Karena angka morbiditas naik, maka jumlah orang dirawat inap di rumah sakit juga bisa ikut meningkat.
Pasien jadi lebih lama tinggal di rumah sakit karena dokter dan petugas medis masih mencari obat yang tepat untuk diberikan.
"Rawat inap jadi panjang karena terus dicari obatnya, yang harusnya bisa sembuh dengan antibiotik, kini tidak bisa," ucap Erwin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lama periode rawat inap tentu berujung pada biaya perawatan yang membengkak.
Pemberian obat dan antibiotik dosis tinggi juga akan menambah besarnya biaya perawatan yang diperlukan untuk menyembuhkan pasien.
Penyakit yang awalnya bisa disembuhkan dengan antibiotik dosis rendah dengan harga terjangkau, tapi karena resistensi, maka dosis pun harus ditambahkan.
"Pembiayaan relatif jadi meningkat, baik individu atau oleh pemerintah. Masalah pembiayaan ini jadi masalah besar juga," kata Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes, Imran Agus Nurali, dalam diskusi yang sama.
Selain masalah di atas, akibat dari resistensi antibiotik juga menyebabkan penularan penyakit akibat infeksi bakteri jadi lebih masif.
Sebabnya, bakteri yang ada di tubuh bisa jadi lebih kuat dari sebelumnya. Ia bisa bermutasi dan bertambah banyak. Padahal, dengan teratur minum antibiotik, bakteri ini bisa mati.
"Jadi resisten itu luar biasa bahaya karena bisa mengganggu semua aspek," tutur Erwin.
(mel/asr)