26,9 Persen Ibu di Jakarta-Jabar Beri Balita Kental Manis

CNN Indonesia
Jumat, 20 Nov 2020 16:34 WIB
Riset terbaru menemukan bahwa 26,9 persen ibu di DKI Jakarta dan Jawa Barat masih melihat kental manis sebagai susu bahkan diberikan kepada balitanya.
Riset terbaru menemukan bahwa 26,9 persen ibu di DKI Jakarta dan Jawa Barat masih memberikan kental manis ke balitanya. (morgueFile/psarahtonen)
Jakarta, CNN Indonesia --

Selama beberapa waktu, polemik terkait susu kental manis (SKM) terus bergulir. Puncaknya, pada 2018, salah kaprah seputar susu kental manis (SKM) ini sempat ramai menjadi perbincangan.

Kala itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya menegaskan bahwa SKM termasuk dalam kategori produk susu, tapi bukan untuk pengganti ASI.

Kini, sebuah hasil riset terbaru yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bekerja sama dengan Majelis Kesehatan PP Aisyiyah menemukan bahwa rumah tangga di DKI Jakarta dan Jawa Barat masih melihat kental manis sebagai susu, yang diberikan kepada balita.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari temuan kami, di DKI Jakarta dan Jawa Barat masih ada 341 atau 26,9 persen yang mengatakan kental manis adalah susu. Dan ibu-ibu inilah yang secara rutin memberikan SKM untuk balitanya," kata Chairunnisa, Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah dalam webinar bersama YAICI, Kamis (19/11).

Riset yang dilakukan pada September-Oktober lalu, melibatkan sebanyak 1.268 ibu dengan balita.

Di DKI Jakarta, responden sebanyak 630 ibu dari Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Sedangkan, di Jabar melibatkan sebanyak 638 ibu dari Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor.

Karena dianggap susu, SKM ini diberikan pada anak di usia kurang dari 3 tahun. Di DKI Jakarta, sebanyak 162 ibu (25,7 persen) memberikan SKM buat anak.

Dilihat dari usia, sebanyak 60 persen (80 balita) mengonsumsi SKM di usia 0-2 tahun. Di Jabar, sebanyak 179 ibu (28 persen) memberikan SKM buat anak. Ada sebanyak 105 balita usia 0-2 tahun sudah mengonsumsi SKM.

"Kalau dilihat, usia di bawah setahun dan mengonsumsi SKM di DKI Jakarta 9,7 persen, Jabar 23,8 persen. Ini jadi keprihatinan, anak di bawah setahun sudah diberi SKM dan cukup tinggi angkanya," ungkap Chairunnisa.

Dari total 341 ibu, sebanyak 121 ibu (35 persen) memberikan SKM kurang dari atau sama dengan sekali sehari. Sementara sebanyak 220 ibu (65 persen) memberikan lebih dari sekali dalam sehari.

Dilihat dari takaran, sebanyak 99 ibu (41 persen) memberikan takaran kurang dari 3 sendok makan dalam sekali pembuatan. Sedangkan 242 ibu (59 persen) memberikan takaran lebih dari 3 sendok makan.

SKM yang tinggi gula bukan tanpa risiko saat dikonsumsi anak-anak. Sebanyak 78 persen (986 ibu) responden mengaku mengetahui efek samping konsumsi SKM buat balita mereka. Namun, masih ada 22 persen (283 ibu) responden mengaku tidak tahu.

Masa depan anak jadi korban

Dari riset, dapat dilihat sebagian besar ibu mengetahui dampak pemberian SKM buat balita.

Dokter spesialis anak,WinraPratita, mengingatkan pada seribu hari pertama kehidupan anak (dari janin hingga usia 2 tahun) jadi masa penting perkembangan otak.

Jika dalam seribu hari ada masalah, termasuk nutrisi tidak terpenuhi, anak bisa stunting akibat kekurangan gizi kronis dan perkembangan otak tidak maksimal.

"SKM ini kan tinggi gula dan tidak ada proteinnya. Padahal untuk tumbuh kembang, protein sangat penting. Kekurangan gizi terutama protein nanti gizi buruk, albumin rendah, edema, kelainan kulit," kata Winra saat menanggapi hasil riset.

Dalam kesempatan serupa, Mahmud Fauzi, Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi, Kemenkes RI, menyebut saat ini Indonesia mengalami masalah cukup kompleks.

Tidak hanya double burden tapi juga triple burden yakni, kurang nutrisi, kelebihan gizi dan masalah gizi kronis. Pemberian SKM buat balita jadi salah satu sumber masalah gizi di Indonesia.

Dalam aturan BPOM, lanjutnya, SKM dibuat dari 50 persen susu segar yang diuapkan badan airnya kemudian ditambah 40-50 persen gula. Konsumsi SKM bisa melebihi batas konsumsi gula pada anak.

"Kekhawatiran kami, anak diberi SKM dan tidak diberi makanan lain. Seharusnya SKM tidak dikonsumsi langsung, juga tidak untuk pengganti ASI," ujarnya.

Dia berkata masih perlu upaya edukasi dari berbagai lini terlebih masyarakat kini menangkap informasi dari berbagai platform termasuk media sosial.

(els/agn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER