Hotel Des Indes selama ini dikenal sebagai salah satu hotel yang tertua di Indonesia. Namun, masih ada hotel yang umurnya lebih tua dari Des Indes.
Diwawancarai terpisah, pakar perhotelan dari Universitas Bina Nusantara, Agung Gita Subakti, menyebut hotel itu adalah Savoy Homann di Bandung.
Hotel Savoy Homann berdiri tahun 1871. Hotel ini juga pernah menjadi saksi sejarah. Pada 1955, hotel ini dijadikan tempat penginapan untuk delegasi dari berbagai negara yang mengikuti Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang terkenal itu untuk tempat tinggal delegasi KAA," ujarnya.
Restu bercerita, selain hotel Savoy Homann, banyak hotel yang bermunculan saat itu. Hotel Oranje di Surabaya misalnya. Peristiwa bersejarah juga pernah terjadi di hotel ini, seperti peristiwa perobekan bendera merah putih biru menjadi merah putih oleh arek-arek Suroboyo.
Selanjutnya ada Hotel Du Pavillon di Semarang, Palace Hotel di Malang, Slier Hotel di Solo, Grand Hotel di Yogyakarta, Hotel Salak di Bogor, Hotel de Boer dan Hotel Astoria di Medan serta Grand Hotel dan Staat Hotel di Makassar.
Setelah Indonesia merdeka, beberapa hotel juga dibangun oleh pemerintah Indonesia. Hotel menjadi bagian dari politik mercusuar Presiden Soekarno saat itu. Hotel Indonesia di Jalan MH Thamrin misalnya, hotel ini dibangun untuk mendapat perhatian dari luar negeri.
Soekarno meresmikan hotel megah ini pada 1962 untuk menyambut Asian Games IV. Hotel ini digunakan untuk menampung atlet-atlet mancanegara yang akan berlaga. Tak tanggung-tanggung, hotel ini dirancang oleh Abel Sorensen dan Wendi, arsitek asal Amerika Serikat. Bangunan-bangunan di sekitarnya dibuat mengikuti arsitektur Hotel Indonesia.
"Era itu Soekarno banyak membangun, misalnya Monumen Selamat Datang [di Bundara Hotel Indonesia]. Kenapa ke arah utara, bukan ke selatan? Itu karena ingin menghormati tamu-tamu yang datang dari Bandara Kemayoran," ujarnya.
Restu menjelaskan, perhotelan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat saat rezim Orde Baru. Saat itu, beberapa jaringan manajemen hotel internasional mulai merambah ke kota-kota besar di Indonesia.
Hal ini menjadi tolok ukur sejarah baru perhotelan di Indonesia. Sejak itu hotel di dalam negeri banyak melakukan inovasi.
Ia menyebut, kemunculan hotel tak lepas dengan perkembangan pariwisata di Indonesia. Semakin banyak orang yang datang ke Indonesia untuk berwisata maka industri hotel pun akan terus berkembang, contohnya seperti di Bali.
Di Bali, segala bentuk penginapan ada di sana. Bahkan, kata Restu, jumlah hotel di Bali sudah terlalu banyak melebihi kota-kota lain.
"Di Bali tuh [jumlahnya] over. Apalagi sekarang," kata dia.
Bali sudah amat terkenal di kalangan wisatawan mancanegara, bahkan Jakarta sebagai ibu kota Indonesia masih kalah tenar.
Tokoh-tokoh penting dunia sampai aktris mancanegara banyak yang berlibur ke Bali, dari Charlie Chaplin sampai David Bowie.
Padahal lebih dari seabad yang lalu, daerah Bali sepi dan dianggap menakutkan. Bahkan sampai masa Hindia-Belanda, anggapan itu masih ada.
"Bali dulu sebenarnya tempat yang menakutkan karena ada hukum Tawan Karang dan sebagainya," kata Restu.
Hukum Tawan karang adalah kebijakan raja-raja di Bali yang tidak memperbolehkan kapal-kapal dari luar masuk perairan Bali.
Namun, pada 1930-an Belanda dan terjadi Perang Puputan. Kerajaan Bali kalah dalam perang tersebut dan di daerah itu kemudian dikuasai Belanda.
Sejak saat itu banyak pendatang yang masuk ke Bali, terutama orang luar negeri. Bali dengan keindahan alamnya banyak memikat orang-orang Barat.
Bahkan, banyak penjelajah yang menuliskan keindahan bali di jurnal pribadinya. Selain itu ada juga yang menuliskan ke dalam bentuk buku sampai 15 kali cetak ulang.
"Bayangkan kalau buku itu tiap tahun terbit, otomatis orang penasaran kan," ujar Restu.
Sejak itu juga, penginapan di Bali mengalami peningkatan seiring banyaknya wisatawan yang masuk.
Sampai Indonesia merdeka, hotel di Bali terus bertambah.
Pada masa pemerintahan Soekarno, ada hotel Sanur Beach yang dibangun. Di samping hotel itu terdapat relief-relief yang menjadi ciri khas hotel era itu.
Hingga saat ini, hotel Sanur Beach masih beroperasi. Namun ia harus berbagi eksistensi dengan hotel murah dan hotel yang lebih mewah lainnya. Tak sedikit yang telah mendapatkan penghargaan dari media asing.
Di kelilingi hotel murah dan hotel minimalis, hotel-hotel legendaris yang telah dibangun di Indonesia seharusnya bisa terus dilestarikan dan dikembangkan sebagai magnet pariwisata.
(ard)