Boba dan minumannya tak cuma menjadi penganan khas asal Taiwan, tapi juga Nusantara. Di Indonesia, sagu mutiara—atau biasa juga dikenal sebagai pacar cina—hadir dengan karakter yang sama seperti boba. Bulat kecil dengan tekstur yang kenyal.
Di balik hiruk pikuk minuman asli Taiwan itu, segelintir muda-mudi Indonesia muncul memperkenalkan
bubble drink ala Indonesia. Dengan semangat nasionalis, Goola menghadirkan ragam minuman tradisional dengan
topping ‘boba’ Nusantara.
“Kami ingin membangkitkan minuman tradisional Indonesia,” ujar CEO Goola, Kevin Susanto,
partner putra Presiden RI Joko Widodo, Gibran Rakabuming, kepada
CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konsep yang dihadirkan Goola bisa dibilang sama dengan gerai-gerai lainnya. Perbedaan hanya terletak pada fokus Goola terhadap minuman tradisional, bukan
bubble tea ala Taiwan. Sebagai boba, kata Kevin, Goola memiliki sagu mutiara sebagaimana yang muncul dalam menu Es Goola Aren.
Inovasi Boba tak berhenti pada produk minuman. Tak tanggung-tanggung, boba juga hadir pada sederet jenis penganan seperti kue, roti, hingga mi goreng.
Food influencer, Synthia Tjipto mengatakan, ‘latah’ ini muncul karena orang Indonesia yang cepat menangkap tren. “Karena
hype banget, jadi enggak berhenti di minuman
aja,” katanya saat dihubungi
CNNIndonesia.com.
 Ilustrasi. Beberapa gerai kuliner bahkan mencoba menyuntikkan boba ke dalam makanan seperti mi goreng. (CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari) |
Sebagai tren, boba terbilang unik. Dia muncul dan tenggelam, namun bertahan dalam waktu yang lama. “Biasanya,
kan, [tren] kuliner itu sekali,” ujar pengamat kuliner Arie Parikesit kepada
CNNIndonesia.com.
Banyak tren kuliner yang muncul, tapi tak banyak yang bertahan lama seperti boba. Menurut pengamatan Arie, satu dekade adalah waktu paling lama bagi sebuah tren kuliner untuk bertahan.
Tak mudah bagi satu jenis kuliner untuk menjadi sebuah tren yang bertahan lama. Inovasi jadi kunci. Cita rasa dan konsep pemasaran jadi dua hal yang patut diperhatikan.
Kuliner boba memiliki trik tersendiri untuk ‘mencaplok’ konsumen. Salah satunya adalah gaya hidup milenial yang menjadi sasaran medium pemasaran para pebisnis boba saat ini. Hal ini bisa dilihat dari tampilan segelas
bubble tea yang kian
instagramable. “Karena [tampilan itu] penting bagi yang suka
posting di Instagram atau YouTube sebagai konten,” kata Arie.
Selayaknya tren lain, media sosial mengambil peran dalam mempopulerkan boba saat ini. “Ini mungkin enggak ditemui 10-20 tahun lalu,” katanya.
Urusan cita rasa juga tak dilupakan para peracik
bubble tea. Ada cita rasa baru yang dihadirkan setiap gerai. Cita rasa itu akan terus mengikuti tren yang berkembang dengan teh susu sebagai fondasinya.
Belakangan adalah paduan
bubble tea dengan gula aren sebagai pemanis alternatif. Sontak, sejumlah gerai pun beramai-ramai menghadirkan seri khusus
brown sugar yang langsung digilai kaum milenial.
Belum lagi variasi boba yang lebih baru. Jika dulu boba hanya menjual sensasi kenyalnya, kini
popping boba mulai mencuri perhatian. Boba jenis satu ini memberikan sensasi meletup-letup di dalam mulut.
Bikin Happy Selayaknya manusia, kuliner pun hadir lengkap dengan karakternya masing-masing.
Bubble tea kerap diasosiasikan dengan nuansa gembira dan ceria.
“Minuman ini [
bubble tea],
tuh, seru. Orang-orangnya seru, gerainya warna-warni.
Fun, happy,” kata Arie. Hal ini membuat
bubble tea diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan. Karakter yang dimiliki boba jelas berbeda dengan kopi yang terkesan serius.
 Ilustrasi. Bubble tea punya karakter khas yang menimbulkan perasaan gembira. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Dengan karakter sedemikian rupa, tak heran jika konsumen
bubble tea didominasi oleh remaja hingga dewasa muda.
“Boba,
tuh, pengin yang
cheer out your day,
gitu,” kata Arie.
Arie memprediksi boba akan terus menjadi tren yang digilai banyak orang dalam jangka waktu yang lebih lama. Boba, baginya, bukan sebuah tren yang sifatnya sementara. Boba, mungkin saja, tak akan pernah ‘mati’.
(asr)