-- Hari sudah beranjak gelap ketika saya tiba di Bandara Internasional Brisbane, Queensland, Australia, pada akhir November lalu. Jarum jam menunjukkan pukul 20.00 waktu setempat, tiga jam lebih cepat dari Jakarta.
Udara saat itu sedikit berangin. Saya mengecek aplikasi cuaca di ponsel, suhu kota Brisbane menunjukkan 19 derajat Celcius. Cukup dingin menjelang musim panas bulan Desember.
Kedatangan saya ke Brisbane kali ini adalah memenuhi undangan Singapore Airlines dan Tourism & Events Queensland. Saya datang bersama tiga jurnalis asal Indonesia lainnya.
Begitu tiba di pintu kedatangan, seorang perempuan paruh baya memanggil kami.
Kami berempat mengangguk dengan cepat. Ia rupanya Direktur Internasional Tourism & Events Queensland kawasan Asia Tenggara Lim Khui Khim.
Khim, begitu kami memanggilnya, memberitahu bahwa kami harus menunggu tiga orang jurnalis lagi dari Malaysia. Penerbangan mereka selisih satu jam lebih lama daripada kami. Sambil menunggu, Khim menjelaskan kegiatan yang akan kami lakukan selama di Queensland.
Dengan ramah, Khim memberitahu bahwa kami akan menghabiskan waktu empat hari di Gold Coast dan tiga hari sisanya di Brisbane, yang merupakan ibu kota Queensland.
Khim mengatakan Queensland saat ini sudah menjadi destinasi wisata favorit setelah Sydney dan Melbourne.
"Di sini banyak pantai dan wisata alamnya," katanya.
Obrolan santai kami terhenti ketika rombongan jurnalis asal Malaysia tiba. Kami pun bergegas menemui sopir dari Perfect Tours Australia yang sudah menunggu sejak tadi di bandara.
Awalnya saya kira Khim akan ikut bersama kami. Namun rupanya dia hanya menjemput di bandara.
Kami bertujuh langsung bertolak menuju apartemen The Ruby Collection di kawasan 9 Norfolk Ave, Surfers Paradise, Gold Coast.
Perjalanan dari bandara menuju Gold Coast membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Hari sudah semakin larut. Alih-alih melihat pemandangan kota Brisbane, saya memilih tidur di perjalanan. Besok saya akan jalan-jalan!
Bertemu 'Sudut Halal' di Surfers ParadiseCuaca Gold Coast pagi itu cukup cerah. Saya dan rombongan jurnalis akan berkeliling Surfers Paradise, kawasan pantai yang cukup populer di Gold Coast bersama Lauren, pemandu kami. Dari penginapan, kami berjalan kaki menuju Stasiun Surfers Paradise selama kurang lebih lima menit.
Di sana kami membeli kartu G:Link atau Gold Coast Light Rail terlebih dulu. G:Link merupakan kereta tram yang banyak digunakan warga lokal maupun wisatawan di Gold Coast.
Biaya satu kartu G:Link adalah A$10 atau sekitar Rp100 ribu. Kartu itu berlaku 24 jam dan dapat digunakan untuk naik tram atau bus.
Kami turun di Stasiun Broadbeach North dan menyusuri Broadbeach hingga Taman Kurawa. Banyak orang bersepeda atau sekadar jalan kaki di sekitar taman. Udaranya cukup hangat karena berada di dekat pantai.
 Broadbeach, kawasan pantai publik yang ramai dikunjungi warga dan turis saat hari cerah. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Setelah satu jam menghabiskan waktu di sana, kami melanjutkan perjalanan ke Pacific Fair Shopping Centre Gold Coast. Kami berjalan kaki selama kurang lebih 10 menit dari Broadbeach.
Sebelum masuk, kami menyempatkan diri ke visitor VIP Lounge Pacific Fair. Ternyata selain ruang tinggi, VIP Lounge ini juga menyediakan
quiet room untuk menjalankan ibadah.
 Quiet room yang bisa digunakan untuk beribadah di Pacific Fair Shopping Centre Gold Coast. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Di dalam ruangan ini tersedia sajadah, mukena, dan sarung untuk turis muslim yang ingin melaksanakan ibadah salat. Ruangan ini juga dapat digunakan beribadah bagi penganut agama lainnya.
