LOVE STORY: Mika, Mau Sampai Kapan Menunggu 'Bingung?'
CNN Indonesia
Minggu, 14 Feb 2021 14:20 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Demi neptunus, kalau bisa saya ingin menarik kembali teks-teks yang dikirim Kamis lalu, bahkan pesan 2 tahun lalu soal saya suka padanya. (CNN Indonesia/Basith Subastian)
Jakarta, CNN Indonesia --
"Aku jalan ke metro saja dapet 1138 langkah. Bilang 3750??? 13ribu langkah lah, minimal 6ribu, baru anget."
Bagaimana tidak, buat saya yang jarang gerak, 3750 langkah itu sebuah kemajuan yang ingin saya rayakan. Dan mengiriminya sebuah pesan dengan harapan kami bisa 'merayakannya' bersama langsung pupus begitu mendengar jawabannya yang terdengar sombong itu.
Ah tidak, bukan Kamis. Bahkan kalau bisa, teks dari zaman awal perkenalan kami. Termasuk sebuah pesan singkat yang berisi 'tembakan' saya untuknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ya, saya, Mika, seorang perempuan yang merasa tak ada yang salah untuk mengungkapkan rasa suka Gin, sejak dua tahun lalu. Tapi sampai saat ini, Gin tak juga menjawab.
Bahkan sudah dua tahun berlalu sejak pesan cinta itu dilayangkan, saya masih saja menunggu, berharap bisa bertatap muka dan membicarakan apa yang tidak bisa didiskusikan via teks atau telepon.
Kisah cinta ini berawal dari kampus. Dia adalah Gin, seorang senior kampus, mahasiswa angkatan 'legend'. Saking jadi legenda, ia cuma muncul sekali dua kali. Maklum, dengar-dengar ia 'dicomot' perusahaan ibukota setelah magang. Sedangkan saya cuma junior yang sempat menikmati presentasinya kala sebuah sesi pembekalan di sebuah unit kegiatan kampus.
Tidak ada pikiran atau perasaan apapun, sekadar relasi senior 'legend' dan junior yang masih adaptasi dengan kampus.
Jauh setelahnya, tersiar kabar kalau dia sudah melebarkan sayap ke luar Indonesia. Hingga sekitar 2018, kami bertegur sapa lewat media sosial. Di sela obrolan, dia memanggil saya dengan nama akun Twitter zaman 'baheula'. Apa kita pernah seakrab itu dulu?
Meski kerap kesal dengan teks-teks bernuansa menggoda seperti om-om, nyatanya saya nyaman bercerita apapun padanya. Tak sekadar jadi pendengar, ia pun jadi kawan diskusi sekaligus pemberi nasihat. Rasanya wajar, sudah makan asam garam dunia persilatan yang lebih lama dari saya.
Dari situ, perlahan perasaan nyaman berubah menjadi suka. Saya tidak akan lupa bagaimana dia bisa menenangkan tangan saya yang gemetar diiringi isak tangis. Balada patah hati selalu bisa membuat pikiran dan hati kacau padahal ada pekerjaan menanti diselesaikan. Kata-katanya seperti mantra, punya daya untuk mengangkat sekian persen sedih, takut sekaligus cemas. Saya makin terpesona.
Raga boleh ribuan kilometer jauhnya, tapi rasanya tak sulit buat saya 'menghadirkan' dia di ibukota. Melamun, menyesap kopi sembari mencorat-coret buku catatan. Entah sudah berapa cerita, puisi atau sekadar curahan hati tertulis. Sebelum saya mulai gila (atau sebenarnya sudah gila), tiga bulan rasanya cukup untuk mengungkapkan isi hati dan pikiran saya.
Begini, pada prinsipnya saya tidak gemar melempar kode dan tidak peduli gengsi. Bilang suka duluan bukan barang baru dalam hidup saya. Ditolak? Yah masuk 'daftar coret' saja. Kita tidak akan mati cuma gara-gara ditolak. Malah jelas langkah yang harus diambil setelahnya.
"Mas, selama beberapa bulan ini, kok aku kepikiran mas terus ya. Kurasa aku suka sama mas."
Teks terkirim lewat WhatsApp. Kalau dipikir sekarang, kok bisa-bisanya menyampaikan sesuatu yang penting via teks begini. Namun sudahlah. Saat itu yang saya pikirkan, saya enggak tahu bakal punya kesempatan lagi kapan.
Tapi Gin memberi jawaban di luar dugaan bahkan akal sehat saya yang seharusnya hanya 'aku juga' atau 'aku tidak.' Ah tampaknya cinta juga sekarang punya jawaban serba abu-abu yang menyebalkan seperti itu.Saya ingin merilis 'keramaian' di kepala. Jujur saja, saya sebenarnya tidak meminta dia untuk menjadi pacar saya. Sekadar mengungkapkan dan berharap ada respons entah positif atau negatif. Jika responsnya positif, saya anggap dia membuka 'pintu' untuk mengenal lebih dalam. Sebaliknya, saya bakal 'balik kanan' kalau responsnya negatif.
"Aku bingung."
Saya tidak menyiapkan untuk opsi semacam ini. Apa bilang suka itu berarti 'Maukah kamu jadi pacarku?'. Pikiran campur aduk.
Beruntung Gin tidak bisa saya jangkau dengan sepeda motor. Kalau dekat, sudah saya todong di depan muka dan bertanya jawaban bingung itu maksudnya gimana.
Dia memang pandai menyetir pembicaraan. Bersembunyi di balik emoticon, ganti topik atau tak acuh dengan pertanyaan yang tidak ingin ia jawab.
Gin masih suka merekomendasikan lagu-lagu bagus. Saya kerap terima saja saat dia mengomentari baju atau alis yang kanan-kiri berbeda. Meski dalam setahun, mungkin bisa dihitung jari frekuensi dia menghubungi saya duluan.
Ya, Kami masih mengobrol sampai sekarang, tanpa sedikit pun menyinggung pesan cinta yang pernah saya kirimkan kepadanya, tapi saya juga tak kuasa saya tanyakan lagi.
Sebut saja saya bebal ataupun muka tebal atau bodoh, saya tak peduli. Kawan-kawan baik saya tampaknya jengah memberikan nasihat. Pasalnya, tak ada kepastian dalam relasi seperti ini.
Foto: Pixabay/Olessya Ilustrasi pasangan
Menurut mereka, kalau dia memang suka, kalau tertarik, tentu tidak akan begini komunikasinya. Dan tentu saja, 2 tahun tanpa kejelasan pasti membuat saya masih penasaran dan juga mungkin dianggap membuang-buang waktu cinta saya.
"Opo ora sayah?"
Seorang kawan bertanya. Dalam bahasa Jawa artinya, 'apa enggak capek?'. Apa kata 'capek' tepat diasosiasikan dengan aktivitas yang alami dilakukan? Maksudnya, kalau suka, bukankah menghubungi jadi hal yang alami dilakukan? Bukankah menunggu itu wajar?
Sulit buat saya mengambil keputusan lewat asumsi atau kesimpulan sendiri. Kalau bisa, saya ingin pinjam pintu ke mana saja milik Doraemon dan menumpahkan apa yang saya rasakan saat ini.
Pandemi memaksa saya menambah kuota kesabaran. Kami cuma bisa saling dukung lewat teks. Harapannya, semoga suatu saat bisa bersua, entah mau seperti apa ujungnya. Melanjutkan 'perjalanan' atau 'balik kanan' dan melupakannya.
Atau, seperti saya bilang, cinta terkadang punya satu opsi abu-abu lain selain ya dan tidak. Dalam kasus ini mungkin 'lanjut,' 'balik kanan' atau 'mengibarkan bendera putih di tengah jalan?'
LOVE STORY adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" tentang kisah cinta. Kisah cinta tak melulu tentang kebahagiaan, tapi juga perjuangan, kesedihan, bahkan patah hati dan percintaan yang tak biasa. Tulisan yang dikirim minimal 800 kata. Kirimkan Love Story Anda yang menarik ke [email protected].