Jakarta, CNN Indonesia --
Apa yang sudah kamu lakukan untuk merawat bumi? Tak perlu mencari atau melakukan hal yang besar untuk mulai merawat bumi.
Di Hari Bumi ini kamu bisa menjaga bumi dengan cara kecil dan sederhana di rumah. Ingat aksi kecil bisa memberi dampak besar.
Beberapa caranya adalah dengan memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mengurangi sampah makanan (food waste), dan sampah tekstil (textile waste).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kamu mungkin tak sadar kalau ternyata mengurangi sampah makanan dan limbah tekstil juga jadi cara untuk menjaga bumi.
1. Menghindari sampah makanan (food waste)
Coba tengok lemari es kamu, adakah sisa sayuran atau makanan yang belum diolah tapi sudah busuk atau makanan basi? Data Kementerian Pertanian menyebut bahwa sampah makanan di Indonesia per tahun mencapai 1, 3 juta ton.
Apa hubungannya sampah makanan dengan menjaga bumi? Mengutip laman Earth Day, ketika makanan dibuang ke tempat pembuangan sampah, oksigen tidak dapat berinteraksi dengan bahan yang membusuk, makanan menghasilkan metana, gas rumah kaca yang kuat dengan 28 kali daya perangkap panas karbon dioksida.
Bagaimana caranya mengurangi food waste? Cara termudah adalah merencanakan makanan atau meal preparation.
Aktris Asri Welas melakukan cara ini untuk menghindari limbah makanan, food waste. Dia biasanya membuat perencanaan menu makanan selama 1-2 minggu.
"Dengan listing menu ini kita sebagai ibu bisa menghindari buang- buang bahan makanan, menghindari belanja yang tidak diperlukan. Ini juga membuat keuangan keluarga lebih hemat," kata Asri dikutip dari Antara.
Wanita asal Yogyakarta itu pun mengaku selalu mengajak keluarganya berdiskusi untuk menu makanan yang disajikan tiap harinya. Komunikasi dengan suami dan para buah hatinya menjadi kunci agar tidak ada pemborosan dalam hal membeli bahan- bahan makanan.
"Kalau sama suami misalnya dia sukanya sarapan itu suka telor orak arik, pakai daging asap, sama roti. Itu disiapkan selama seminggu," kata Asri.
Tips lainnya yang dibagikan Asri adalah konsultasi dengan dokter ahli gizi.Konsultasi dengan dokter ahli gizi itu disarankan jika ada anggota keluarga yang mengalami masalah terkait kesehatan tubuhnya.
"Aku kan punya dua balita. Dua-duanya punya kondisi dengan kesehatan, yang satu kita tanya dokter untuk makanan yang bagus untuk matanya kan. Sementara satu lagi lahir dengan prematur berat badannya kecil, jadi tanya dokter juga yang bagus untuk anak yang kurang berat badannya nutrisi terbaik itu apa," katanya.
Menurutnya meski terkesan repot, tips mulai dari perencanaan menu makanan hingga konsultasi ahli gizi dapat membantu ibu untuk terhindar dari food waste.
"Memang agak repot ya. Hidup sih memang udah repot, tapi demi mendapatkan kualitas makanan hingga hidup yang terbaik ya gak apa-apa. Yang penting gak buang- buang makanan, hemat, dan gak jajan," kata Asri.
2. Mengurangi limbah tekstil
Tren busana memang selalu berganti. Demi terlihat trendi banyak orang akhirnya membeli baju-baju baru sesuai tren bukan karena kebutuhan. Lalu baju-baju yang lama? buang saja.
Sadarkah Anda bahwa perilaku ini memberikan dampak buruk untuk lingkungan dengan limbah fashionnya?