Queensland memang terkenal cukup ramah bagi wisatawan muslim. Di Gold Coast sendiri terdapat satu masjid yang juga menjadi tempat berkumpul komunitas muslim yakni Islamic Society of the Gold Coast di kawasan 144 Allied Drive, Arundel. Dari Surfers Paradise, butuh waktu sekitar 20 menit menuju ke sana.
Beberapa tempat umum seperti pusat perbelanjaan atau restoran biasanya menyediakan tempat beribadah. Untuk mencari makanan halal pun tidak sulit.
Lauren memberitahu saya, sejumlah restoran di Queensland telah memiliki sertifikat halal. Kebanyakan restoran itu menyediakan menu Timur Tengah atau masakan India.
Menikmati makan siang dengan burger isi angus beef di Betty's Burger yang berlokasi di Pacific Fair Shopping Centre Gold Coast. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Di kawasan Surfers Paradise, terdapat sejumlah tempat makan yang telah bersertifikat halal, di antaranya Sher-e Punjab, Shiraz Authentic Persian, dan Baha's Grill Kebab and Pizza.
Selain berlabel sertifikat halal, ada juga beberapa restoran yang ramah bagi muslim namun tetap menyediakan minuman beralkohol. Mereka memiliki menu makanan halal seperti di Saffron Indian Restaurant, Hard Rock Cafe, dan Night Quarter.
Ikuti terus pengalaman berwisata saya di Queensland di halaman berikutnya...
Menggendong Koala di Currumbin Wild Life SanctuaryCurrumbin merupakan cagar alam dan konservasi hewan liar khas Australia yang terletak di 28 Tomewin Street, Gold Coast. Tempat ini buka dari pukul 07.30 pagi hingga 17.30 sore.
Beragam jenis binatang khas Australia ada di sini. Mulai dari kanguru, burung nuri pelangi, wombat, dan tentu saja koala.
Untuk menuju Currumbin, wisatawan dapat menyewa mobil dan masuk melalui jalur Gold Coast Highway.
Sementara jika menggunakan transportasi umum, dapat menggunakan G:Link dan turun di Stasiun Broadbeach South. Dari stasiun itu, perjalanan dilanjutkan dengan menumpang bus nomor 700 menuju Currumbin.
Di Currumbin kita bisa berfoto dan menggendong langsung koala. Currumbin diklaim sebagai satu-satunya tempat konservasi di Australia di mana wisatawan dapat menggendong langsung koala.
 Sesi berfoto dengan koala yang dipandu petugas. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Saya pun merasakan langsung menggendong binatang yang menggemaskan itu. Sebagai binatang yang tidur 20 jam sehari, koala hanya punya waktu 15 menit untuk bersosialisasi. Artinya, mereka hanya punya waktu sebentar untuk berfoto sebelum kembali melanjutkan tidur.
Kami harus mengantre untuk foto bersama koala. Saat tiba giliran saya, petugas meminta saya bergaaya dengan kedua telapak tangan dalam posisi terbuka di depan perut. Posisi ini merupakan yang paling tepat untuk menggendong koala.
Tak lama kemudian ia meletakkan seekor koala dengan berat tiga kilogram di tangan saya. Dengan posisi seperti itu, saya akhirnya dapat melihat muka koala dengan jelas. Astaga, menggemaskan sekali! Bulunya juga terasa sangat halus.
"Ok, ready!" teriak seorang juru foto.
Saya pun lekas bergaya seadanya sambil menghadap kamera. Kami hanya punya waktu sekitar lima menit untuk berfoto.
Dalam hati saya membatin, koala ini ternyata berat juga. Hasil foto itu akan dicetak dan diberikan pada kami saat keluar dari Currumbin.
Setelah berfoto, kami pun melanjutkan melihat binatang khas Australia lainnya dengan berjalan kaki. Selama kurang lebih satu jam kami berjalan. Cukup melelahkan juga karena jika mengelilingi seluruh tempat ini luasnya mencapai 27 hektare.
 Turis bebas berinteraksi dengan kawanan kanguru di sini. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Selain tempat konservasi, Currumbin juga punya berbagai pertunjukan seperti memberi makan burung nuri, pentas burung khas Australia, dan tarian suku Aborigin.
Bagi pengunjung muslim, Currumbin juga memiliki fasilitas ruangan untuk beribadah. Hanya saja mereka tak menyediakan perlengkapannya.
