga. Angin kencang langsung menerpa ke seluruh wajah. Badan pun serasa digoyang ke kanan dan kiri. Naik tangga rasanya jadi pekerjaan paling sulit saat itu.
Namun melihat pemandu dengan lincahnya bergerak, lama kelamaan membuat ketegangan saya sedikit berkurang. Terlebih ketika kami akhirnya tiba di puncak Sky Point Climb.
Rasanya usaha untuk menaiki tangga dengan goncangan angin itu terbayar. Dari atas gedung terlihat pemandangan 360 derajat kota Gold Coast. Tak jauh di bawah kami, garis pantai Gold Coast juga terlihat jelas dengan sekelompok orang yang tengah bermain kayak.
Si pemandu lantas mengambil foto kami dengan berbagai gaya menggunakan kameranya. Masing-masing saat foto sendiri dan foto bersama. Ia mengatakan, beberapa kali puncak Sky Point Climb dimanfaatkan pengunjung laki-laki untuk melamar pasangannya.
Untuk menjajal Sky Point Climb, pengunjung mesti membayar A$74 atau sekitar 770 ribu bagi dewasa dan A$54 atau sekitar Rp560 ribu bagi anak-anak. Jika tak terlalu bernyali, pengunjung dapat sekadar menikmati pemandangan kota Gold Coast melalui observation deck.
Pengunjung dapat menggunakan transportasi umum berupa G:Link atau Gold Coast Light Rail sejenis trem dan turun di stasiun Surfers Paradise untuk menuju Sky Point Climb. Dari stasiun, pengunjung hanya perlu berjalan kaki sekitar 200 meter.
Pengalaman saya menjajal wisata ketinggian di Queensland masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Taman Bermain Warner Bros. Movie World
Taman bermain Warner Bros. Movie World rupanya juga memiliki wahana permainan yang memacu adrenalin. Ia adalah DC Rivals Hypercoaster.
Permainan roller coaster yang diklaim tercepat di Australia ini memiliki tinggi 62 meter dan panjang lintasan 1,4 kilometer. Sementara kecepatannya mencapai 115 kilometer per jam!
Dari bawah saya sayup-sayup mendengar teriakan pengunjung saat wahana roller coaster itu melintas tegak lurus 90 derajat. Duh, membayangkannya saja sudah membuat kepala saya berdenyut.
Awalnya saya sempat tergoda untuk menjajal Hypercoaster ini. Saya pikir kapan lagi mencoba permainan tertinggi itu? Namun jika mengingat efek setelahnya, kepala saya kembali berdenyut.
Apalagi salah seorang rekan jurnalis Malaysia yang telah menjajal mengaku kapok menaikinya. Sebagai seseorang yang gemar mencoba roller coaster, menurutnya, Hypercoaster ini termasuk yang cukup ekstrem.
"Cukup sekali saja," ucapnya sambil memegang kepala.
 Penampakan Hypercoaster di Warner Bros. Movie World. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Akhirnya saya menyerah dan memilih menonton dari bawah. Sambil menunggu rekan lain menjajal Hypercoaster itu, saya berkeliling Warner Bros. Movie World.
Warner Bros. Movie World sendiri merupakan taman bermain yang identik dengan karakter pahlawan super DC seperti Superman, Wonder Woman, Batman, dan kartun Warner Bros seperti Tweety hingga Scooby Doo.
Selain Hypercoaster, ada empat wahana roller coaster lain yang lebih lambat, di antaranya Superman Escape dan Green Lantern Coaster. Wahana roller coaster ini berukuran lebih kecil dengan lintasan yang lebih pendek.
Namun karena malas mengantre, saya tetap memilih berkeliling Warner Bros. Movie World. Pasalnya, antrean di sejumlah wahana bisa memakan waktu 30 menit hingga satu jam.
Selama berkeliling di Warner Bros. Movie World, saya mampir di beberapa toko souvenir. Toko-toko ini memiliki interior warna yang lucu dengan ragam karakter DC.
Taman bermain ini berada di kawasan Pacific Motorway, Oxenford, Gold Coast. Untuk menuju ke sana pengunjung dapat turun di Coomera Station dan lanjut berjalan kaki sejauh 110 meter. Biaya untuk menikmati seluruh wahana adalah A$99 atau sekitar Rp1 juta.
Pengalaman saya menjajal wisata ketinggian di Queensland masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Story Bridge Adventure Climb BrisbaneUsai memacu adrenalin di Gold Coast, saya melanjutkan kegiatan di Brisbane yang merupakan ibu kota Queensland. Kali ini saya menjajal Story Bridge, jembatan ikonik kota Brisbane yang menghubungkan Fortitude Valley dan Kangaroo Point.
Saya tak tahu bahwa jembatan ini juga dimanfaatkan pemerintah Queensland sebagai tempat wisata. Sehari sebelumnya, saya hanya melihat Story Bridge dari kejauhan. Namun kali ini saya akan menjajalnya lebih dekat.
Untuk menuju tempat pendakian di Story Bridge Adventure Climb, Kangaroo Point, pengunjung yang menggunakan mobil pribadi dapat memarkirkan mobilnya di Wharf Street.
Sementara jika menggunakan transportasi umum, pengunjung dapat menggunakan kapal feri dari terminal feri Eagle Street Pier. Dari sana pilih kapal feri jurusan Sydney Street dan turun di terminal feri Holman Street untuk melanjutkan berjalan kaki sekitar 400 meter.
Tak berbeda jauh dengan Sky Point Climb di Gold Coast, sebelum mendaki Story Bridge kami juga diminta mengisi formulir dan mengecek kadar alkohol. Perasaan saya kali ini lebih tenang karena sudah lebih dulu menjajal Sky Point Climb.
Setelah berganti pakaian dan meninggalkan tas serta kamera di loker, kami pun mulai berjalan menuju titik Story Bridge. Siapa sangka pendakian ini ternyata jauh lebih melelahkan ketimbang di Sky Point Climb.
Meski tingginya hanya 80 meter, namun jumlah anak tangga di Story Bridge ternyata lebih banyak karena mencapai 900 anak tangga.
 Wajah-wajah pendaki dadakan di Story Bridge Adventure Climb Brisbane. (Dok. Story Bridge Adventure Climb) |
Saya cukup ngos-ngosan ketika melangkahkan kaki ke atas. Belum lagi angin kencang yang menerpa wajah membuat mulut terasa kering.
Sensasi bergoyang menaiki tangga itu baru terasa ketika ada kendaraan yang melintasi jalan di jembatan. Jalan itu memiliki tiga jalur lalu lintas dua arah, jalur pejalan kaki, dan sepeda di tiap sisi pinggirnya. Ada sekitar 91 ribu kendaraan yang melintas di jalan itu setiap hari.
Dari titik kami berangkat, butuh waktu sekitar 20 menit hingga mencapai puncak Story Bridge.
Begitu sampai di atas, kami bisa melihat jelas gedung-gedung kota Brisbane dari ketinggian. Bahkan dari beberapa sisi kami juga bisa melihat kawasan Moreton Bay dan taman nasional Lamington.
Selama kurang lebih 10 menit, pemandu mengambil foto kami. Serupa dengan Sky Climb Point, di Story Bridge rupanya ada juga pengunjung laki-laki yang melamar pasangannya. Bahkan lucunya ada seorang pengunjung yang lamarannya ditolak karena tak suka dengan cincin yang diberikan.
Untuk memanjat Story Bridge, pengunjung akan dikenakan biaya sebesar A$119 atau sekitar Rp1,2 juta. Biayanya akan lebih mahal ketika memanjat di malam hari yakni sebesar Rp1,4 juta.