Studi: Terapi Plasma Tak Efektif Tekan Risiko Kematian Corona

CNN Indonesia
Jumat, 23 Okt 2020 13:29 WIB
Studi di India menemukan, terapi plasma darah tak efektif mencegah keparahan penyakit atau mengurangi risiko kematian pasien Covid-19.
Ilustrasi. Studi di India menemukan, terapi plasma darah tak efektif mencegah keparahan penyakit atau mengurangi risiko kematian pasien Covid-19. (istockphoto/Fly_dragonfly)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebuah studi baru menemukan, terapi plasma darah yang sebelumnya menjadi salah satu opsi pengobatan Covid-19 tak efektif dalam mencegah keparahan penyakit atau mengurangi risiko kematian pasien.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal BMJ ini menunjukkan bahwa sebagai pengobatan potensial untuk pasien Covid-19, terapi plasma darah memperlihatkan efektivitas yang sangat terbatas.

Studi ini mengikutsertakan 464 pasien Covid-19 bergejala sedang di India. Sebanyak 253 pasien dipilih secara acak untuk menerima perawatan plasma darah. Sementara 229 pasien lainnya hanya mendapatkan perawatan standar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasilnya, plasma darah hanya ditemukan memperbaiki gejala kelelahan dan sesak napas. Namun, terapi tersebut tak bisa mengatasi gejala demam dan batuk pada pasien. Melansir CNN, hal itu bisa dilihat dari jumlah pasien yang membutuhkan ventilator, yang tak jauh berbeda antara kedua kelompok.

Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa terapi plasma darah tak terlalu efektif menekan risiko kematian pasien pada kedua kelompok. Angka kematian pasien pada kelompok plasma darah (15 persen) justru lebih besar daripada pada kelompok non-plasma darah (14 persen).

Kendati demikian, studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk menentukan apakah temuan serupa akan muncul pada kelompok pasien yang lebih besar.

Mengomentari hasil studi tersebut, ahli epidemiologi Martin Landray mengatakan bahwa uji coba yang dilakukan di India itu terlalu kecil untuk memberikan jawaban yang jelas.

"Percobaan yang lebih besar diperlukan untuk hasil yang lebih jelas," kata Landray.

Terapi ini dilakukan dengan menggunakan plasma darah yang diambil dari penyintas Covid-19. Antibodi dalam plasma darah diklaim dapat membantu respons imun untuk melawan penyakit pada pasien yang masih dinyatakan positif.

Pada Agustus lalu, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat mengesahkan penggunaan darurat untuk terapi plasma darah. Namun, hingga saat ini data masih dikumpulkan dalam sejumlah uji coba terkontrol untuk mempelajari keamanan dan efektivitas pengobatan.

Sementara pada September lalu, panel National Institutes of Health mengatakan, tak ada bukti yang mendukung penggunaan terapi plasma darah. Dokter bahkan diimbau untuk tidak menjadikannya sebagai standar perawatan hingga penelitian lebih lanjut dikembangkan.

Di Indonesia sendiri, terapi plasma darah ditemukan aman digunakan pada sebuah uji klinis fase I yang dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto.

"[Terapi] plasma konvaselen sudah melakukan uji klinis Fase I di RSPAD, di mana salah satu kesimpulannya terapi ini aman, di mana tidak ada efek samping yang membahayakan," ujar Menristek/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro, Selasa (20/10).

Dalam uji klinis ini, terapi plasma darah ditemukan lebih efektif pada pasien bergejala sedang. Pasien ditemukan lebih cepat melepaskan ventilator serta mendapati kondisi imun tubuh yang membaik.

(asr)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER