Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika memenuhi jadwal atau
janji, semua orang pasti berharap bisa datang tepat waktu. Namun proses menuju tepat waktu tersebut seringkali tak semulus tol. Ada beberapa orang tampaknya tidak pernah tepat waktu, atau mungkin saja kamu adalah salah satu dari orang yang suka
terlambat?
Terlambat sebenarnya bisa dimaklumi jika terjadi sesekali. Namun lain ceritanya bila itu sudah menjadi kebiasaan. Baru datang setelah acara dimulai atau tidak sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. Banyak penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan penyebab dan adanya kemungkinan untuk mengubah kebiasaan terlambat. Nah pertanyaannya, mengapa ada yang suka ngaret dan apa sih alasannya? Berikut kategori perilaku yang menjadi penyebab kronis orang kerap ngaret atau terlambat.
1. Tidak bersimpati dengan orang lainBisa saja orang yang hobi ngaret adalah pribadi yang tidak pengertian pada orang lain. Mereka cenderung tidak peduli terhadap efek yang ditimbulkan bagi orang lain yang telah menunggu mereka. Ini adalah gejala egosentris karena hanya memikirkan diri sendiri dan gagal mengambil perspektif orang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak melihat orang yang telah berusaha datang tepat waktu, mengatur jadwalnya hari itu, mengorbankan tidurnya, tapi kedatangannya malah dibuat menunggu orang yang tak kunjung datang. Padahal terlambat datang maupun molornya acaranya mengganggu produktivitas orang lain juga diri sendiri.
2. Melakukan banyak hal sekaligus atau multitasking
Banyak orang menganggap diri mereka sebagai
multitasker andal. Mereka percaya bahwa bekerja di bawah tekanan seperti itu akan memberikan hasil yang optimal dan menyingkat waktu bekerja. Namun, penelitian menunjukkan sebaliknya.
Orang yang percaya bahwa mereka unggul ketika ber-
multitasking justru menghasilkan kerja yang tidak terlalu baik. Hal itu dikarenakan ketidakmampuan mereka dalam memberikan fokus pada satu tugas. Justru kebiasaan melakukan
multitasking dapat mengakibatkan orang kehabisan banyak waktu.
3. Mudah beralih perhatianSelalu ada sesuatu yang lebih menarik daripada bergegas untuk bersiap-siap berangkat ke kantor atau menyelesaikan pekerjaan. Menuntaskan satu putaran video, asyik men-
scroll media sosial, membaca artikel atau gosip menarik lainnya, menjadi kendala untuk tidak ngaret.
Saat itu mungkin kamu merasa baik-baik saja dan tidak dalam kondisi terancam. Tetap perhatikan waktu dan tahu kapan saatnya untuk santai dan kapan untuk kembali produktif, ya. Jangan sampai kebablasan terdistraksi malah membuatmu dicap sebagai tukang ngaret.
4. Gagal memperkirakan waktuKemungkinan yang lain yakni semacam bentuk kurangnya tanggung jawab. Sebenarnya mereka tahu jam berapa sekarang dan apa yang harus dilakukan, tapi mereka mengabaikannya begitu saja. Awalnya santai karena waktu masih berjalan lama.
Waktu pun terus diulur layaknya jam karet yang terus direnggangkan. Lama-kelamaan baru sadar jika waktu sudah habis tergerogoti hingga lebih dari batas yang ditentukan. Kepanikan pun terjadi. Semua hal jadi dilakukan dengan buru-buru. Karena gugup itu, segala hal dan barang yang harus dibawa mendadak lupa letaknya.
Lupa menaruh kunci, ada barang yang ketinggalan, saat menyalakan mobil lupa belum isi bensin, ditambah lagi jalanan macet tak tahu harus pakai jalan alternatif yang mana. Macet memang sangat mengganggu tapi bukan berarti hal itu tak dapat dihindari, bukan? Sudah tahu akan macet, mengapa tidak berangkat lebih awal untuk mengatasinya?
Orang yang tidak memiliki disiplin diri seperti ini biasanya terlalu santai hingga akhirnya gagal memperkirakan waktu. Padahal waktu yang dimiliki setiap orang jumlahnya selalu sama yakni 24 jam. Namun dalam 24 jam itu tidak semua manusia mampu mengerjakan semua hal secara terstruktur sesuai jadwal.
Sehingga, fenomena ngaret sebenarnya harus dimulai dari rasa dalam menghargai serta mengelola (
time management).
Ingatlah skenario: waktu adalah uang. Tentu saja tidak mungkin selalu tiba tepat waktu. Karena kita tidak dapat mengendalikan keadaan di luar kendali seperti lalu lintas dan kondisi darurat. Maka, solusi untuk benar-benar memperbaiki kebiasaan itu adalah bukan mencari cara agar tepat waktu, melainkan dengan menjadikan setiap detik waktu kita lebih berharga.
(fef)