Menyoal 'Sindrom Paris' yang Kerap Dialami Turis Jepang

CNN Indonesia
Kamis, 27 Mei 2021 17:50 WIB
Pemandangan di kawasan Menara Eiffel, Paris, Prancis. (Lionel BONAVENTURE / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Beberapa tahun yang lalu, Journal du Dimanche, salah satu surat kabar yang terbit di Prancis, pernah menulis artikel yang mengungkap bahwa dalam setahun lebih ada selusin turis asal Jepang yang membutuhkan perawatan psikologi setelah mengalami 'Paris Syndrome (Sindrom Paris)'.

'Sindrom Paris' nyata adanya ketika turis memiliki ekspektasi berlebihan bahwa kota Paris seindah kisah novel dan film. Namun nyatanya, kondisi kota Paris sama seperti kota-kota besar lainnya: ramai, macet, dan sibuk.

"Sepertiga pasien segera sembuh, sepertiga menderita kambuh dan sisanya menderita psikosis," kata Yousef Mahmoudia, psikolog di rumah sakit Hotel-Dieu, di sebelah katedral Notre Dame, kepada surat kabar Journal du Dimanche, seperti yang dikutip dari Reuters pada 2007.

Di tahun tersebut, kedutaan besar Jepang di Paris harus memulangkan setidaknya empat pengunjung - termasuk dua wanita yang yakin kamar hotel mereka disadap dan ada rencana untuk menyakiti mereka.

Kasus-kasus sebelumnya termasuk seorang pria yang yakin dia adalah "Raja Matahari" Prancis, Louis XIV, dan seorang wanita yang percaya dia diserang dengan microwave, surat kabar tersebut mengutip pernyataan pejabat kedutaan Jepang, Yoshikatsu Aoyagi.

"Pelancong yang rapuh bisa kehilangan arah. Ketika gagasan yang mereka miliki tentang negara tersebut tak sama dengan kenyataan yang mereka temukan, hal itu dapat memicu krisis," kata psikolog Herve Benhamou kepada surat kabar tersebut.

Mengutip The Culture Trip, psikiater Prancis-Jepang Hiroaki Ota pertama kali menggunakan istilah 'Sindrom Paris' untuk menggambarkan gangguan psikologis sementara ini pada tahun 1986.

Penjelasan 'Sindrom Paris' lalu kembali dirinci dalam jurnal psikiatri Nervure pada tahun 2004.

Dalam istilah awam, 'Sindrom Paris' dapat dianggap sebagai bentuk kekagetan akan budaya baru atau kerinduan kampung halaman yang parah.

Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh empat faktor. Pertama adalah kendala bahasa. Kedua ialah soal gaya komunikasi, mulai dari nada bicara sampai humor.

Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...

Turis & Sindrom Paris, Saat Ekspektasi Terlalu 'Lebay'


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :