Jakarta, CNN Indonesia --
Vaksin AstraZeneca telah digunakan dalam program vaksinasi Covid-19 baik di Indonesia dan banyak negara lainnya. Namun, beberapa kabar negatif, termasuk soal risiko pembekuan darah akibat vaksin tersebut, membuat banyak orang khawatir.
Pada dasarnya, vaksin ini bekerja dengan cara merangsang tubuh untuk membentuk antibodi yang dapat melawan infeksi SARS-CoV-2. Setelah melalui beberapa fase uji klinis, efektivitas vaksin AstraZeneca ditemukan mencapai 63-75 persen.
Di tengah program vaksinasi ini, muncul kabar bahwa vaksin menimbulkan efek samping berbahaya seperti pembekuan darah. Di Indonesia, misalnya, telah ada tiga kasus kematian pasca-vaksinasi dengan AstraZeneca.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Komnas Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) telah menegaskan bahwa dua dari tiga kasus meninggalnya pasien dipastikan tidak berhubungan dengan vaksin.
Sedangkan satu kasus lainnya masih dalam penyelidikan.
Hasil evaluasi yang dilakukan European Medicines Agency (EMA) sendiri memang menemukan ada hubungan antara kejadian pembekuan darah dengan vaksin AstraZeneca. Namun, kejadiannya sangat jarang.
"EMA masih menilai bahwa kalaupun memang vaksin ini dapat menyebabkan reaksi pembekuan darah, manfaatnya masih lebih besar daripada risikonya, sehingga vaksin ini tetap boleh diberikan," ujar Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Profesor Zullies Ikawati, dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (21/6).
Mekanisme pasti vaksin yang menyebabkan pembekuan darah sendiri hingga saat ini masih dipelajari. Namun, Zullies mengatakan, ada dugaan yang menyebut bahwa reaksi pembekuan darah berkaitan dengan cara vaksin dibuat, yaitu menyuntikkan viral vector (virus pembawa instruksi genetik) yang akan mengajari tubuh membuat antibodi.
Dalam vaksin AstraZeneca, viral vector yang digunakan adalah adenovirus atau virus umum yang biasa menginfeksi tubuh manusia dalam penyakit sakit tenggorokan, demam atau pneumonia.
"Memang belum bisa dipastikan, tetapi penelitian sebelumnya menggunakan platform adenovirus ternyata menghasilkan reaksi yang sama, yaitu aktivasi platelet yang menyebabkan pembekuan darah. Dan reaksi yang sama ternyata juga dijumpai pada penggunaan vaksin Johnson & Johnson yang menggunakan adenovirus," papar Zullies.
Zullies menduga adanya reaksi imun berlebih terhadap vaksin yang berasal dari adenovirus. Vaksin yang berikatan dengan platelet, lanjutnya, memicu serangkaian reaksi imun yang menyebabkan pembekuan darah.
Reaksi ini, ujar Zullies, sebenarnya bisa membaik dengan sendirinya. Namun demikian, ada beberapa kasus yang bisa berujung fatal.
Adanya isu pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca tak ayal membuat banyak orang ragu. Namun, masyarakat diimbau untuk tidak terlalu khawatir dengan penggunaan vaksin tersebut.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mencatat, risiko kejadian trombosis atau pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca dilaporkan sangat kecil atau sekitar 3,6 kasus per 1 juta orang yang mendapatkan vaksinasi.
Bandingkan dengan angka kejadian pembekuan darah akibat Covid-19 yang dilaporkan sebanyak 207,1 kasus per 1 juta pasien positif Covid-19. Angka ini jelas lebih tinggi dibandingkan kejadian trombosis akibat vaksin AstraZeneca.
"Jadi, masyarakat tak perlu khawatir. Yang perlu diingat dan ditegaskan adalah masyarakat seharusnya lebih takut pada Covid-19 daripada dengan vaksinnya," ujar dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Vito Damay, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/6).
Secara umum, PERKI sendiri hingga saat ini belum merekomendasikan masyarakat untuk melakukan screening pra-vaksinasi, termasuk pada orang dengan penyakit kardiovaskular.
Orang dengan komorbid penyakit kardiovaskular diperbolehkan vaksinasi dengan AstraZeneca asalkan dalam kondisi stabil, seperti rutin melakukan kontrol dan pengobatan serta tidak memiliki keluhan apa pun dalam tiga bulan terakhir.
 Ilustrasi. Siapa pun diperbolehkan untuk menggunakan vaksin AstraZeneca, termasuk orang dengan penyakit kardiovaskular terkontrol. (Istockphoto/Tharakorn) |
Hanya saja, mengingat kekhawatiran yang muncul, Vito memperbolehkan masyarakat yang ingin memeriksakan diri terlebih dahulu sebelum melakukan vaksinasi dengan AstraZeneca.
"Kalau ragu, ya, boleh saja, sih, kalau ada masyarakat yang minta periksa secara personal," ujar Vito. Masyarakat bisa berkonsultasi dengan dokter spesialis kardiovaskular.
Yang Perlu Diwaspadai
Masyarakat umum dan orang dengan komorbid penyakit kardiovaskular terkontrol diperbolehkan untuk melakukan vaksinasi dengan AstraZeneca. Hanya saja, pengecualian bagi orang dengan riwayat heparin induced trombocytopenia (HIT).
"Yang perlu diperhatikan adalah orang dengan riwayat HIT. Ini kita mesti hati-hati," ujar Vito. Dalam rekomendasi PERKI, orang dengan riwayat HIT masuk ke dalam kelompok khusus.
HIT sendiri merupakan kondisi penurunan kadar trombosit akibat penggunaan obat heparin yang biasa digunakan untuk mengencerkan darah.
"Kalau ada [vaksin] yang lain, boleh, deh, [orang dengan riwayat HIT] pilih vaksin yang lain," tambah Vito.
Selain itu, Vito juga mengingatkan masyarakat untuk tetap berhati-hati. Masyarakat disarankan untuk memperhatikan reaksi yang timbul setelah vaksinasi, kira-kira sekitar 4-20 hari pasca-vaksinasi, atau bahkan sesaat setelah vaksinasi.
Beberapa gejala yang perlu diperhatikan di antaranya:
- sakit perut yang parah
- bintik-bintik merah pendarahan di luar area suntik
- tanda-tanda alergi seperti gatal
- bengkak di kaki, baik kanan atau kiri
- sakit dada
- sesak napas
- pandangan terganggu
- sakit kepala hebat.
Anda yang mengalami gejala di atas pasca-vaksinasi disarankan untuk segera memeriksakan diri atau mendatangi fasilitas layanan kesehatan terdekat.