Untuk masuk ke konservasi binatang Currumbin, pengunjung dipatok harga tiket masuk sebesar A$49,95 atau sekitar Rp500 ribu untuk dewasa dan A$39,95 atau sekitar Rp400 ribu untuk anak-anak.
Ikuti terus pengalaman berwisata saya di Queensland di halaman berikutnya...
Sensasi Berkemah Mewah di Sirromet WineryBerkemah menjadi salah satu kegiatan wisata alam yang sangat seru. Namun tak jarang, banyak orang tak mau direpotkan membawa perlengkapan berkemah seperti tenda, kantung tidur, hingga peralatan memasak.
Nah, bagi yang tak mau repot seperti saya saat ini muncul tren baru untuk berkemah, yakni
glamping alias glamorous camping atau berkemah mewah dengan fasilitas seperti di hotel.
Masih dalam rangkaian wisata saya di Queensland, saya sempat menengok fasilitas
glamping yang ada di Sirromet Winery. Lokasinya ada di Mount Cotton Road, perbatasan Gold Coast dan Brisbane.
Selain terkenal dengan produksi wine-nya, Sirromet rupanya juga menyediakan fasilitas
glamping. Lokasi
glamping ini berada di area lahan yang cukup luas di dalam kawasan Sirromet. Saya dan rombongan berjalan kaki sekitar 10 menit dari tempat penyimpanan wine yang berada di bagian depan Sirromet.
Total ada 18 tenda yang disewakan. Sebanyak 15 di antaranya merupakan tenda bagi pasangan, dua untuk keluarga, dan satu khusus untuk pengantin yang berbulan madu.
Jangan dibayangkan tenda ini berbentuk huruf A seperti tenda yang kerap digunakan untuk berkemah.
 Bangunan-bangunan kemah mewah di Sirromet Winery. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Tenda
glamping ini menyerupai bangunan kamar yang terbuat dari kanvas berlapis dan tahan dari segala kondisi cuaca. Bangunan tenda berjajar itu sekilas mengingatkan saya pada sejumlah adegan-adegan film laga karena berada di tengah perkebunan.
Dalam satu tenda terdapat kasur berukuran besar, kulkas, lemari baju, kamar mandi, dan pendingin udara. Bahkan di bagian meja juga tersedia berbagai pilihan teh, kopi, hingga beberapa botol wine. Rasanya tempat ini begitu nyaman dijadikan tempat berkemah.
 Kamar tidur di kemah mewah Sirromet Winery. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Udara di sekitar tenda pun terasa sangat sejuk lantaran di depan deretan tenda membentang danau yang berukuran cukup luas. Suasana di sekitar pun sunyi. Rasanya tempat ini memang cocok bagi mereka yang ingin mencari ketenangan atau bulan madu bersama pasangan.
Untuk menginap dengan konsep
glamping di Sirromet, pengunjung akan dikenai tarif sebesar A$390 atau sekitar Rp4 juta per malam.
 Pemandangan di sekitar Sirromet Winery. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Usai
glamping di Gold Coast, saya dan rombongan beranjak menuju Brisbane. Perjalanan menuju pusat kota Queensland itu hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam.
Tak berbeda jauh dengan Gold Coast, siapapun yang berkunjung ke Brisbane dapat menggunakan transportasi umum untuk berkeliling.
Mereka memiliki fasilitas Translink yang mencakup bus, kereta api, dan kapal feri. Translink beroperasi di delapan zona di Queensland bagian tenggara, 11 zona di Cairns, 15 zona di Mackay, dan 11 zona di Toowomba.
 Suasana kota Brisbane. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Untuk membeli tiket Translink dapat membeli Go Card atau single paper ticket. Namun menurut kebanyakan warga lokal, Go Card jauh lebih praktis dan murah. Pengunjung dapat membeli Go Card seharga A$20 atau sekitar Rp200 ribu yang berisi A$10 sebagai saldo dan A$10 sisanya merupakan deposit.
Meski tak sempat menjajal langsung transportasi umumnya, tapi saya tetap sempat berkeliling kota Brisbane.
Ikuti terus pengalaman berwisata saya di Queensland di halaman berikutnya...
