Blue Train, Sepur Mewah Impian Penduduk Afrika Selatan
Para pelayan dengan rompi abu-abu membawa piring-piring canapé cantik mengelilingi lounge pribadi di stasiun kereta api utama Cape Town. Gemerincing gelas sampanye memenuhi udara.
Suasana nyaman memenuhi ruangan saat penumpang menunggu untuk naik Blue Train (Kereta Biru) yang terkenal untuk perjalanan dua malam yang mewah melintasi Afrika Selatan.
Namun kekhawatiran akan pandemi virus Corona tak bisa dipungkiri. Penumpang satu persatu diantar dalam kelompok-kelompok kecil ke tempat pengujian virus Corona jalur cepat di dekatnya.
Hasil negatif, dikirim melalui SMS, diikuti dengan makan siang hidangan pembuka yang elegan - langkah terakhir sebelum seruan "All aboard!" ("Semua naik!") menandakan dimulainya petualangan.
Blue Train yang gagah siap untuk menampung penumpang dalam 19 gerbong mewah berlapis panel kayu yang dipoles kuningan.
Jadwal memanjakan diri selama 48 jam dimulai saat kereta keluar dari stasiun untuk perjalanan 1.600 kilometer melalui gurun Karoo, membelah tengah negara ke ibu kota Pretoria.
Bentang alam berwarna kuning tua secara perlahan berubah menjadi perbukitan dan padang rumput hijau yang secara sporadis dipecah oleh kota pertambangan dan pemukiman sederhana.
Blue Train adalah pelarian sempurna dari dunia nyata.
Ironisnya, sebagian besar orang Afrika Selatan tidak pernah bermimpi untuk mendapatkan kemewahan sebelum Covid muncul.
Tetapi pembatasan perjalanan virus Corona telah menyetop arus turis mancanegara berduit yang telah lama mendominasi pelanggan kereta, terutama dari Australia, Inggris, dan Jepang.
Layanan dilanjutkan pada bulan November dengan harga diskon besar-besaran. Saat ini hampir semua penumpangnya berasal dari Afrika Selatan.
"Saya tumbuh besar dengan mengetahui ada Blue Train, harga tiketnya tidak terjangkau," kata dokter yang berbasis di Cape Town, Mashiko Setshedi, ditemani oleh ibunya yang berusia 67 tahun.
"Berkat Covid, naik kereta ini menjadi mungkin."
Tidak seperti Setshedi, sebagian besar penumpangnya adalah pasangan kulit putih berusia 50-an dan 60-an.
"Perjalanan kami ke AS dibatalkan pada 2020," kata Bennie Christoff, penasihat keuangan berusia 54 tahun, diapit oleh istrinya.
"Berada dalam Blue Train adalah salah satu hal yang ingin saya lakukan. Kakek nenek saya memberi tahu kami tentang hal itu."
Kereta berusia puluhan tahun itu dijalankan oleh perusahaan logistik negara Afrika Selatan, Transnet, yang telah berjuang untuk menjaga lalu lintas kereta api tetap lancar sejak kemunduran ekonomi akibat pandemi memicu lonjakan pencurian kabel.