ULANG TAHUN JAKARTA

Sayup-sayup Batik Betawi di Ibu Kota

Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Sabtu, 22 Jun 2019 09:20 WIB
Telah hadir sejak dahulu kala, pamor dan eksistensi batik Betawi merangkak perlahan.
Batik Betawi (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Masyarakat Betawi telah lama mengenal budaya membatik. Namun, pamor batik Betawi masih kalah populer jika dibandingkan dengan rekan-rekannya di Solo, Cirebon, Pekalongan, atau Yogyakarta. Batik Betawi seolah tenggelam dan tak begitu dikenal masyarakat luas.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya sayup-sayup eksistensi batik Betawi mulai terdengar meski hanya di kalangan terbatas.

Gaung batik Betawi yang tak seberapa ini bisa dijelaskan dengan merunut sejarah DKI Jakarta. Jakarta, sebagai Ibu Kota Negara, pernah mengalami jatuh bangun hingga diuji oleh beragam peristiwa besar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menurut saya, proses sejarah tak berpihak pada batik Betawi. Betawi, kan, ada di Ibu Kota. Nah, proses sejarah memengaruhi sosial dan budaya masyarakat Betawi," jelas Yahya.

Gejolak Agresi Militer Belanda masih menyala pasca-kemerdekaan Indonesia. Agresi Militer membuat sebagian wilayah Jakarta dikuasai Netherlands Indies Civil Administration (NICA), termasuk di antaranya kawasan Senen dan Tanah Abang. Praktis, produksi batik yang sempat menyala pun lumpuh.

Tenggelamnya batik Betawi, lanjut Yahya, dipengaruhi pula oleh peristiwa G30S. Peristiwa ini seolah mengambil kehidupan masyarakat lantaran kecurigaan adanya infiltrasi PKI.

Selain itu, pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno awal 1960-an juga turut berkontribusi pada tenggelamnya batik Betawi. Pembangunan, kata Yahya, mengambil sedikit lahan sentra batik Betawi yang pernah eksis.

"Itu, kan, ada kampung saya, ada sentra batiknya. Ya, masyarakat ngikutin dinamika sejarah saja," kata Yahya.

Di kemudian hari, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin (1966-1977) menyadari perlunya membangkitkan batik Betawi. Aneka kegiatan dilakukan, termasuk pemilihan Abang None Jakarta.

Upaya membangkitkan batik melalui pemilihan Abang None Jakarta, kata Yahya, sempat menemui kesulitan akibat minimnya persediaan batik Betawi.

Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) DKI Jakarta, Fery Farhati menampik minimnya gaung batik Betawi.

"Sebetulnya batik Betawi bukan enggak ada gaungnya. Sebenarnya ada. Mungkin orang belum banyak lihat langsung," kata Fery saat ditemui di Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta, Kamis (20/6). Batik betawi, lanjutnya, hanya belum mendapat perhatian masyarakat.

Proses metode cap dalam pembuatan batik Betawi.Proses metode cap dalam pembuatan batik Betawi. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Dekranasda, kata Fery, selalu menekankan agar instansi pemerintahan memanfaatkan apa pun yang berasal dari Jakarta, termasuk salah satunya batik Betawi.

Setelah ditempa dengan aneka peristiwa, batik Betawi tampaknya perlu lebih berjuang untuk mencapai popularitasnya. Dalam perjalanannya untuk merangkak naik, tak sedikit kendala yang dihadapi.

Saat ini, misalnya, pengrajin batik Betawi tengah menghadapi dilema. Siti Laela, pengrajin di Batik Betawi Terogong mengeluhkan beleid peraturan daerah yang tidak memperbolehkan industri untuk menggunakan warna sintetis.

"Saya sebagai pengrajin, kalau pakai pewarna alam di satu sisi, ya, go green, tapi di sisi lain pewarna alam itu mahal," kata Siti saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (20/6).

Hal yang sama juga dikeluhkan oleh R. Emma Damayanti, pengrajin batik di Rumah Betawi. Dia bahkan harus memboyong desain batiknya ke Bantul, Yogyakarta, untuk diproses.

Segala daya upaya diharapkan membuat denyut kehidupan batik Betawi terus hidup. Meski tantangan harus dihadapi, tapi Yahya mengatakan, setidaknya batik Betawi telah memiliki modal yang kuat dari berbagai sisi.

Eksistensi batik Betawi telah diakui dan masuk dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Keberadaan batik Betawi sebagai identitas masyarakat juga termaktub dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi.

Setelah modal-modal itu didapat, tinggal tugas masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan kecintaan terhadap batik Betawi.

"Perlu usaha lebih agar masyarakat makin mengenal dan tumbuh keinginan untuk mengenakan batik Betawi," pungkas Yahya.

(asr/asr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER