Asal usul tradisi istiftah di Irak masih diperdebatkan.
Beberapa mengatakan itu berasal dari Hadis, catatan wahyu dan tindakan yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad SAW, di mana dia memohon kepada Tuhan, "Ya Allah, berkati umatku di pagi hari mereka".
Tetapi Abbas Ali, seorang dosen di College of Islamic Studies di Universitas Salahaddin Irak, mengatakan prevalensi kebiasaan di antara agama lain menunjukkan bahwa itu mungkin tidak ada hubungannya dengan Islam sama sekali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin saja itu hanya kebiasaan kuno yang dipraktikkan dalam waktu lama - dan tradisi yang baik sering kali menjadi ritual keagamaan," kata Ali kepada AFP.
Berhubungan dengan agama atau tidak, tradisi istifah terus ada, bahkan di antara pedagang muda.
Jamaluddin Abdelhamid (24), menjual kacang panggang, permen, dan rempah-rempah di pasar.
"Seringkali, seorang pelanggan meminta madu karena mereka sakit. Biasanya harganya 14 ribu dinar Irak (sekitar Rp134 ribu) per botol, tetapi mereka memintanya dengan 10 ribu dinar Irak dan saya setuju karena itu istiftah," katanya.
"Saya tahu Tuhan Maha Mengerti," kata Abdelhamid.
Menolak permintaan pelanggan pertama - tidak peduli seberapa besar diskonnya - membuat dia diliputi rasa bersalah.
"Saya menghabiskan sepanjang hari dengan perasaan sedih, bertanya pada diri sendiri bagaimana saya bisa menolak berkah Tuhan," kata Abdelhamid.
Tradisi istifah tak hanya di pasar tradisional: bahkan pengemudi taksi, tukang ledeng dan mekanik telah mengadopsinya.
"Berapa pun uang yang saya peroleh pertama kali dalam sehari, saya menciumnya dan mengangkatnya ke dahi saya sebagai tanda syukur kepada Tuhan," kata Maher Salim, mekanik mobil berusia 46 tahun di Arbil.
Tapi istiftah bukan berarti mendapatkan barang atau jasa secara gratis.
Pelanggan pertama sering kali meminta harga yang sangat miring untuk pembelian di pagi hari, tetapi mereka tak diizinkan memintanya secara gratis.
"Bahkan jika itu saudara saya, saya akan mengambil sesuatu yang simbolis darinya - bahkan jika hanya 1.000 dinar Irak," kata Salim kepada AFP.
Ada satu ancaman besar bagi keseimbangan indah tradisi istiftah ialah munculnya pusat perbelanjaan modern.
Seiring perkembangan Arbil selama dekade terakhir, mal-mal besar bermunculan di seluruh kota, menawarkan pengalaman berbelanja yang nyaman dan cepat.
Mohammad Khalil masih membeli bahan makanannya - roti, yogurt, keju, dan sayuran - setiap pagi dari toko-toko kecil di dekat rumahnya, menghujani pemilik toko dengan salam dan doa memohon berkat dan kesehatan yang baik saat dia berjalan keluar.
Interaksi di mal, keluhnya, relatif dingin.
"Tidak ada istiftah di sana - semuanya tentang sistem komputer," kata Khalil kepada AFP.
"Seringkali, orang yang bekerja di toko mal bukanlah pemilik sebenarnya, jadi mereka bahkan tidak peduli dengan tradisi."
(afp/ard)