Jakarta, CNN Indonesia --
Saat membuka situs pemesanan akomodasi wisata, ada ribuan nama hotel yang disuguhkan. Di mesin pencari situs biasanya wisatawan diberikan pilihan untuk melihat-lihat hotel berdasarkan bintangnya. Ada anggapan bahwa semakin tinggi klasifikasi bintang, maka hotel itu semakin nyaman.
Pakar Pariwisata Universitas Bina Nusantara (Binus), Agung Gita Subakti, mengatakan secara sederhana jumlah bintang di hotel bisa dilihat dari pelayanan, fasilitas hingga tarif per malamnya.
Berbeda bintang, berbeda pula pelayanan dan fasilitas yang akan dinikmati tamu, mulai dari luas kamar hingga ketersediaan kolam renang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada umumnya, klasifikasi bintang di hotel terbagi menjadi lima.
Pertama, hotel bintang satu. Hotel ini biasanya mempunyai ukuran kamar yang relatif kecil, sekitar 20 meter persegi. Jumlah kamar di hotel ini paling sedikit ada 15 kamar. Fasilitasnya pun standar, yaitu kamar mandi dalam.
Selanjutnya, ada hotel bintang dua. Hotel dengan klasifikasi ini biasanya berada di lokasi strategis. Punya sedikitnya ada 20 kamar yang tersedia dengan luas masing-masing kamar sekitar 22 meter. Hotel ini dilengkapi dengan fasilitas hiburan seperti TV.
Kemudian hotel bintang tiga. Selain lokasinya yang strategis, hotel ini minimal punya 30 kamar dengan luas minimal 24 meter persegi. Terdapat juga pilihan kamar suite yang luasnya dua kali lebih besar.
Lalu, ada hotel bintang empat. Hotel ini biasanya berada si pusat kota. Jumlah kamarnya minimal 50 dengan kamar suite minimal tiga. Lobi di hotel juga minimal seluas 100 meter persegi.
Terakhir hotel bintang lima. Biasanya fasilitas hotel dengan klasifikasi ini mempunyai staf yang mampu melayani dengan multibahasa. Luas kamar yang disediakan oleh hotel minimal 100 meter persegi dengan minimal empat kamar suite. Di hotel ini juga disediakan restoran dan makanan yang siap diantar ke kamar.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Hotel melati dan bintang lima diamond
Agung menjelaskan di luar klasifikasi bintang itu, sebenarnya ada dua lagi yaitu hotel 'melati' dan bintang lima diamond.
Seperti lima bintang sebelumnya, kedua klasifikasi hotel ini mempunyai perbedaan yang mencolok dari segi fasilitas.
Hotel melati, kata Agung, adalah sebutan untuk hotel yang tidak mempunyai bintang. Hotel dengan klasifikasi ini dibagi menjadi tiga; melati 1, 2 dan 3. Salah satu ukuran dari pengklasifikasian hotel melati adalah jumlah kamar.
"Tingkatannya dilihat dari jumlah kamar saja. Contoh, melati 1 ada lima kamar, melati 2 itu ada 10 kamar, dan melati 3 ada 15 kamar," ujarnya.
Namun, Agung menjelaskan, rata-rata hotel melati difasilitasi juga dengan area parkir dan satu restoran. Sehingga, hotel ini bisa jadi pilihan karena menyediakan standar fasilitas penginapan dan tentunya, harga sewa relatif murah.
Sementara itu, hotel bintang lima diamond kebalikannya dari hotel melati. Klasifikasi ini disematkan pada hotel-hotel mewah yang mempunyai fasilitas lengkap.
Agung mengatakan, cara termudah untuk mengetahui perbedaan hotel bintang lima diamond dengan bintang lainnya adalah dengan melihat lobi.
"Perbedaan antara bintang lima dengan bintang lima diamond bisa dilihat saat masuk ke lobinya. Jadi kalau bintang lima diamond itu lobinya luas dari bintang lima," ucapnya.
"Seperti Ritz Carlton atau JW Marriot, besar sekali lobinya dan sangat sophisticated," ujarnya.
Siapa yang memberi bintang di hotel?
Agung mengatakan bintang di hotel diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU). Lembaga ini merupakan lembaga independen.
LSU memberikan tugas kepada auditor untuk memberikan penilaian terhadap hotel-hotel yang ada di Indonesia.
Para auditor LSU biasanya mempunyai indikator-indikator yang pakem untuk menilai suatu hotel dan mengklasifikasi kelasnya.
Dijelaskan Agung, indikator tersebut kebanyakan mengacu pada fasilitas, seperti kamar, ketersediaan kolam renang dan sebagainya.
Hotel yang tidak memenuhi indikator yang ada, akan diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Jangka waktu perbaikan yang diberikan auditor untuk hotel sedikitnya satu bulan.
"Poin-poin [indikator] itu sudah dibuat oleh pemerintah, dalam hal ini meminta bantuan konsultan dan ahli pariwisata dan kita mengikuti itu," ujarnya.
Bintang di setiap hotel bersifat dinamis, bisa naik dan turun.
Meski begitu, Agung mengatakan, penurunan bintang di suatu hotel jarang terjadi. Kecuali, hotel tersebut mengurangi fasilitas yang sudah ada. Sebaliknya, kenaikan bintang pada suatu hotel sering terjadi.
"Misalnya hotel bintang tiga ingin naik menjadi bintang empat harus lulus kualifikasi yang ditetapkan auditor dulu," ujarnya.
Agung menjelaskan pemberian bintang pada hotel sebelumnya tidak dilakukan oleh LSU.
Ia mengatakan, awalnya pemberian bintang diberikan oleh Inspektur Perhotelan di bawah Kementerian Pariwisata, Pos dan telekomunikasi (sekarang Kementerian Pariwisata).
Kemudian, wewenang itu kemudian berpindah tangan ke Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, sebelum akhirnya dipegang oleh LSU.