Jalan-jalan di South Bank ParklandsSouth Bank Parklands merupakan kawasan populer yang terletak di Russell Street, South Bank Brisbane. Untuk menuju ke sana pengunjung dapat berjalan kaki dari kawasan Queen Street Mall.
Sementara jika menggunakan transportasi umum, pengunjung dapat menggunakan Translink dan turun di Stasiun South Bank.
South Bank Parklands merupakan kawasan taman yang sangat luas dilengkapi dengan pemandangan pinggir sungai. Kawasan ini sangat menyenangkan untuk berjalan kaki atau sekadar bersantai.
 Bagi yang memilih berjalan kaki, pedestrian di kawasan Brisbane sangat menunjang. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Di kawasan South Bank Parklands, saya mencoba sejumlah permainan seperti sepeda, segway, dan Wheel of Brisbane atau sejenis bianglala yang menjadi wahana ikonik di Queensland. Jika diamati, wahana ini mirip dengan London Eye di Inggris.
Saya bersama wartawan asal Indonesia lainnya menjajal naik Wheel of Brisbane. Harga tiket untuk sekali naik adalah A$21 atau sekitar Rp210 ribu bagi orang dewasa dan A$14,5 atau sekitar Rp150 ribu bagi anak-anak. Satu gondola mampu menampung lima hingga enam orang dewasa.
 Bianglala yang menjadi ikon kota. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Beruntung saat itu kami tak perlu mengantre. Dari balik kaca gondola, terlihat jelas pemandangan gedung-gedung tinggi kota Brisbane beradu dengan hijaunya taman.
Bagi pengunjung yang ingin mencoba, Wheel of Brisbane beroperasi setiap hari dari pukul 10.00 pagi hingga 22.00 malam. Sementara khusus hari Sabtu, tutup satu jam lebih lama yakni pukul 23.00.
Segway X-WingSelain naik Wheel of Brisbane, saya juga menjajal X-wing Australia atau segway untuk berkeliling kawasan South Bank Parklands.
Mengendarai segway rasanya tak berbeda jauh seperti olahraga. Awalnya memang agak sulit karena kita harus bisa mengendalikan ke mana arah segway bergerak.
Jika ingin segway berjalan maju, maka hanya perlu mencondongkan badan sedikit ke depan. Sementara jika ingin berhenti tinggal berdiri tegak. Cara ini juga berlaku jika ingin berbelok ke arah kanan atau kiri.
 Jika kurang mahir, pemandu akan menemani turis yang ingin menjajal segway. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Saya dan rombongan pun memilih paket satu jam dengan biaya sebesar A$99 atau sekitar Rp1 juta. Didampingi pemandu dari X-wing, kami berkeliling melintasi taman melalui kawasan The Arbour, hutan dalam kota, jembatan Victoria, hingga Street Beach.
Di sepanjang jalan yang kami lintasi, banyak orang bersepeda, naik otopet, atau sekadar membaca buku di taman.
Naik segway selama satu jam rupanya cukup membuat kaki saya pegal. Namun ini menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan.
Melihat Clock Tower di Museum BrisbaneKunjungan ke Brisbane, tak lengkap jika tak mendatangi bangunan terkenal Clock Tower. Menara jam yang beroperasi sejak tahun 1930 ini berada di Museum Brisbane yang berlokasi di Brisbane City Hall, George Street.
Untuk menuju Clock Tower, pengunjung dapat berjalan kaki dari Queen Street Mall atau naik bus menggunakan Translink.
Saya bersama rombongan menyempatkan diri mampir untuk melakukan tur Clock Tower dari dalam museum.
 Clock Tower yang menjulang tinggi. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Kami mesti naik lift terlebih dulu menuju lantai tiga. Dari sana kami kembali naik lift manual untuk mencapai tempat pengamatan Clock Tower di ketinggian 64 meter. Total tinggi Clock Tower sendiri mencapai 87,47 meter.
Untuk melakukan tur Clock Tower, kami harus bergantian karena ruangannya sempit. Jumlah pengunjung yang datang dibatasi tujuh hingga delapan orang.
Layanan tur Clock Tower dari dalam museum dibuka mulai pukul 10.15 hingga 16.45. Tiap pengunjung memiliki waktu 15 menit untuk berkeliling. Setelah itu mereka harus bergantian dengan pengunjung lain. Asyiknya keliling Clock Tower tak dipungut biaya alias gratis!