Tokoh pers Indonesia, Jakob Oetama meninggal di usia 88 tahun. Felix Prabowo, dokter spesialis penyakit dalam RS Mitra Keluarga mengungkapkan mendiang mengalami gangguan multiorgan.
"(Mendiang) dirawat sudah lebih dari dua minggu lalu, kondisinya kritis dengan adanya gangguan multiorgan. Di samping usia, komorbid, faktor yang memperberat itu (membuat) beliau mengalami perburukan," jelas Felix dalam sebuah rekaman wawancara yang diterima CNNIndonesia.com bersama keterangan resmi Kompas, Rabu (9/9).
Apa sebenarnya gangguan multiorgan?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gangguan multiorgan juga disebut multiple organ dysfunction syndrome (MODS) atau multiorgan failure (MOF). Dalam sebuah studi yang diterbitkan di Mediciva Intensiva disebutkan gangguan multiorgan belum memiliki definisi pasti atau seragam. Namun ada kesepakatan yakni ada gangguan multiorgan awal yang terjadi dalam 72 jam pertama setelah trauma, kemudian jika terlambat ditangani dianggap sebagai gangguan multiorgan (MOF).
Karena bersifat multiorgan, maka ada evaluasi terhadap fungsi organ seperti organ pernapasan, kardiovaskular, hati, ginjal, neurologis dan koagulasi (fungsi pembekuan darah). Sejumlah skala dikembangkan untuk mengevaluasi fungsi organ yakni Denver, Marshall dan Sequential-related Organ Failure Assessment (SOFA). Masing-masing skala pengukuran memiliki angka yang bisa memberikan kesimpulan pada dokter jika pasien mengalami kegagalan fungsi organ.
SOFA dikembangkan pada 1994 oleh European Society of Intensive Care Medicine. Skala digunakan untuk mengecek disfungsi atau kegagalan organ juga untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi. SOFA mengevaluasi 6 organ dengan skala 0-4 berdasarkan derajat disfungsi.
Fungsi organ yang dicek yakni, pernapasan, koagulasi, hati, kardiovaskular, CNS Glasgow (skala neurologis untuk mengetahui kesadaran pasien), dan renal atau fungsi ginjal. Pasien dikatakan mengalami gangguan multiorgan jika ada dua atau lebih organ memiliki skor lebih dari atau sama dengan 3.
Skala Denver dikembangkan pada 1987. Instrumen digunakan untuk mengevaluasi empat sistem yaitu, pernapasan, ginjal, hati dan kardiovaskular. Skala penilaian 0-3 di mana pasien dikatakan ada gangguan multiorgan berarti dua atau lebih organ gagal dengan skor total lebih dari atau sama dengan 4 dalam 48 jam setelah trauma.
Skala Marshall diperkenalkan pada 1990-an. Ada enam fungsi yang dievaluasi yakni, pernapasan, koagulasi, hati, kardiovaskular, renal dan CNS Glasgow. Skala ini melihat derajat keparahan sehingga tidak ada kematian pada pasien dengan skor 0.
Peneliti menyebut tingkat mortalitas pada skor 9-12 sebesar 25 persen, kemudian 50 persen pada skor 13-16, 75 persen pada skor 17-20, dan 100 persen pada skor di atas 20.
Melansir dari laman Life in The Fastline, penyebab gangguan multiorgan bisa berupa penyakit yang membuat trauma pada jaringan seperti, sepsis (komplikasi atau infeksi parah), trauma berat, luka bakar, penyakit autoimun, keracunan, multiple blood transfusion, atau pankreatitis (peradangan pankreas).
Gangguan multiorgan memang terjadi setelah timbul penyakit, cedera atau infeksi. Selain itu ada keterlibatan interaksi yang kompleks dari faktor-faktor yang saling bergantung antara lain:
- genetik, faktor ini membuat gangguan multiorgan antarpasien jadi berbeda.
- komorbid, pasien dengan disfungsi organ premorbid lebih cenderung mengalami kerusakan fungsi organ lebih lanjut.
- pengobatan, terapi dan dukungan perawatan di ICU.
- perubahan makrosirkulasi darah, meliputi systemic vasoplegia dan penurunan pasokan oksigen ke jaringan.
- perubahan mikrosirkulasi darah.
- peradangan atau inflamasi.
- tahap koagulasi
- faktor neuro-endokrin
- disfungsi mitokondria (bagian sel tubuh)
Pasien dengan kondisi gangguan multiorgan akan mendapat perawatan intensif di ICU. Pasien akan terus dipantau kondisinya seperti kontrol glukosa, pemberian nutrisi dan sokongan terhadap organ-organ.
(els/chs)