Jakarta, CNN Indonesia --
Anak badak bernama Jessie baru berusia empat bulan ketika dia tiba di tempat penampungan di Afrika Selatan bagian utara, mengeluarkan darah dari luka di bahu dan sangat trauma.
Tim penyelamat mencurigai hewan itu dilukai oleh pemburu yang mengambil induknya, memukul ia dengan parang untuk mengusirnya.
Jessie beruntung bisa melarikan diri hidup-hidup dan mendarat di tempat yang didedikasikan untuk merehabilitasi anak badak yatim piatu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Butuh dua hari dan memberinya Valium agar dia bisa tenang," kenang penjaga Zanre Van Jaarsveld.
"Dia juga sangat dehidrasi," lanjutnya.
The Rhino Orphanage terletak di hutan lebat di provinsi Limpopo, Afrika Selatan, tersembunyi di ujung jalur tanah merah yang dihiasi lubang.
Monyet-monyet nakal melesat ke seberang jalan dan jerapah yang anggun terlihat di kejauhan.
Gerbang logam besar menjaga pintu masuk di lokasi yang dirahasiakan.
"Jika pekerja pertanian memberikan informasi kepada pemburu ... mereka akan menghasilkan lebih banyak uang daripada yang akan mereka hasilkan dalam satu tahun gaji," kata pendiri Arrie Van Deventer.
Karena itu, keamanan dan kewaspadaan adalah kunci untuk melindungi panti asuhan badak, yang bertahan dengan sumbangan pribadi.
'Kami ibu mereka'
Van Deventer (67), mantan guru sejarah yang beralih profesi menjadi peternak, memulai proyek tersebut setelah dia dipanggil untuk membantu insiden perburuan pada tahun 2011.
Dua badak betina putih ditemukan mati di daerah itu, diduga dibunuh untuk diambil cula mereka.
Salah satu dari dua anak mereka masih hidup dan membutuhkan rumah baru.
Satu-satunya pilihan bagi anak badak yang trauma, katanya, adalah tempat yang tak diganggu pengunjung.
Saat ini panti asuhan menjadi rumah bagi sejumlah anak badak. Sebagian besar adalah spesies berbibir persegi, juga dikenal sebagai badak putih, tetapi beberapa badak hitam yang terancam punah juga tinggal di sana.
Misinya jelas: penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasan. Tidak ada turis yang diizinkan masuk, sehingga meminimalisir kontak badak dengan manusia.
"Jika mereka terlalu terbiasa dengan orang, maka akan lebih sulit untuk melepaskan mereka ke alam liar," jelas Van Deventer, menambahkan bahwa lahan itu juga ditutup untuk umum karena "alasan keamanan".
Empat staf dan dua sukarelawan, semuanya perempuan, bekerja sepanjang waktu untuk merawat badak, kadang-kadang bahkan tidur di samping mereka di kandang terbuka.
"Kami ibu mereka," kata manajer Yolande Van Der Merwe (38).
"Mereka tidur sangat dekat untuk kehangatan dan kenyamanan.
"Seseorang membawakan (kami) makanan, atau jika kami ingin makan malam atau istirahat di kamar mandi seseorang datang untuk tinggal bersama mereka," katanya kepada AFP.
"Begitu mereka dibiarkan sendiri, mereka mulai berteriak."
Tangisan mereka bernada tinggi, seperti suara lumba-lumba, menurut Van Deventer.
Anak yatim piatu yang rakus
Sebagian besar anak badak telah menjadi yatim piatu akibat para pemburu.
Badak dibunuh untuk diambil tanduknya, dengan ganjaran harga mahal di seluruh Asia untuk tujuan tradisional dan pengobatan.
Satu kilogram keratin, yang diperoleh dari tanduknya, dapat dijual dengan harga lebih dari US$110 ribu di pasar gelap.
Perdagangannya menguntungkan dan sebagai hasilnya, ribuan badak telah diburu di Afrika Selatan selama dekade terakhir.
Di panti asuhan, tiga penghuni termuda - dua perempuan dan satu laki-laki - tak sabar menunggu botol bayi berukuran besar yang penuh dengan campuran susu dan nasi rebus.
Berat badak bertambah lebih dari 350 kilogram di tahun pertama kehidupannya dan anak-anaknya perlu diberi makan setiap beberapa jam.
 Sukarelawan Zanr Van Jaarsveld bermain bersama anak-anak badak yatim piatu. (Michele Spatari / AFP) |
"Pada usia lima atau tujuh hari mereka kecil, setinggi lutut," Van Der Merwe menunjuk.
"Mereka mendapatkan makan setidaknya satu kilo sehari," lanjutnya.
Pada ulang tahun pertama mereka, badak biasanya memiliki berat hampir setengah ton.
Saat anak badak mulai gelisah, Van Jaarsveld (26) dengan penuh kasih sayang menggaruk kulit tebal mereka yang kasar.
Di antara mereka adalah Jessie, masih gelisah delapan bulan setelah penyelamatannya.
"Dia sangat gelisah, sangat mudah ketakutan," kata Van Jaarsveld.
Anak badak tinggal di panti asuhan sampai usia lima tahun, ketika mereka dianggap cukup kuat untuk mempertahankan diri dari predator.
Mereka kemudian dilepaskan di cagar alam terdekat di mana seorang konservasionis terus memperbarui panti asuhan tentang kemajuan mereka.