SURAT DARI RANTAU

Cerita WNI di Tengah Penguncian Italia Akibat Corona

Nita Handastya | CNN Indonesia
Sabtu, 14 Mar 2020 12:54 WIB
Di Siena, pemandangan kongko di kedai kopi tak lagi terlihat. Kerumunan turis seakan lenyap.
Piazza del Campo di Siena, Italia. (Istockphoto/georgeclerk)
Kamis, 12 Maret 2020

Tak terasa sudah hari ketiga penguncian Italia akibat wabah COVID19.

Pagi ini suasana semakin mencekam setelah pidato Perdana Menteri Conte semalam sebelumnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya memutuskan tetap ke kampus karena ada banyak hal yang harus dilakukan dan saya tidak bisa bekerja sepenuhnya dari rumah.

Karena secara teknis saya memang bekerja sebagai peneliti di Universitas, saya memberanikan diri untuk keluar. Saya sempat was was karena saya tidak punya printer di rumah sehingga tentunya saya keluar tanpa surat keterangan.

Grup penanganan COVID19 yang dibentuk KBRI pun mulai dibanjiri informasi. Jika biasanya kami hanya menerima pesan tentang statistik terbaru, beberapa rekan WNI di kota lainnya juga membagikan pengalaman mereka di kota lainnya yang sudah diberhentikan polisi dan diminta dokumen tersebut.

Untungnya posisi rumah saya dan kampus yang tidak jauh dan rute saya yang tidak melewati pusat kota jadi saya tidak bertemu polisi sama sekali.

Di gerbang kampus saya bertemu dengan salah satu kolega yang datang untuk mengambil beberapa barang di kantor kami. Dia terlihat panik karena lupa mencetak dokumen pernyataan tersebut dan terburu-buru meninggalkan kampus.

Setengah jam kemudian dia menulis di grup kami, bercerita bahwa dia diberhentikan polisi dan bahwa polisi tidak senang karena dia tidak membawa dokumen tersebut.

Karena masih hari pertama tidak ada sanksi yang dikenakan, tetapi akan ada denda di kemudian hari jika tetap melanggar.

Di kampus sendiri hanya ada satu orang yang saya temui: administrator program kami. Jika hari-hari sebelumnya masih ada banyak dosen-dosen yang datang, hari ini kampus benar-benar kosong.

Sebelum hari berakhir, saya mendapat telepon dari pasangan saya di Latvia. Penerbangannya untuk mengunjungi saya di bulan April sudah diberhentikan. Hal ini membuat hubungan jarak jauh kami menjadi lebih sulit, terutama karena kami belum bertemu sama sekali sejak 4 bulan terakhir. Rencana kami untuk bertemu di Belgia dan Rusia di bulan Juni pun terancam batal.

Dia meminta saya untuk tidak membeli tiket terlebih dahulu karena kami tidak tahu bagaimana situasi ini akan berkembang. Bukan hanya itu, rencana awal saya untuk melanjutkan proyek riset saya di Lithuania bulan Juli terancam batal karena komplikasi situasi COVID19 ini.

Pasangan saya juga menginformasikan bahwa Latvia sudah mengumumkan darurat nasional walaupun kasus yang terjadi baru mencapai angka 15. Tempat kerjanya di perpustakaan nasional pun diberhentikan sampai bulan April.

Ini bukanlah hal baru. Kami sudah mendapat kabar penutupan sekolah dan anjuran bekerja dari rumah di beberapa negara tetangga di Eropa. Teman dekat kami yang berada di Polandia juga membagikan gambar-gambar pasar swalayan yang sudah kosong karena panic buying.

Diam-diam saya merasa bersyukur bahwa di Siena orang-orang cukup beradab untuk tidak berbondong-bondong mengosongkan pasar swalayan, dan juga mengikuti anjuran pemerintah.

Malam itu, salah satu contrada di Siena dipenuhi dengan paduan suara dadakan menyanyikan lagu Canto della Verbana yang merupakan lagu tradisional Siena.

Kota ini sudah melewati berbagai peristiwa sulit sepanjang sejarah. Siena dan Italia pasti bisa melewati wabah ini juga.

Jumat, 13 Maret 2020

Hari ini adalah hari keempat sejak karantina nasional diberlakukan.

Seminggu sudah kegiatan belajar mengajar diberhentikan, dan kehidupan di Siena berubah drastis. Jika sebelumnya kota ini penuh kehidupan, sekarang jalan-jalan kosong.

Banyak yang membandingkan situasi ini dengan perang dunia kedua karena ini adalah pertama kalinya Italia bertekuk lutut secara nasional setelah dimulainya masa damai.

Ada banyak kisah sedih yang saya dengar: mereka yang meninggal, mereka yang ditolak rumah sakit karena over kapasitas, mereka yang kehilangan penghasilan, dan umumnya terdampak oleh situasi ini.

Tetapi ada juga kisah-kisah manusiawi yang saya dengar: solidaritas. Ajakan untuk tidak membeli masker agar dapat digunakan oleh rumah sakit, ajakan untuk tinggal di rumah meskipun artinya banyak bisnis merugi, dan ajakan untuk belanja seperlunya untuk menghindari kekosongan bahan makanan terutama untuk mereka yang membutuhkan.

Meskipun saya adalah satu-satunya orang Indonesia di Siena, saya tidak merasa sendiri. KBRI terus menerus memantau kondisi kami, pemerintah Italia dan universitas meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan orang-orang di sekeliling tetap saling menyemangati di waktu yang sulit ini.

Di tengah wabah ini, kami semua harus memainkan peran masing-masing. Kementerian Kesehatan Italia sudah memastikan informasi yang kami terima transparan, pemerintah regione memastikan bahwa kami akan diurus tanpa perlu memikirkan tagihan kesehatan, pemerintah nasional memastikan bahwa tindakan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut sudah tepat, dan kami penduduk sipil harus patuh agar bencana ini dapat cepat berlalu.

Sementara itu kami berusaha untuk hidup senormal mungkin sambil menunggu perkembangan terbaru setiap paginya.

Saya harap semua ini cepat berlalu, dan Italia bisa bangkit kembali. Sampai saat itu tiba, saya harus memainkan peran saya sebagai tamu yang baik.
 
---

Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi [email protected]
(ard)

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER