Sejak wabah virus corona menjangkiti sejumlah negara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan salah satu cara mencegah penyebaran adalah dengan #pakaimasker. Pelindung mulut dan hidung ini digunakan untuk menangkal partikel liur atau droplet yang mengandung virus penyebab Covid-19.
Itu sebab ahli epidemiologi dari Universitas Diponegoro Budi Laksono mengatakan, efektivitas penyaringan masker pun harus dipastikan.
"Dalam konteks masker untuk pencegahan penularan virus Covid-19, maka masker harus mencegah pengguna dari risiko masuknya udara terkontaminasi. Oleh karena itu masker harus sedemikian arsitekturnya sehingga melekat kulit muka dan tak ada celah yang dimasuki udara yang tidak tersaring," jelas Budi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada berbagai jenis masker yang beredar, mulai dari N95 hingga masker kain. N95 digunakan oleh petugas kesehatan, sementara orang umum bisa menggunakan masker non-medis.
Namun tak sembarangan masker non-medis. Pelindung mulut dan hidung ini paling tidak harus memiliki tiga lapisan. Bagaimana jika selain itu?
Selain masker kain tiga lapis, sebagian orang juga menggunakan masker kain dua lapis atau masker jenis scuba. Tak perlu langsung membuang, Budi menyarankan untuk meningkatkan fungsi dan efektivitas filtrasi.
![]() Infografis Jenis Masker Mana yang Lebih Efektif untuk Cegah Corona? (CNN Indonesia/Fajrian) |
Untuk masker kain dua lapis, Budi Laksono menyarankan pemakaian tisu di tengahnya. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan kerapatan penyaringan.
"Bagi keperluan umum, maka [yang] setara masker bedah, di mana 80 % tingkat filtrasi, cukup. Dari asumsi ini, masker kain dengan filtrasi setara, cukup. Masker kain dua lapis, dengan tisu muka 2 lapis sudah setara ini. Bahkan lebih dikit," jelas Budi.
Jenis masker ini terbuat dari bahan neoprene yang cenderung tipis dan elastis. Sehingga punya kecenderungan menjadi longgar.
Bahan tersebut pun jika ditarik, porinya akan membesar. Belum lagi, masker hanya terdiri atas satu lapisan. Padahal standar WHO merekomendasikan tiga lapis.
Namun tak perlu membuang lantas membeli yang baru, menurut Budi, Anda tetap bisa memanfaatkan masker scuba dengan menambah lapisannya. "[Gunakan] scuba double, diberi tisu di tengahnya, cukup," saran dia.
![]() Untuk meningkatkan efektivitas filtrasi, Anda bisa menggunakan dua masker scuba ditambah tisu. Atau melapisi masker scuba dengan kain katun dua lapis. |
Saran lain datang dari praktisi klinis yang juga spesialis pulmonologi dan respirasi paru, dokter Muhammad Fajri Adda'i yakni dengan menambahkan dua lapis kain katun.
"Memang belum ada sepertinya penelitian yang menguji kombinasi scuba dan katun dua lapis. Tetapi setidaknya katun dua lapisnya yang akan memberikan proteksi utama. Jadi mungkin katun duluan [di depan baru scuba]," kata Fajri dikutip dari Antara.
Aturan mengenai masker di tengah pandemi virus corona memang berkembang. Mulanya, penggunaan masker disebut hanya untuk orang yang sakit saja.
Namun kemudian WHO meralatnya dan menganjurkan pemakaian masker untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2. Ahli kesehatan dan pemerintah di beberapa negara lantas mewajibkan penggunaan masker di ruang publik.
Belakangan setelah enam bulan hidup 'beriringan' dengan Covid-19, kemudian mengemuka larangan penggunaan masker scuba dan buff. Kedua kedua jenis ini dianggap tak efektif menangkal virus lantaran hanya memiliki efektivitas 0-5 persen.
Tapi, sebagian orang sudah kadung membeli dan menyimpan masker jenis scuba. Sebagian lainnya juga ada yang telanjur membeli masker kain yang tidak sesuai standar WHO 3 tiga lapis.
Lihat juga:Panduan Penggunaan Masker Terbaru dari WHO |
Hingga kini di Indonesia sendiri belum ditemukan standar khusus mengenai masker yang efektif dan aman. Satu-satunya panduan mengenai masker medis dan non-medis ini diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan diperbarui pada 5 Juni 2020.
Karena itu Budi Laksono menyarankan penyusunan standarisasi masker sesuai dengan kondisi di Indonesia.
"Sejak awal memang pemerintah dengan ahli-ahli kesehatannya kurang memahami keadaan rakyat. Apalagi pecahkan problem solusi. Rakyat tarantuk-antuk dan serba disalahkan ketika cari solusi yang memang kurang bimbingan," katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (18/9).
"Walau terlambat, Kemenkes harus buat uji dan standarisasi masker, dari generik hingga termahal, kemudian sebarkan."
Serupa diutarakan praktisi klinis yang juga relawan Covid-19, dokter Muhammad Fajri Adda'i yang menilai perlu ada panduan detail mulai dari jumlah lapisan kain hingga tingkat kerapatan.
"Karena masker kain yang beredar kan sangat banyak ya. Harus dikasih lihat maskernya, bentuknya seperti apa, harus ada contoh konkret. Masker beragam, bisa saja membuat masker sendiri. Kita support pemerintah keluarkan regulasi," kata dia.
Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan panduan mencegah infeksi, termasuk mengenai pemakaian masker yang benar dan cara membuatnya sendiri di rumah, namun belum membahas detil mengenai bahan masker.
"Standarisasi kalau perlu," kata Fajri.
Panduan yang dikeluarkan WHO mencantumkan anjuran tentang masker non-medis yang harus mempertimbangkan efisiensi filtrasi, kemudahan bernapas, jumlah dan kombinasi bahan, bentuk, salutan (coating) serta, pemeliharaan.
Efisiensi filtrasi misalnya, bergantung pada keketatan tenunan, diameter serat atau benang dan, proses pembuatan. Filtrasi kain pun bervariasi, semakin tinggi maka semakin besar hambatan yang diberikan kain.
"Tidak disarankan menggunakan bahan elastis untuk membuat masker; saat dipakai, bahan masker dapat tertarik di wajah, sehingga ukuran pori meningkat dan efisiensi filtrasi menurun selama digunakan," tulis WHO.
WHO menganjurkan untuk menggunakan bahan yang mampu menangkap partikel dan droplet, tetapi juga memberi kemudahan bernapas. Sementara untuk jumlah lapisan, WHO menyarankan menggunakan tiga lapisan, tergantung kain yang digunakan.
Penggunaan masker tak berdiri sendiri, langkah ini harus diikuti dengan kebiasaan mencuci tangan dan menjaga jarak.
(nma)