"Fakta menunjukan bahwafesyen merupakan salah satu penyumbang polutan sampah terbesar.Sekitar 95 persen sampah tekstil yang terbuang sebenarnya masih bisa didaur ulang(recycle)atau didayagunakan kembali menjadi benda berfungsi lain(upcycle)," kata Chitra Subyakto, Pendiri dan Direktur Kreatif SMMsaat konferensi pers pameran Sayang Sandang, Sayang Alam beberapa waktu lalu.
"Sebagai merek fashion dengan konsepslow fashion,salah satu cara kami mengurangi sampah tekstil, adalah dengan menciptakan sandang dari bahan yang dapat terurai, memanfaatkan sisa kain produksi, melakukan program daur ulang dan modifikasi nilai guna dari kain."
Bukan cuma soal jumlah limbah fashion yang dihasilkan, namun penggunaan penggunaan serat sintetis seperti poliester yang merupakan serat plastik dan tidak dapat terurai secara hayati dan mencemari lingkungan karena membutuhkan waktu hingga 200 tahun untuk dapat terurai.
"Terlebih lagi, sekitar 85 persen dari sampah tekstil dibuang ke tempat sampah dan laut."
 Foto: MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA Pekerja memilah limbah sisa kain di tempat pengepul limbah tekstil, Jakarta. |
3. Mengurangi limbah elektronik
Sama seperti fashion, alat elektronik pun kerap mengikuti tren. Sebut saja ponsel, televisi, laptop, earphone, sampai peralatan rumah tangga. Keinginan untuk selalu mengikuti tren seringkali tak diikut dengan kebijakan yang berakar pada lingkungan bahkan kebutuhan.
Yang harus dilakukan adalah lebih bijaksana untuk membeli produk elektronik. Belilah sesuai kebutuhan bukan sekadar memenuhi keinginan semata.
Tahukah Anda apa yang akan terjadi ketika sampah elektronik menumpuk? Limbah elektronik bukanlah sampah yang mudah 'dibuang' apalagi terurai.
Berdasarkan data dari UNGlobal E-waste Monitor 2020, ada sebanyak 53,6 juta ton limbah elektronik yang diproduksi secara global, dalam lima tahun telah naik sebesar 21 persen dan diperkirakan dalam tahun 2030 akan mencapai 74,7 juta ton. Hal ini adalah konsekuensi daritingkat konsumsi peralatan listrik dan elektronik yang tinggi, siklus hidup produk yang pendek, dan opsi perbaikan elektronik yang sangat terbatas.Yang mengkhawatirkan juga adalah kenyataan bahwa hanya 17,4% dari limbah elektronik di tahun 2019 yang dapat dikumpulkan dan didaur ulang.
"Jawabannya dapat ditemukan dalam budaya konsumen yang sangat tinggi. Kita sering sekali berpikir bahwa kita dapat mengendalikan kebiasaan pembelanjaan kita sendiri, namun ada sesuatu yang jauh lebih besar dan berperan dalam hal ini," ungkap Boris Trupcevic, CEO FOREO, perusahaanskin-techSwedia dalam pernyataan yang diterima CNNIndonesia.com.
"Saya rasa mayoritas orang tidak menyadari sesuatu yang disebut planned obsolescence atau keusangan terencana."
Dijelaskan Trupcevic, praktik planned obsolescence dimulai pada 1924 ketika pertemuan produsen utama bola lampu di Jenewa melahirkan kartel Phoebus. Mereka membutuhkan pelanggan baru dan karena bohlam mereka bertahan terlalu lama, mereka semua setuju untuk merekayasa ulang bohlam mereka sehingga mereka akan terbakar setelah tidak lebih dari 1.000 jam, dibandingkan dengan 1.500 atau 2.000 jam yang telah menjadi hal umum sampai saat itu.
Kartel mendenda mereka yang memproduksi produk dengan umur yang lebih panjang dan membuat bisnis kembali booming. Segera setelah itu, bisnis lain mengenali taktik menguntungkan ini yang masih berlaku dan terus berkembang hingga saat ini.