Begitu sampai di Cordoba, saya langsung disambut stasiun kereta yang sangat besar, berbeda dengan stasiun kereta Granada dan Antequerra - Santa Ana. Saat itu, jam menunjukkan pukul 09.40 waktu setempat.
Perasaan deg-degan dan harap-harap cemas yang saya alami dari pagi langsung hilang berganti lega. Saya benar-benar senyum lebar ketika saya keluar kereta sambil membawa koper.
“Akhirnya sampai juga di Cordoba!” teriak saya dalam hati.
Sebagai orang yang gemar berbincang, perjalanan wisata sendirian membuat saya seakan merasa gatal untuk berbicara. Ingin saya menyapa penduduk lokal, namun tampaknya mereka tak fasih berbahasa Inggris, sehingga saya pikir ajakan mengobrol nantinya bakal berujung kebingungan satu sama lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya mempercepat langkah kaki untuk mencari tempat penitipan barang atau
consigna. Pasalnya hari ini saya hanya akan melakukan perjalanan satu hari di Cordoba, sehingga saya perlu menitipkan koper dan barang bawaan lainnya.
Ternyata tak ada
consigna di dalam stasiun kereta Cordoba. Saya harus keluar menyeberang ke terminal bus. Di sana saya baru menemukan
consigna dengan sewa sekitar 2 euro (sekitar Rp16 ribu) per kotak.
Begitu sampai di ruangan loker, adrenaline saya kembali dipacu. Loker yang tersedia ternyata tak terlalu besar. Sedangkan saat itu, saya membawa koper yang sangat amat besar dengan berat sekitar 25 kg.
Akhirnya, pelan-pelan dengan bantuan sesama turis, koper saya bisa masuk loker. Tantangan berikutnya, mencari gerai Vodafone untuk memeriksa masalah paket data dalam ponsel.
Saya berdiri merapat di tembok sambil mengutak-atik aplikasi peta di ponsel. Sesekali saya mengangkat muka dan melihat ke kiri dan ke kanan untuk mencari arah yang tepat.
Tampaknya raut muka bingung saya terlihat oleh seorang pria muda. Ia menghampiri dan menyapa saya.
Awalnya saya merasa ketakutan, karena teringat banyaknya kasus kriminal terhadap turis di Spanyol. Namun bahasa tubuhnya ramah dan santai, sekaligus ia mengaku sebagai turis asal Prancis. Clemence namanya.
Akhir cerita, Clemence, yang juga sedang melakukan perjalanan singkat ke Cordoba dari Sevilla, membantu saya mencari gerai Vodafone.
Dalam perjalanan kami, ia menceritakan perihal liburannya di Sevilla. Dia bahkan berbagi tips untuk saya yang rencananya akan melanjutkan perjalanan ke Sevilla.
Setelah sekitar 10 menit berjalan, akhirnya saya menemukan Vodafone dan kami berpisah arah.
Setelah urusan ponsel selesai, saya langsung bergegas menuju The Mosque-Cathedral of Cordoba.
Berbeda dengan Granada, tiket masuk ke lokasi ini tidak bisa dibeli online sehingga saya harus bergegas sebelum antrean masuk semakin panjang.
Benar saja, ketika saya tiba, antrian untuk membeli tiket masuk sudah mengular. Tapi karena mezquita ini menjadi tujuan utama saya ke Cordoba, maka saya segera mengantre.
Setelah hampir 40 menit mengantri, akhirnya saya mendapatkan tiket masuk dengan harga 10 euro (sekitar Rp160 ribu). Suasana magis yang saya rasakan begitu masuk ke dalam lokasi ini.
![Anjangsana Jejak Islam di Selatan Spanyol [EBG]](https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2019/05/28/72b6dfbc-1542-4bfa-8bbe-4419f3cc9c4f_169.jpeg?w=620) Bagian dalam Mezquita Cordoba. (CNN Indonesia/Agnes Savithri) |
Saat zaman Kerajaan Islam di Cordoba, lokasi ini merupakan sebuah masjid. Baru saat Kerajaan Katolik mengambil alih, tempat ini diubah menjadi gereja katedral.
Namun, nuansa Islam dalam bangunan ini masih sangat kental. Baik ukiran hingga motif di jendela tak ada yang dihilangkan dari nuansa Islam.
Saya menghabiskan waktu sekitar 2 jam untuk berkeliling lokasi mezquita ini. Mengambil foto dari bangunan ini rasanya tak pernah cukup. Berkali-kali rasa takjub saya kembali muncul ketika berkeliling bangunan ini.
Di salah satu bagian mezquita terdapat bagian gereja yang masih digunakan untuk ibadah hingga saat ini. Sayang sekali saya kurang satu hari untuk bisa mengikuti ibadah di tempat magis ini.
Setelah dari mezquita, saya berjalan menuju Jembatan Roman. Jam sudah menunjukkan pukul 14.30 waktu setempat. Saya masih memiliki sekitar 4 jam terakhir di Cordoba sebelum melanjutkan perjalanan.
Akhirnya setelah berkeliling, saya menyempatkan masuk ke dalam Torre de la Calahorra atau Tower Calahorra. Letaknya di seberang the Mosque-Cathedral of Cordoba. Kedua lokasi ini terpisah oleh Roman Bridge.
![Anjangsana Jejak Islam di Selatan Spanyol [EBG]](https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2019/05/29/82944724-fad0-4760-8026-84a72ada4fcb_169.jpeg?w=620) Torre de Calahorra dari dekat. (CNN Indonesia/Agnes Savithri) |
Dahulu Tower Calahorra merupakan menara penjagaan, saat ini lokasi ini diubah menjadi museum yang menyimpan sejarah Kerajaan Islam di Spanyol Selatan atau Andalusia.
Biaya masuk museum ini sekitar 8,5 euro (sekitar Rp137 ribu). Bak sebuah menara, lokasi museum ini tak begitu besar, namun tinggi. Pengunjung dapat naik ke puncak menara dan melihat pemandangan pejalan kaki di Roman Bridge dari atas.
Pemandangan dari atas menara sangat cantik. Walaupun naik tangga ke atas menara cukup terjal, tetapi semua terbayar lunas dengan pemandangan sebagian kota yang terlihat dari atas menara.
Pemandangan sore tersebut menutup perjalanan saya di Cordoba. Saya segera mengambil koper ke
consigna dan kembali ke stasiun kereta untuk meneruskan perjalanan ke kota berikutnya.
Catatan perjalanan wisata masih berlanjut ke halaman berikutnya...